Jadi Guru SLB, Yuliyanti Dilarang Marah Kepada Siswa Difabel di Kendal

Rela jalan puluhan kilometer buat ajar mereka saat pandemik

Kendal, IDN Times - Tak sekadar pahlawan tanpa tanda jasa. Peran guru bak penerang dalam kegelapan di dunia pendidikan. Mereka mendidik dan membentuk karakter generasi bangsa dalam suka maupun duka.

1. Mengambil risiko mengajar secara luring saat pandemik

Jadi Guru SLB, Yuliyanti Dilarang Marah Kepada Siswa Difabel di KendalSeorang guru SLB Surya Gemilang Kendal Jawa Tengah, Yuliyanti mengajar siswa berkebutuhan khusus. (dok. pribadi/Yuliyanti)

Apalagi saat kondisi pandemik COVID-19 melanda, mereka rela berkorban apa pun agar anak didiknya tetap mendapatkan pelajaran. Seperti yang dialami Yuliyanti, guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Surya Gemilang di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Ia rela menemui siswa dan menempuh jarak yang cukup jauh semata-mata hanya ingin memberikan mengajar mata pelajaran yang diampu.

Upaya itu dilakukan karena mengajar secara daring tidak memungkinkan bagi siswa difabel. Dengan terpaksa, mereka harus bertatap muka atau belajar secara luring agar pelajaran dapat dimengerti oleh siswa difabel.

Baca Juga: Membangun Masa Depan Siswa Difabel dari Ruang Kelas SLB di Kendal

2. Siswa SLB butuh pendampingan ekstra untuk belajar

Jadi Guru SLB, Yuliyanti Dilarang Marah Kepada Siswa Difabel di KendalSiswa berkebutuhan khusus di SLB Surya Gemilang Kendal Jawa Tengah mengikuti simulasi belajar tatap muka. (dok. pribadi/Yuliyanti)

Yuliyanti yang mengajar siswa berkebutuhan khusus down syndrome di jenjang SMA kelas 12 di SLB Surya Gemilang harus meluangkan waktu seminggu dua kali untuk bertemu mereka. Ia menempuh jarak sekitar 10 sampai 20 meter dari rumahnya di Desa Margosari Kecamatan Limbangan ke Desa Cacaban Kecamatan Singorojo.

"Selama pandemik ketika sekolah tatap muka dilarang dan berganti daring agak susah untuk memberikan pelajaran apalagi bagi siswa berkebutuhan khusus. Sebab, siswa SLB butuh penanganan ekstra dan harus didampingi. Maka, agar mereka bisa tetap belajar saya mengambil risiko menemui siswa dan mengajar secara langsung," ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (1/10/2021).

Perempuan berusia 31 tahun berinisiatif membuat kelompok belajar bagi sembilan anak didiknya untuk belajar bersama. Terkadang jika ada orangtua siswa yang tidak bisa mengantar anaknya, juga rela menjemput siswa tersebut untuk bisa ikut belajar.

‘’Kalau ada siswa yang tidak ada yang mengantar ke lokasi belajar ya saya juga ngalahi tak jemput. Jadi nanti berangkat sama saya. Namun, dengan usaha ini pun juga tidak selalu semua siswa hadir untuk menerima pelajaran, paling yang datang lima sampai enam siswa saja,’’ tuturnya.

3. Sebuah pengabdian yang harus dijalani Yanti

Jadi Guru SLB, Yuliyanti Dilarang Marah Kepada Siswa Difabel di KendalSeorang guru SLB Surya Gemilang Kendal Jawa Tengah, Yuliyanti mengajar siswa berkebutuhan khusus. (dok. pribadi/Yuliyanti)

Perempuan yang akrab disapa Yanti ini selalu dengan sabar memberikan pelajaran kepada siswa down syndrome tersebut. Diakuinya, memang tidak mudah dan selalu banyak tantangan, sebab kemampuan mereka menyerap pelajaran berbeda-beda satu sama lain.

‘’Walaupun siswa duduk di SMA kelas 12 mereka mengenal angka masih susah, nulis saja butuh bimbingan dan harus dituntun. Kalau saya kasih materi sesuai dengan kelasnya tidak bisa, sehingga saya kasih pelajaran yang paling mudah seperti mencontoh dan meniru biar mereka lebih memahami,’’ ujarnya yang mengampu semua pelajaran dan merangkap sebagai wali kelas juga.

Menurut Yanti, sama-sama memiliki kebutuhan khusus down syndrome, tapi kemampuan setiap siswa berbeda-beda. Ada yang menghafal angka 1--10 sudah bisa, tapi ada yang mengucap masih sulit atau bicara tidak lancar.

4. Guru SLB punya tanggung jawab mendidik karakter siswa difabel

Jadi Guru SLB, Yuliyanti Dilarang Marah Kepada Siswa Difabel di KendalSiswa berkebutuhan khusus di SLB Surya Gemilang Kendal Jawa Tengah mengikuti simulasi belajar tatap muka. (dok. pribadi/Yuliyanti)

Kendati demikian, ibu dari dua anak tersebut tidak pantang menyerah memberikan ilmu kepada seluruh siswa difabel. Apa yang dilakukan itu merupakan tantangan dan pengabdian yang harus dijalani.

‘’Sebab, ini sudah panggilan jiwa buat saya dan juga pengabdian. Saya tidak bisa membayangkan jika saya diberikan anak-anak seperti mereka. Maka, saya harus berusaha semaksimal mungkin,’’ kata lulusan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dari Universitas Terbuka Semarang itu.

Sebagai guru SLB juga banyak sekali suka duka yang dialami Yanti yang sejak kecil bercita-cita menjadi guru itu. Ia harus bisa mengendalikan atau mengontrol emosi.

‘’Kalau mau marah tuh saya malah senyum sendiri, ngapain marah sama anak-anak ini. Walaupun kadang juga sedih sudah berusaha semaksimal mungkin agar mereka paham dengan pelajaran tapi tetap gagal,’’ ujarnya.

Sementara, tidak hanya mendidik secara akademik, Yanti juga punya tanggung jawab mendidik karakter para siswa difabel tersebut.

‘’Saya pengin anak-anak yang belajar di sini nantinya bisa mandiri dan diterima masyarakat. Itu sudah buat saya seneng banget. Sebab, selama ini masih banyak anak-anak difabel yang dikucilkan masyarakat. Sehingga setiap hari saya memberitahu mereka entah paham atau nggak, saya arahkan mereka agar lebih mandiri. Tidak tergantung pada orang tua atau orang lain,’’ tandas Yanti.

Baca Juga: 10 Potret Manfaat Ruang Kelas Layak untuk Pembelajaran di SLB Kendal

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya