Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang Ambles

Warga dan industri diminta beralih pakai air PDAM

Semarang, IDN Times - Kawasan pesisir Kota Semarang terancam ambles karena penurunan muka tanah yang masif setiap tahunnya. Kondisi itu berkejaran dengan banjir rob yang terus melanda di daerah tersebut. 

1. Penurunan muka tanah di Semarang capai 8–10 cm per tahun

Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang AmblesPerahu nelayan Tambaklorok bersandar. IDN Times/Fariz Fardianto

Pakar Tata Ruang dan Perkotaan Fakultas Teknik Universitas Sultan Agung Semarang (Unissula), Dr Mila Karmila mengatakan, penurunan muka tanah di kawasan pesisir Semarang sampai Demak disebabkan oleh berbagai faktor.

‘’Penyebab utamanya industrialisasi, tapi ada sebab-sebab lain seperti pembebanan bangunan di atas, pengambilan air bawah tanah, dan tanah muda yang belum stabil,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (5/8/2022).

Penurunan muka tanah tersebut sudah terjadi sejak tahun 1980-an. Tingginya penurunan sangat bervariasi, bisa 8–10 sentimeter per tahun.

‘’Misalnya di Kampung Tambaklorok itu penurunan tanahnya sekitar 10 cm per tahun. Kemudian, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang penurunan tanahnya mencapai 1,2 meter di bawah permukaan laut. Itu terjadi sejak ada pembangunan di sana sekitar tahun 1980an. Kemudian, juga ada pembangunan Perumahan Marina tahun 1990-an bikin kawasan pesisir makin ambles,’’ tutur Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Unissula itu.

2. Industrialisasi perparah penurunan muka tanah di pesisir

Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang AmblesIDN Times/Dhana Kencana

Mila menambahkan, industrialisasi makin memperparah penurunan muka tanah. Pertumbuhan industri di pesisir ini untuk mendekati jalur transportasi yang juga berada di kawasan tersebut.   

Sementara, hasil penelitian para akademisi dan kelompok masyarakat sipil tentang akses terhadap air dan risiko terkait air yang tergabung dalam Konsorsium Ground Up menemukan bahwa warga Semarang sangat tergantung pada air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Direktur Amrta Institute for Water Literacy, Nila Ardhianie mengatakan, temuan pertama yang relevan dengan banjir yang baru saja terjadi adalah ketergantungan warga Semarang dengan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. 

‘’Sebanyak 79,7 persen dari 319 responden mengakui hal tersebut. Dari 79,9 persen itu, sebanyak 48,6 persen menggunakan air tanah dalam (ATDm) dan 31,1 persen menggunakan air tanah dangkal (ATDl),’’ ungkapnya.

Baca Juga: Banjir Rob Menerjang, Buruh Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Makin Tertekan

3. Amblesan tanah bisa sebabkan banjir

Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang AmblesANTARA Foto/Aji Styawan

Dampak dari pengambilan air tanah yang berlebihan itu menyebabkan amblesan tanah. Air tanah yang diambil secara terus-menerus menyebabkan perubahan struktur di bawah tanah hingga terjadi ambles. 

‘’Setelah air banyak disedot kemudian air hujan masuk ke dalam tanah terjadi ketidakseimbangan dalam pembentukan air tanah lagi. Amblesan tanah ini berkontribusi cukup besar terhadap banjir, karena ketika hujan deras saluran tidak bisa menampung,’’ tutur Nila yang juga mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang itu. 

Temuan selanjutnya, penduduk yang tinggal di dekat pantai menghadapi risiko lain terkait air, yaitu kesulitan mendapat air bersih. Sebab, di daerah tersebut menggunakan air payau, karena air di sana terpengaruh air laut. Adapun, layanan jaringan PDAM belum sampai kesana, sehingga 98,8 persen warga Mangkang Wetan, Randu Garut masih mengandalkan air tanah.

Kemudian, perubahan tata guna lahan yang terjadi di Panggung Lor, Panggung Kidul dan Terboyo juga berperan meningkatkan risiko banjir. Semula kawasan ini adalah tempat resapan air dari bagian Semarang atas dan sekarang telah berubah menjadi kawasan perumahan dan industri. Hal ini menyebabkan kapasitas infiltrasi berkurang, air tidak dapat meresap ke tanah sehingga tergenang. Selain itu, perubahan tata guna lahan juga menambah beban tanah di area tersebut yang potensial menyebabkan terjadinya amblesan tanah.

4. Pemkot Semarang bentuk tim kendalikan pengambilan air tanah

Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang AmblesSejumlah pekerja pelabuhan mendorong motor mereka yang mogok saat menerobos banjir limpasan air laut ke daratan atau rob yang merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa, 24 Mei 2022. (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Berdasarkan riset dari Konsorsium Ground Up disimpulkan bahwa risiko terkait air di Semarang sebagai bagian integral dari lokasi yang berada di kawasan rendah dengan jenis tanah alluvial muda. Kemudian, didukung kenaikan muka air laut dan konsentrasi penduduk serta aktivitas ekonomi. 

Sementara itu, belum lama ini Pemerintah Kota Semarang membentuk tim gabungan untuk mengendalikan pengambilan air tanah di wilayah Kota Semarang, terlebih di daerah pesisir. 

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, tim gabungan itu akan diisi personel dari Satpol PP dan kepolisian. Melalui tim gabungan tersebut nantinya pihak-pihak yang saat ini masih menggunakan air tanah akan didorong untuk beralih menggunakan suplai air dari PDAM Tirta Moedal.

‘’Upaya ini kami lakukan sebagai respons terhadap berbagai masukan pemerhati lingkungan yang menyebut pemakaian air tanah sebagai salah satu faktor yang mempercepat penurunan muka tanah,’’ katanya dalam keterangan resmi. 

5. Industri di pesisir tidak pakai PDAM

Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang AmblesIDN Times/Dhana Kencana

Wali Kota yang akrab disapa Hendi itu menghendaki, suplai air bersih tercukupi dengan baik secara legal. Karena selama ini industri di daerah pesisir tidak memakai PDAM tapi mengambil air tanah secara langsung.

Selain itu, Hendi juga memaparkan upaya penanganan rob di pesisir Kota Semarang lainnya, melalui upaya pembangunan jalan tol yang akan berfungsi sebagai tanggul laut.

"Tol ini diharapkan bisa berfungsi sebagai tanggul laut, sebenarnya sudah 2 tahun lalu namun terkendala dengan undang-undang agraria, tanahnya juga terendam air maka hak atas tanah tersebut hilang," katanya.

Namun, lanjut dia, sepertinya kemarin sudah ada solusi, sehingga bisa segera dikerjakan tinggal mempelajari teknisnya. Jadi mudah-mudahan setahun dua tahun selesai. Ini merupakan salah satu upaya untuk penanganan rob di Kota Semarang.

Baca Juga: Ini Penyebab dan Dampak Banjir Rob di Semarang, Salah Satunya Penurunan Tanah

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya