Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNI

Pasarkan online, dipromosikan Inul Daratista dan Iky

Semarang, IDN Times - Pandemik COVID-19 tidak hanya menjadi pukulan berat bagi sektor kesehatan, tapi juga ekonomi. Tidak sedikit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ikut tumbang dan mengalami krisis menghadapi musim pandemik. 

Menurut survei United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia yang dilakukan sepanjang 2020, UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional terdampak negatif terimbas pandemik. Mulai dari sisi penjualan, aset, hingga pengurangan jumlah karyawan.

Akibatnya, pelaku UMKM kesulitan memasarkan produk, kekurangan modal, akhirnya--dengan terpaksa--merumahkan karyawannya, dan bahkan tidak sedikit yang gulung tikar.

Dinas Koperasi dan UKM Jawa Tengah mencatat, hingga Januari 2021, ada 625 ribu UMKM yang terdampak pandemik COVID-19 di provinsi tersebut. Dari jumlah itu, mayoritas atau 60 persen adalah pelaku UMKM yang bergerak di bidang kuliner. Kemudian bidang fashion (7 persen), kerajinan tangan (6 persen), dan sisanya lain-lain.

1. Badai pandemik hantam pelaku UMKM batik

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIKaryawan Batik Zie sedang mengeringkan kain batik dengan pewarnaan alam sesuai standar SNI di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Batik Zie di Desa Malon RT 03 RW 06 Gunungpati, Kota Semarang masuk dalam kelompok 625 ribu pelaku UMKM yang terdampak Pandemik COVID-19.

Usaha pembuatan kain batik khas Semarang dengan bahan pewarna alam dan ramah lingkungan itu harus menerima kenyataan pahit karena dihantam pandemik. Kondisi itu sudah terjadi sejak 2020.

‘’Rencana ikut pameran Inacraft pada bulan April 2020 harus batal, padahal kami sudah siapkan produk dua bulan sebelumnya. Membangun toko sebagai tempat memasarkan kain batik harus tutup karena tidak ada tamu yang datang untuk belanja atau ikut pelatihan membatik. Pemesanan produk juga ditunda dan batal. Semua berhenti total karena virus corona datang,’’ ungkap pemilik Batik Zie, Marheno Wijayanto saat ditemui IDN Times di rumah sekaligus toko dan tempat produksi batik di kaki Gunung Ungaran.

Baca Juga: Kampus UMKM Shopee di Solo Diresmikan, ini Fasilitas yang Disediakan

2. Perajin batik warna alam di Semarang setop produksi saat pandemik

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIGallery Batik Zie di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Selama dua bulan awal pandemik melanda Tanah Air, Marheno menghentikan seluruh produksi dan bisnis. Ia bahkan terpaksa merumahkan 10 karyawannya.

‘’Proses produksi disetop total, tidak ada tamu-tamu untuk wisata batik, kita cukup di rumah saja. It’s okay, tapi kan nggak mungkin kita diam terus, pikiran kita kemana-mana berpikir bagaimana cara untuk bangkit,’’ tutur lelaki berusia 46 tahun itu.

Berjalannya waktu, ia sadar bisnisnya harus tetap berjalan pada masa pandemik karena tidak ada yang tahu kapan akan selesai. Bersama istrinya, Zazilah, Marheno tidak ingin takluk begitu saja. Beragam inovasi dan kreasi dilakukan agar bisnisnya bertahan saat pandemik COVID-19.

Dengan modal pengalaman menggeluti industri batik sejak tahun 2006, mereka mengembangkan keunggulan yang dimiliki Batik Zie. Selain autentik menggunakan pewarna alam dalam proses produksi batik, usaha produk kerajinan tangan itu juga memiliki keunggulan lain. Yakni mengantongi sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sejak tahun 2018.

Batik Zie memperoleh sertifikat SNI 8302:2016 untuk Batik Tulis dan SNI 8303:2016 untuk Batik Cap melalui program pembinaan penerapan SNI dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Modal sertifikasi itu dimanfaatkan untuk memperluas pasar, memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui mutu dan kualitas produk, serta mengatur proses produksi agar lebih tertata.

3. Kantongi sertifikat SNI Batik Zie bangkit dengan inovasi masker kain

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIPemilik Batik Zie, Marheno Wijayanto dan Zazilah menunjukkan sertifikat SNI yang diperoleh sejak tahun 2018 untuk Batik Cap dan Batik Tulis di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Marheno berinovasi membuat masker batik. Hal itu cukup tepat seiring dengan momentum penanganan dan penerapan protokol kesehatan COVID-19 yang masih dilakukan sampai saat ini. Masker batik warna alam menjadi celah ekonomi dan pas dengan pemulihan bisnisnya saat kenormalan baru (new normal).

Sama dengan produksi kain, kain batik pewarnaan yang digunakan nonkimia dari ekstrak tanaman-tanaman seperti buah mangrove (bakau), indigofera, jelawe (delima), secang, tingi, tegeran (Cudrania javanensis), dan lain-lain. 

Meski bukan tipe medis, masker batik yang karya Marheno tetap memperhatikan keamanan dan kenyamanan konsumen, sekaligus menerapkan standar SNI. Misalnya dalam pengemasan, Batik Zie mengemasnya dengan dilapisi kain setiap maskernya yang dilipat dan dibungkus dengan plastik. Tidak kalah, masker tersebut juga dilengkapi dengan informasi soal merek, negara pembuat, jenis bahan serat yang digunakan, serta pencantuman label dan petunjuk penggunaannya.

‘’Jadi kalau sebelum pandemik kami cuma bikin kain batik Semarangan dengan pewarna alam. Lalu, karena ada COVID-19 kami memutuskan memotong-motong kain batik yang belum terjual itu dan membuatnya menjadi masker. Sebab, di awal pandemik masker langka dan mahal, sehingga kami memproduksi sendiri. Syukurlah, produk masker batik dari pewarna alam ini banyak yang minat,’’ jelasnya.

4. Produk masker kain warna alam dipromosikan artis

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIProduk masker kain batik warna alam produk dari Batik Zie di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Guna mengefisiensikan biaya operasional, Marheno menggunakan jasa tenaga penjahit dari para pekerja konveksi--yang terkena PHK karena pandemik--yang masih satu satu kampung.

Pemasaran masker batik ia mulai dari getok tular hingga secara online melalui media sosial dan sejumlah marketplace. Selain itu, dibantu oleh komunitas batik dan perusahaan yang menjadikan Batik Zie sebagai mitra binaan. 

‘’Bahkan, kami tidak menyangka masker kami bisa viral karena dipakai dan dipromosikan oleh Inul Daratista dan Rizky Febrian melalui media sosialnya. Dari situ pesanan makin mengalir,’’ ungkap Marheno.

Dari awal hanya lima masker, kini kapasitas produksinya sudah mencapai 500--700 masker per hari. Malahan masker tersebut juga dimanfaatkan sebagai donasi dalam pemasaran Batik Zie.

‘’Jadi setiap pembelian lima masker, konsumen bisa berdonasi satu masker untuk masyarakat yang membutuhkan. Masker donasi dari konsumen itu kami bagikan ke orang-orang yang tidak bisa membeli masker di lingkungan sekitar atau di jalanan. Bahkan, karena peminatnya masker batik warna alam ini semakin banyak, kami bisa mendonasikan ke daerah pelosok seperti di Kalimantan, Papua, hingga NTT,’’ kata istri Marheno, Zazilah. 

Baca Juga: Ekonomi di Jateng Membaik di Masa Pandemik, Ini Faktor Penyumbangnya 

5. Hikmah pandemik Batik Zie kembangkan produk fashion batik warna alam

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIPemilik Batik Zie, Zazilah menunjukkan produk fashion dari kain batik pewarna alam yang diproses sesuai standar SNI di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Adanya pandemik COVID-19, banyak hal yang bisa dipelajari oleh Marheno dan Zazilah sebagai pelaku UMKM di bidang batik warna alam. Inovasi yang dilakukan mereka cukup membuat mereka bertahan pada masa pandemik. Bahkan omzet penjualan mereka dapat tumbuh hingga 40 persen saat ini karena masker batik membuka pintu pengembangan produk lainnya.

‘’Sebenarnya semua merasakan hal yang sama saat ini dan justru dengan adanya pandemik ini banyak sekali hikmahnya. Dulu sebelum pandemik jualnya hanya kain batik. Lalu, ada pandemik kita berkreasi dari kain batik yang kami biasa buat jadi masker, baju, sarung, hingga pembalut ramah lingkungan. Selain menerima pesanan masker, ada konsumen yang jahit baju juga. Tadinya kami nggak bikin baju jadi sekarang bisa terima order baju, karena konsumen ingin baju dan maskernya dari kain yang sama biar matching,’’ imbuh Zazilah.

6. Standar label SNI diterapkan secara ketat dalam proses produksi

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIPemilik Batik Zie, Zazilah melakukan kontrol produksi kain batik pewarna alam sesuai standar SNI di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Berkembangnya bisnis tidak luput dari adanya label SNI yang menjadikan produk dari Batik Zie kian unggul dan berdaya saing. Pasalnya, produsen batik warna alam semakin cermat memperhatikan manajemen dan alur produksi agar menghasilkan produk yang berkualitas, sebagaimana disyaratkan dalam standar SNI. Mulai dari pengecekan kain bahan baku batik, proses membatik, proses pewarnaan, hingga menghasilkan produk dari batik. 

‘’Standar dari SNI yang kami terapkan dapat mengurangi produk reject, karena kontrol dari proses hingga hasil produksi menjadi semakin ketat. Bagi kami sebagai produsen ini sangat menguntungkan, karena semua tercatat dan proses produksi semakin efektif serta efisien. Kemudian, sumber daya manusia atau karyawan kami juga bisa ikut belajar lebih disiplin, mereka jadi tahu peran dan tanggung jawabnya serta lebih tertib administrasi,’’ tandas Zazilah. 

7. BSN fasilitasi UMKM dengan pendampingan penerapan SNI

Masker Batik Warna Alam, Tumbuh saat Pandemik Berbekal Label SNIKaryawan Batik Zie sedang membatik dengan pewarnaan alam sesuai standar SNI di Kampung Malon Gunungpati Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Badan Standardisasi Nasional (BSN) terus mendorong pelaku UMKM dapat meningkatkan daya saing produknya dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Salah satunya melalui sosialisasi dan pembinaan UMKM--secara daring dan luring--yang rutin dilakukan, terlebih pada masa pandemik COVID-19.

“Kami terus melakukan pelayanan dengan melakukan sosialisasi dan pembinaan UMKM. Kami bina secara intensif, menjadikannya role model. Dan jika pada tahun-tahun berikutnya serta secara ekonomi meningkat, mendapatkan keuntungan setelah menerapkan SNI serta sukses, kami minta UMKM tersebut untuk memberikan testimoni pada talkshow yang diselenggarakan oleh BSN,” kata Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S Achmad melansir laman resmi kantornya.

Untuk diketahui, BSN setiap tahun memberikan fasilitas kepada pelaku UMKM berupa pendampingan penerapan SNI termasuk biaya pengujian dan sertifikasi SNI beserta pemeliharaan sertifikasi SNI. Program pembinaan terhadap UMKM tersebut sudah dimulai sejak tahun 2015. Adapun, UMKM yang dibina oleh BSN merupakan hasil seleksi.

‘’Hingga Januari 2021, BSN telah menetapkan 13.518 SNI dengan jumlah SNI aktif sebanyak 11.208. Dari jumlah tersebut, sebanyak 246 SNI diberlakukan wajib oleh regulator,’’ jelas Kukuh. 

Baca Juga: Chest Freezer Artugo Bidik Rebut Pasar UMKM Jateng, Punya 9 Warna

https://www.youtube.com/embed/dBcWHmlCbX0

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya