UU Cipta Kerja Berdampak Tata Kelola Laut dan Kesejahteraan Nelayan

Omnibus Law, laut Indonesia terancam 'dijajah' kapal asing

Semarang, IDN Times - Pengesahan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tidak hanya merugikan buruh tetapi juga masyarakat pesisir termasuk nelayan. Mereka khawatir UU tersebut akan berimplikasi banyak pada tata kelola wilayah laut hingga kesejahteraan nelayan.

1. UU Cipta Kerja sudah menjadi pro kontra di kalangan masyarakat pesisir

UU Cipta Kerja Berdampak Tata Kelola Laut dan Kesejahteraan NelayanNelayan Pulau Kodingareng menolak kapal penambang pasir beroperasi. Dok. Walhi Sulsel

Ketua DPP Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI), Riyono, mengatakan sejak diajukan oleh Presiden bulan Februari 2020 lalu, UU tersebtu sudah menjadi pro kontra di kalangan aktivis nelayan dan perikanan, akademisi hingga organisasi profesi keilmuan di bidang kelautan. 

"Hal itu karena sampai sekarang dokumen resmi UU Cipta Kerja sulit diakses oleh publik. Bahkan, DPR mengakui setelah disahkan masih ada yang difinalisasi atau dirapikan. Ini tentu sangat mengkhawatirkan bagi nelayan dan masyarakat pesisir," ungkapnya dalam keterangan resmi melalui pesan WhatsApp yang diterima IDN Times, Jumat (9/10/2020).

Baca Juga: Demo Diduga Ditunggangi, Ratusan Penolak UU Cipta Kerja Ditangkap

2. Nelayan kecil dan tradisional semakin sengsara hanya mengandalkan tangkap ikan

UU Cipta Kerja Berdampak Tata Kelola Laut dan Kesejahteraan NelayanAnak nelayan di Maros menggunakan sampan ikut tes di Mako Lantamal VI Makassar. IDN Times/Lantamal VI Makassar

Omnibus Law UU Cipta Kerja itu, lanjut Riyono, pertama bakal berimplikasi kepada tata kelola wilayah laut, kesejahteraan nelayan, dan kedaulatan negara di laut Indonesia. 

"Dalam draf final tim perumus Badan Legislasi DPR RI sebagai bahan akhir menuju pengambilan putusan tingkat satu dijelaskan bahwa status nelayan kecil sudah tidak berbasis kepemilikan kapal yang memiliki maksimal 10 GT (red: gross tonnage), melainkan hanya kegiatan tangkap ikan. Bahkan, definisi nelayan semakin kabur karena bersifat umum atau nelayan tradisional dan kecil akan semakin sengsara," jelas Riyono. 

Isu lain yang krusial adalah kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (ZWP3K) bisa diambil alih oleh pusat dengan berlindung pada proyek strategis nasional (PSN).

"Ini jelas sangat merugikan daerah dan mengancam kelestarian wilayah pesisir, sumber daya alam, berpotensi merusak laut kita dan pasti nelayan akan semakin susah," tuturnya. 

3. Ruang laut dapat dikuasai kapal asing

UU Cipta Kerja Berdampak Tata Kelola Laut dan Kesejahteraan NelayanPixabay/JACLOU-DL

Omnibus Law UU Cipta Kerja juga memberikan ruang laut untuk dikuasai kapal asing.

Pasalnya, dalam UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan disebutkan bahwa kapal berbendera asing harus menggunakan ABK (Anak Buah Kapal) dalam negeri minimal 70 persen. Sementara dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja pasal tersebut dihapuskan. Laut di ZEEI bisa semakin sulit mengontrol. 

ANNI mengkhawatirkan operasi penangkapan ikan asing di Zona Ekslusif Ekonomi (ZEE) Indonesia akan kembali melanggar zona tangkap kapal dalam negeri dan nelayan lokal. Selain itu, penangkapan ikan skala besar pun dikhawatirkan akan mematikan usaha penangkapan ikan rakyat yang kini sedang tumbuh dengan modal dan kekuatan sendiri

"Empat alasan di atas membuat kehidupan nelayan semakin sulit kehidupannya dan bahkan akan sulit menemukan nelayan kecil atau tradisional di laut karena ruang laut bisa jadi dikuasai oleh pengusaha dan investor asing yang berlindung dibalik UU Cipta Kerja," tandasnya. 

Baca Juga: UU Omnibus Law Disahkan, LP3ES: Pemerintah Otoriter, Meniru Gaya Orba

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya