Kisah Perawat di Semarang yang Pernah Terpapar COVID-19, Butuh Vaksin Teruji

Vaksin yang akan disuntikkan ke nakes harus lolos uji dulu

Semarang, IDN Times - Menjadi garda terdepan dalam penanganan COVID-19, tenaga kesehatan juga harus siap menjadi ‘garda terdepan’ atau yang berisiko tinggi terpapar virus corona. Apalagi saat ini penyebaran virus yang berasal dari Wuhan Tiongkok itu makin tak terkendali dan telah menelan korban meninggal, termasuk ratusan tenaga medis serta kesehatan.

1. Perawat RSUP Dr Kariadi, Ahmad Nuruddin terpapar COVID-19 karena kecapekan

Kisah Perawat di Semarang yang Pernah Terpapar COVID-19, Butuh Vaksin Terujiilustrasi tenaga kesehatan. ANTARA FOTO/Fauzan

Seorang perawat di RSUP Dr Kariadi Semarang Jawa Tengah, Ahmad Nuruddin (29) menjadi saksi sekaligus mengalami sendiri keganasan virus corona pada akhir tahun 2020 lalu. Dia terpapar saat bertugas merawat pasien yang terinfeksi COVID-19.

‘’Dalam kondisi kecapekan, habis kehujanan dan lupa makan, tubuh saya drop. Saya menderita demam dan tidak turun-turun, padahal sudah minum obat penurun demam dengan dosis tinggi. Saya periksa ke klinik katanya tidak ada apa-apa, tapi saat izin tidak masuk kerja ke kepala ruang perawatan saya malah diminta melakukan tes swab,’’ tuturnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (8/1/2021).

Lelaki yang akrab disapa Nurdin itu akhirnya dibawa ke IGD RSUP Dr Kariadi dan menjalani sejumlah tes, seperti foto thorax dan swab PCR. Setelah diketahui, dari hasil foto thorax terlihat bahwa dia menderita pneumonia.

Baca Juga: Duh! Pasien Positif COVID-19 di Semarang Tembus 1.023 Kasus 

2. Meski sudah memakai APD banyak tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19

Kisah Perawat di Semarang yang Pernah Terpapar COVID-19, Butuh Vaksin TerujiANTARA FOTO/Fauzan

‘’Pneumonia ini merupakan ciri khas orang yang terpapar COVID-19. Kemudian, saya dirawat di ruang khusus pasien probable sambil menunggu hasil swab, dan ketika hasil tes keluar baru diketahui saya positif COVID-19,’’ tuturnya yang bertugas di instalasi ICU pasien COVID-19 itu.

Nurdin menuturkan, dia tidak menyangka bakal terkena virus corona. Sebab, selama bertugas dia sudah menjalankan protokol kesehatan secara ketat antara lain menggunakan APD, memakai masker medis dobel, dan selalu mandi keramas setelah bertugas merawat pasien.

‘’Saya menyadari pekerjaan ini sangat berisiko. Sebab, korbannya sudah banyak, bahkan teman sesama tenaga kesehatan pun juga banyak yang meninggal baik dokter, residen, dan perawat. Selain itu, saat saya positif COVID-19, keluarga saya juga tertular mulai dari istri, ibu, adik, dan anak saya yang berusia 4 bulan,’’ ujarnya.

3. Nuruddin bersyukur vaksin sudah datang

Kisah Perawat di Semarang yang Pernah Terpapar COVID-19, Butuh Vaksin TerujiKondisi penyimpanan vaksin Sinovac di gudang Dinkes Semarang. Dok Humas Pemprov Jateng

Dalam kondisi seperti ini, kedatangan vaksin digadang-gadang bisa menjadi solusi untuk menekan kasus positif COVID-19 di negeri ini. Bahkan, pemerintah juga sudah mendistribusikan ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk ke Kota Semarang Jawa Tengah sebanyak 62.560 vaksin. Sesuai rencana, tenaga kesehatan mendapat prioritas pertama yang menerima vaksinasi.

Melihat para tenaga kesehatan bertaruh nyawa dan hanya berlindung pada APD serta masker saat bertugas menangani pasien COVID-19, Nurdin sangat bersyukur jika teman sesama profesinya bisa segera divaksinasi.

‘’Kalau memang vaksinnya sudah teruji dan aman untuk manusia saya sangat bersyukur. Sebab, ini akan melindungi tenaga kesehatan yang sering kontak dengan pasien. Apalagi, kalau mereka sering berkontak dengan pasien COVID-19 atau pasien yang ternyata positif dengan status orang tanpa gejala (OTG),’’ tutur Nurdin yang sebelumnya bertugas di bagian perawatan Obgyn.

4. Masih banyak tenaga kesehatan yang ragu divaksinasi

Kisah Perawat di Semarang yang Pernah Terpapar COVID-19, Butuh Vaksin TerujiIlustrasi tenaga medis COVID-19. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Warga Kabupaten Demak itupun tidak menginginkan korban meninggal karena COVID-19 semakin banyak. ‘’Jadi intinya, untuk menekan penyebaran virus corona, vaksin yang disuntikkan harus layak dan memenuhi syarat, minimal sudah lolos uji klinis dari BPOM. Namun, kalau belum teruji mayoritas nakes masih fifty-fifty, sebab di berita ada orang habis divaksinasi reaksinya malah macam-macam, sehingga ini yang membuat teman-teman saya masih ragu,’’ jelasnya.

Kondisi ini bagaikan dilema, apalagi sekarang ini tren kasus COVID-19 terus meningkat. Rumah sakit penuh dan antrean untuk mendapatkan kamar perawatan juga panjang.

‘’Yang terjadi saat ini seperti itu di rumah sakit. Bahkan di instalasi ICU untuk pasien COVID-19 saya bertugas dari 14 tempat tidur kini akan dikembangkan menjadi 20 tempat tidur, karena antrean bisa mencapai 30 pasien. Sehingga, lebih baik para nakes harus mau divaksinasi untuk menjaga dan melindungi dirinya. Kalau ada apa-apa dengan vaksin yang disuntikkan ke nakes atau penerima itu tanggung jawab pemerintah,’’ katanya yang sudah 6 bulan bertugas di instalasi perawatan COVID-19.

5. Nurdin ajak tenaga kesehatan yang pernah terpapar COVID-19 untuk donor plasma konvalesen

Kisah Perawat di Semarang yang Pernah Terpapar COVID-19, Butuh Vaksin TerujiIlustrasi Rapid Test Plasma (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sebab, lanjut Nurdin, bertugas saat pandemik dan menangani pasien COVID-19 itu sangat berat. Risiko tetap ada meskipun sudah menggunakan APD. ‘’Saat memakai APD ini juga bisa mandi keringat, karena panas. Kemudian, bikin susah nafas sampai ngos-ngosan saat pakai APD dan harus memindahkan pasien dari ICU ke ruang perawatan isolasi,’’ imbuhnya.

Sementara itu, bagi para tenaga kesehatan maupun siapa saja yang sudah pernah terpapar COVID-19, Nurdin juga mengajak mereka untuk donor plasma jenis konvalesen. Donor ini merupakan salah satu terapi untuk membantu pasien COVID-19. Adapun, kriteria donor plasma konvalesen di antaranya, pernah sakit COVID-19, terinfeksi virus corona sampai dirawat di rumah sakit atau di rumah isolasi mandiri dengan gejala ringan sedang. Lalu, sudah swab evaluasi hasil dua kali negatif, tidak memiliki komorbit, pria usia 17-60 tahun, dan wanita belum pernah hamil.

‘’Donor plasma ini bisa dilakukan dua hingga tiga kali. Tidak boleh terus-menerus dan dengan jarak kurang lebih dua minggu. Selain itu, kita harus tetep di skrining dulu. Apakah titer antibodinya cukup atau tidak untuk donor,’’ tandas Nurdin.

Baca Juga: COVID-19 Kian Ganas, PMI Solo Kekurangan Pendonor Plasma Konvalesen

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya