Saat 108 Anak di Semarang Jadi Yatim Piatu Akibat COVID-19

Semarang, IDN Times - Pandemik COVID-19 tidak hanya memberikan kesedihan, tapi juga menyisakan kehilangan bagi keluarga yang ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Seperti yang dirasakan anak-anak usia dini di Kota Semarang. Mereka harus menjadi yatim piatu lantaran orangtuanya meninggal akibat virus corona.
1. Meisya dan Pancut jadi yatim piatu selepas ayahnya meninggal COVID-19
Meisya Rara Khairan Santoso (12 tahun) dan Muhammad Banta Raja Cut Santoso (19 tahun) adalah kakak beradik warga Dinar Elok Tembalang Semarang yang menjadi yatim piatu karena sang ayah meninggal dunia terpapar COVID-19 pada 16 Juli 2021 lalu. Mereka sebatang kara, sebab sang ibu juga terlebih dahulu pergi untuk selamanya akibat sakit komplikasi pada tahun 2018 silam.
"Sekarang tinggal berdua saja dengan adik. Kebetulan saya baru lulus SMK, kalau adik masih kelas 6 SD. Makanya sekarang masih cari-cari pekerjaan, buat menyambung hidup," ujar laki-laki yang akrab disapa Pancut itu, Senin (9/8/2021).
Kedua anak yatim piatu itu tak memiliki saudara dekat di Semarang karena keluarga besarnya berada di Aceh. Tanpa sanak saudara di dekat mereka, Meisya dan Pancut mencukupi kebutuhan sehari-hari dari sisa uang tabungan sang ayah yang merupakan pensiunan salah satu bank di Jawa tengah.
2. Pancut baru lulus SMK dan menjadi tulang punggung keluarga
Terkadang, sebagai bentuk simpati dan upaya program Jogo Tonggo, warga bergantian memberi kebutuhan pokok seperti beras.
"Kalau nasi kami masak sendiri, tapi lauknya beli," ujar Pancut saat dikunjungi Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu.
Pancut berbagi cerita dengan Mbak Ita, sapaan Wakil Wali Kota Semarang. Setelah lulus SMK Pelita Nusantara, ia berharap bisa segera mendapat pekerjaan untuk menyambung hidup.
"Pengennya bisa dicarikan pekerjaan bu. Kemarin, saya sudah mengajukan lamaran pekerjaan di Alfamart dan Indomaret terdekat, tapi belum ada informasi lagi, buat nyambung hidup," tuturnya.
Apalagi, tanggungjawab keluarga kini harus diemban Pancut, ia harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, hingga berbagai cicilan usai sang ayah meninggal.
"Sekarang ini masih harus bayar cicilan motor dan TV per bulan, juga buat bayar kekurangan ambil ijazah di SMK," keluhnya.
Baca Juga: Selama PPKM Darurat, 1.883 Orang Meninggal Akibat COVID-19 di Semarang
3. Tiffani hidup sebatang kara kehilangan kedua orangtuanya
Editor’s picks
Senasib dengan Pancut dan Meisya, Tiffani juga kehilangan orangtua yang meninggal karena COVID-19. Salah satu anak warga di Rumah Susun Karangroto Banjardowo Genuk itu ditinggal kedua orang tuanya untuk selamanya karena COVID-19.
Kisah itu diunggah oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi di akun Instagram @HendrarPrihadi, Sabtu (7/8/2021). Dalam unggahannya, Hendi yang sedang mengunjungi Tiffani mengatakan sangat prihatin dengan kondisi yang dialami bocah perempuan itu.
Kala bertemu Tiffani yang saat ini tinggal bersama neneknya itu, Hendi pun menegaskan akan berupaya untuk bisa mendukung keperluan kesehatan dan pendidikan Tiffani ke depan. Tak lupa, ia juga berpesan agar Tiffani dapat tetap semangat untuk menjadi pribadi yang pintar dan sukses.
"Tiffani, perjalanan masih jauh. Maka satu-satunya cara kamu harus pintar, sehingga kemudian kamu bisa membahagiakan eyangmu. Kita pokoknya siap back up," tutur Hendi kepada Tiffani yang didampingi neneknya.
4. Pemkot Semarang ajak masyarakat menjaga anak-anak korban COVID-19
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang berkomitmen untuk melindungi dan membantu anak-anak yang kehilangan orang tua karena COVID-19.
‘’Mari berbagi kepedulian bila di wilayah panjenengan ada yang mengalami hal serupa. Saya mohon ayo kita bersama-sama saling menjaga. Jangan sampai terus bermunculan Tiffani lain," ujarnya.
Demikian juga, Wakil Wali Kota Semarang, Ita yang lantas meminta RW setempat mendata keperluan dari dua yatim piatu, Meisya dan Pancut.
"Saya akan bantu bayar cicilan, bantu pembayaran ijazah dan untuk keperluan sehari-hari. Kita perlu support mereka, apalagi si sulung ini kan baru lulus SMK dan butuh bantuan untuk mengambil ijazah, serta juga kesulitan mencari pekerjaan," ujar Ita.
5. Sebanyak 108 anak usia dini kehilangan orangtua karena COVID-19
Ita menjelaskan, selama ini mereka berdua tidak tahu bagaimana sang ayah mengelola keuangan, sehingga mereka harus hidup mandiri mengandalkan uang simpanan yang ada dibantu warga sekitar.
"Tugas kita adalah membantu meringankan beban mereka, membantu mencarikan pekerjaan, tadi juga pak Camat Tembalang siap membantu mencukupi kebutuhan mereka per bulan, saling support ini yang dibutuhkan supaya anak-anak ini hidup mandiri seperti anak lainnya," katanya.
Berdasarkan data Pemkot Semarang, tercatat tak kurang dari 108 anak usia dini yang kehilangan orangtua akibat COVID-19, baik ayah, ibu, maupun keduanya. Data terbanyak yang berhasil dihimpun terdapat di Kecamatan Banyumanik sebanyak 28 anak, kemudian Kecamatan Genuk sebanyak 21 anak, dan Kecamatan Gajahmungkur sebanyak 20 anak.
Baca Juga: 6 Tips Ajak Anak-Anak Mengenal COVID-19, Ortu Wajib Jadi Teladan