Komunitas Hysteria Bertahan dengan Jualan Zine hingga Merchandise  

Gerak kreatif pekerja seni terhalang pandemik COVID-19

Semarang, IDN Times - Pandemik COVID-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan dan ekonomi negeri. Gerak kreasi para pekerja seni pun juga terhalang karena wabah yang sudah terjadi selama enam bulan belakangan ini.

1. Kolektif Hysteria menghentikan semua kegiatan selama pandemik

Komunitas Hysteria Bertahan dengan Jualan Zine hingga Merchandise  Kegiatan Kolektif Hysteria sebelum pandemik COVID-19. Dok. Kolektif Hysteria.

Seperti yang dialami Kolektif Hysteria, segala kegiatan dan program yang sudah direncanakan lembaga pegiat seni, kebudayaan dan isu kota di Semarang ini harus terimbas COVID-19. Hal itu tidak hanya dialami dalam enam bulan ini, tapi sudah sejak bulan Januari 2020.

‘’Memang biasanya di awal tahun tidak ada kegiatan, baru bulan Maret mulai ada kegiatan. Namun, malah COVID-19 menghantam,’’ ungkap Direktur Kolektif Hysteria, Adin.

Kolektif Hysteria harus menghentikan semua aktivitas yang berbasis massa semenjak Pemerintah memberlakukan pembatasan sosial. Hal ini sekaligus berdampak pada batal atau diundurnya program-program dan kerja sama dengan beberapa mitra dan sponsor.

2. Banyak proposal yang tidak lolos dan seluruh kontrak batal

Komunitas Hysteria Bertahan dengan Jualan Zine hingga Merchandise  Kegiatan Kolektif Hysteria sebelum pandemik COVID-19. Dok. Kolektif Hysteria.

‘’Dari kondisi ini tentu mengubah program yang sudah kami susun, kami beradaptasi dari kegiatan offline ke online, dan baru kali ini kami menemui kejadian yang berat dan membuat susah bergerak,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (11/9/2020).

Banyak proposal yang tidak lolos dan seluruh kontrak batal. Padahal, berkaca dari tahun 2019, Hysteria dapat melangsungkan lebih dari 70 event, workshop maupun program bulanan. Adapun, beberapa kegiatan yang batal di antaranya, Gebyuran Bustaman, Nginguk Githok ke-3, Festival Arus Bukit Jatiwayang ke-3, dan sejumlah program rutin, workshop, serta pameran.

Agar tetap dapat menghidupi lembaga, Kolektif Hysteria yang sudah berdiri sejak tahun 2004 harus merelakan tabungan.

Baca Juga: Pandemik COVID-19, Bakmi Jawa Mbah Hardjo Masuk Kaleng

2. Tidak ada pemasukan hidup dari uang tabungan

Komunitas Hysteria Bertahan dengan Jualan Zine hingga Merchandise  Kegiatan Kolektif Hysteria sebelum pandemik COVID-19. Dok. Kolektif Hysteria.

"Ya, akhirnya bertahan dengan uang tabungan. Dari Januari hingga sekarang kami tidak lagi memiliki pemasukan, padahal untuk membiayai operasional rumah kontrakan atau basecamp membutuhkan biaya Rp2 juta per bulan. Belum lagi biaya sewa rumah setahun sebesar Rp25 juta yang setiap akhir tahun harus dibayarkan," tutur Adin. 

Sambil beradaptasi dengan kehidupan baru di tengah pandemik, Adin bersama komunitasnya memanfaatkan waktu untuk merapikan data, merilis peta artmaps, mengerjakan project dokumentatif dan publikasi. Selain itu, juga berjualan buku yang sudah terbit sebagaimana salah satunya antologi puisi berjudul "Lobang Pertama" karya Adin sendiri. 

4. Luncurkan kumpulan zine setebal 2.124 halaman di peringatan 16 tahun Kolektif Hysteria

Komunitas Hysteria Bertahan dengan Jualan Zine hingga Merchandise  Zine Propaganda Hysteria Edisi 100 setebal 2.124 halaman yang mencakup 1.850 file, 77 sampul, 820 kliping koran, dan 953 poster acara. Dok. Kolektif Hysteria.

Tak menyerah pada keadaan dan tetap ingin berkontribusi pada kebudayaan, seni, serta isu kota pada peringatan ulang tahun ke-16 di bulan September ini, Kolektif Hysteria meluncurkan kumpulan zine. Zine edisi ke-100 itu akan dijual untuk menggalang donasi demi keberlangsungan komunitas tersebut. 

"Dalam refleksi 16 Tahun Kolektif Hysteria: Membasuh ini, kami tetap ingin berkontribusi. Namun, harus pula diakui bahwa kami sangat terseok-seok dalam mewujudkannya. Sehingga, kami bukukan zine edisi pertama hingga ke-100 untuk menggalang dana demi keberlangsungan Kolektif Hysteria dan aktivitas-aktivitas kebudayaan yang lebih masif dalam iklim Kota Semarang," jelasnya. 

  • Adapun, merchandise yang juga sebagai bagian dari perayaan "16 Tahun Kolektif Hysteria: Membasuh" itu dijual paket yang berisi, Zine Propaganda Hysteria Edisi 100 setebal 2.124 halaman yang mencakup 1.850 file, 77 sampul, 820 kliping koran, dan 953 poster acara. 

5. Rangkuman zine merupakan data aktivitas Kolektif Hysteria selama 16 tahun dalam ranah kebudayaan dan isu kota

Komunitas Hysteria Bertahan dengan Jualan Zine hingga Merchandise  Kegiatan Kolektif Hysteria sebelum pandemik COVID-19. Dok. Kolektif Hysteria.

"Ini semua merupakan data aktivitas Kolektif Hysteria selama 16 tahun dalam ranah kebudayaan dan isu kota yang harapannya dapat digunakan oleh siapapun sebagai materi untuk kebutuhan riset, maupun kajian akedemis dan non akedemis lintas disiplin," jelas Adin.

Selain itu, ada Kaos 16 Tahun Kolektif Hysteria ‘Kota yang Tak Pernah Histeris’ kolaborasi desain oleh Dina Prasetyawan dan beberapa pernak-pernik lain. Paket tersebut dijual dengan harga Rp 600.000 dengan sistem pra-pesan dan tersedia hanya dalam 100 paket dimana nama 100 pemesan akan tercetak di akhir halaman zine Propaganda Hysteria Edisi 100. 

Adin menambahkan, meski dalam keterbatasan, tepat pada ulang tahun Kolektif Hysteria yang jatuh 11 September ini juga akan dirilis art map and space serta jejaring kampung mitra pekakota.

"Kami juga akan meluncurkan beberapa program kado dari para pengurus sepanjang September, tanpa relawan seperti mereka mustahil kolektif survive hingga sekarang. Hal inilah yang sementara ini dapat kami lakukan," tandasnya. 

Baca Juga: Pemkot Semarang Lanjutkan Pembangunan Kota Lama saat Pandemik COVID-19

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya