Pengelola Taman Maerakaca Tolak Pengunjung Tak Bermasker

Sertifikasi CHSE jadi modal obyek wisata

Semarang, IDN Times - Pandemik COVID-19 berdampak besar pada semua sektor, termasuk pariwisata. Untuk kembali bangkit langkah yang harus ditempuh oleh pengelola objek wisata adalah dengan berbenah dan beradaptasi dengan tatanan baru.

1. Pengelola Grand Maerakaca cerita bagaimana menyikapi saat terdampak COVID-19

Pengelola Taman Maerakaca Tolak Pengunjung Tak BermaskerDirektur PT PRPP Jawa Tengah, Titah Listyorini menjadi pembicara di Bimtek Program Penerapan Cleanliness, Healthy, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) bagi Komunitas Pegiat Wisata Kota Semarang di Hotel Grasia Semarang, Senin (23/11/2020). IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

Seperti yang dilakukan PT PRPP Jawa Tengah sebagai pengelola Grand Maerakaca. Ketika pemerintah mulai mengizinkan objek wisata kembali buka, pengelola langsung menangkap peluang itu dengan membenahi sarana prasarana sesuai protokol kesehatan COVID-19. 

Direktur PT PRPP Jawa Tengah, Titah Listyorini menceritakan, sejak pandemik menyerang selama tiga bulan Grand Maerakaca harus tutup. ‘’Selama tutup itu dampaknya banyak sekali bagi pengelola, terutama dari sisi ekonomi karena tidak ada pengunjung maka tidak ada pemasukan. Namun, kami tidak menyerah pada kondisi itu, kami memantau perkembangan COVID-19 dengan melihat kebiasaan atau adaptasi baru masyarakat selama pandemik,’’ ungkapnya saat menjadi pembicara di Bimtek Program Penerapan Cleanliness, Healthy, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) bagi Komunitas Pegiat Wisata Kota Semarang di Hotel Grasia Semarang, Senin (23/11/2020).

Pengelola objek wisata taman miniatur Jawa Tengah yang lokasinya tidak jauh dari Bandara Ahmad Yani Semarang itu menyiapkan sarana prasarana protokol kesehatan COVID-19. Bahkan, momen selama tutup dimanfaatkan dengan membangun spot foto baru dari lima negara bagi wisatawan di tengah pandemik bernama Lumina.

2. Pengelola objek wisata mengurus izin buka kembali dan mengajukan sertifikasi CHSE

Pengelola Taman Maerakaca Tolak Pengunjung Tak Bermaskerinstagram.com/seputarsemarang

‘’Ketika ada izin buka kami langsung mengurus syaratnya ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang untuk ditinjau. Kemudian, kami juga mengajukan Sertifikasi CHSE di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,’’ tuturnya. 

Sertifikasi CHSE ini dapat memberikan jaminan bahwa objek wisata tersebut layak dikunjungi oleh wisatawan pada masa pandemik. Sebab, sudah memenuhi standar protokol kesehatan yang komprehensif meliputi keamanan, kesehatan, dan kenyamanan bagi karyawan, lingkungan juga wisatawan. Kemudian, dengan mengantongi sertifikat CHSE akan membangun kepercayaan diri pengelola usaha.

‘’Namun, yang tak kalah penting bagi kami yaitu meningkatkan daya saing dari aspek produk, pelayanan dan pengelolaan,’’ imbuh Titah.

Baca Juga: Yuk, Kunjungi 5 Objek Wisata Petik Buah di Semarang dan Sekitarnya

3. Butuh usaha lebih untuk menyambut wisatawan di masa pandemik

Grand Maerakaca telah mengajukan sertifikasi tersebut dan resmi mengantongi sertifikat CHSE pada 9 November 2020. Kini mulai kebersihan hingga perilaku wisatawan yang berkunjung menjadi perhatian oleh pengelola.

Titah mengungkapkan, di area wisata seluas 23 hektar itu pihaknya menempatkan petugas yang selalu mengingatkan wisatawan yang tidak tertib protokol kesehatan. Pemeriksaan wisatawan yang mau berkunjung juga sudah dimulai sejak pintu masuk dengan thermogun dan wajib cuci tangan. Selain itu, pihaknya juga menempel tanda peringatan-peringatan untuk dibaca pengunjung dan memasang pengeras suara di sejumlah titik untuk peringatan kepada wisatawan.

‘’Ya, jadi memang butuh usaha lebih jika ingin berwisata di masa pandemik. Selain itu, kami juga tidak boleh capek untuk terus mengingatkan pengunjung untuk patuh pada protokol kesehatan, karena semangatnya disini adalah jangan sampai objek wisata menjadi klaster penyebaran COVID-19,’’ jelasnya. 

4. Pengelola Grand Maerakaca tolak pengunjung yang tak pakai masker

Pengelola Taman Maerakaca Tolak Pengunjung Tak BermaskerPiblicinsta.com

Dia pun menceritakan pernah menolak pengunjung yang tidak memakai masker saat ingin berkunjung ke Grand Maerakaca. ‘’Jadi, ada wisatawan mau masuk tapi tidak pakai. Dari pintu masuk sudah langsung kami tolak, tapi bapak-bapak ini tetap ingin masuk. Kami tawari masker karena kami juga menjual seharga Rp 3.000, tetap tidak mau pakai, akhirnya ya tetap tidak boleh masuk,’’ ujarnya. 

Semenjak buka pada bulan Juni dengan menerapkan protokol kesehatan di lokasi wisata, jumlah pengunjung mulai naik. Jika sebelum pandemik jumlah kunjungan wisatawan di angka 40ribu per bulan, kini setelah buka di masa pandemik dan adaptasi baru dengan penerapan protokol kesehatan ketat mulai tumbuh di angka 20ribu pengunjung di bulan Agustus, 32ribu di pengunjung di bulan September, dan 40ribu pengunjung di bulan Oktober.

Sementara itu, untuk mendorong pegiat wisata lain untuk bangkit melewati masa pandemik, Koordinator Pegiat Pariwisata Kota Semarang, Nurul Wahid berharap seluruh elemen wisata menyikapi positif pandemi ini.

“Setidaknya dengan positif thinking, imun tubuh akan meningkat dan mengurangi resiko penularan virus COVID-19,” terangnya.

5. Pegiat wisata di Semarang diminta kreatif membuat program di masa pandemik agar kembali bangkit

Setelah bersikap positif, ada baiknya pengelola melakukan kreasi program. Pasalnya, protokol kesehatan yang sudah dijalankan hanya merupakan build up standar, sehingga perlu ada kreasi pengembangan.

Dengan ada kreasi, maka akan muncul pembeda dan keunikan. Unik dan berbeda inilah yang dapat menjadikan diferensiasi produk sehingga sebuah destinasi wisata dapat dilihat dan dilirik calon pengunjung.

Setelah melakukan kreasi, dilanjutkan dengan inovasi produk. Langkah ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) bukanlah sebuah langkah ‘haram’ untuk diambil namun harus disesuaikan dengan nafas atau ruh serta karakter masing-masing destinasi wisata.

“Kreativitas sebuah daya tarik wisata di daerah lain boleh kok ditiru namun harus disesuaikan dengan karakter masing-masing. Jangan ditiru plek keteplek, namun dimodifikasi sesuai ruhnya, nafas yang akan dibawa pengelola,” tukasnya.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Toko Oleh-oleh di Semarang yang Wajib Dikunjungi

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya