Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic Park

Satu-satunya hutan hujan tropis yang tersisa di Pulau Jawa

Tingkat keterancaman hutan Petungkriyono tinggi karena berada di luar kawasan konservasi. KEE menjadi salah satu upaya melindungi salah satu hutan hujan tropis yang tersisa di Pulau Jawa karena kebermanfaatannya dirasakan secara nyata, baik manusia, flora fauna, juga lingkungan.

Pekalongan, IDN Times - Bagi penikmat box office, pastinya sudah tidak asing dengan film Jurassic Park. Film layar lebar karya Steven Spielberg berdurasi 127 menit itu dirilis pada 1993.

Mengangkat genre fiksi ilmiah, film Jurassic Park sukses menyabet 3 penghargaan Academy Award atau Piala Oscar pada 1994 untuk kategori Efek Visual Terbaik, Tata Suara Terbaik, dan Penyuntingan Suara Terbaik. Film tersebut diputar kembali di Amerika Serikat pada Juni 2020 .

Banyak adegan petualangan di alam terbuka pada film Jurassic Park. Seperti melewati pohon-pohon besar menjulang tinggi, dengan beragam tanaman khas serta hawa sejuk alami bak kawasan hutan hujan tropis yang masih asli. Suasana seperti itu tidak jauh berbeda dengan hutan Petungkriyono di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Lokasi hutan tersebut berada di sisi Selatan dari Kota Kajen--sebagai ibu kota kabupaten--sekitar 34 kilometer. Ketinggian hutan Petungkriyono mencapai 500--1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan masuk dalam bentang kawasan Pegunungan Dieng.

1. Aksi deforestasi masih terjadi di hutan Pekalongan

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkHutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. (IDN Times/Dhana Kencana)

Global Forest Watch (GFW) menganalisis kondisi hutan secara keseluruhan di Kabupaten Pekalongan. Melalui kajian berdasarkan kecerdasan buatan (AI), hingga April 2021 terdapat 8,70 kilohektare (kha) hutan primer yang membentang atau sekitar 9,7 persen dari luas daratan di kabupaten itu. Hutan primer tersebut merupakan hutan hujan tropis lembab yang masih asli, belum sepenuhnya dibuka dan tumbuh secara alamiah. Salah satu diantaranya adalah hutan Petungkriyono.

Sepanjang tahun 2020, GFW mencatat hutan tersebut kehilangan 4,12 hektare atau setara dengan 2,10 kiloton (kt) emisi karbon dioksida (CO₂).

Kemudian dalam kurun waktu 18 tahun terakhir atau sejak 2002 sampai 2020, di Kabupaten Pekalongan sudah kehilangan 50 ha wilayah hutan hujan tropis. Pada periode yang sama tersebut, luasan hutan hujan tropis menurun 0,58 persen.

Adapun sejak 2001-2020, tutupan pohon yang hilang di kabupaten tersebut berjumlah 2,32 kha atau setara dengan 1,14 juta ton emisi CO₂. Masih dalam waktu itu, sebanyak 1,14 juta ton CO₂ atau setara 56,9 kt per tahun telah dilepaskan ke atmosfer sebagai dampak dari hilangnya tutupan pohon.

GFW memberikan uraian bahwa hilangnya tutupan pohon (tree cover loss) tersebut terjadi karena berbagai faktor. Seperti deforestasi, kebakaran, dan penebangan yang dilakukan secara berkelanjutan. Sebab, dalam hutan yang dikelola secara lestari, hilangnya tutupan pohon karena penebangan yang berkelanjutan justru memberikan manfaat karena pohon-pohon yang berusia muda dapat menjadi besar membentuk atap atau kanopi hutan.

Alat Global Land Analysis and Discovery (GLAD) yang dikembangkan oleh University of Maryland dan Google melaporkan aksi deforestasi yang masih terjadi pada 3 bulan awal tahun 2021 di Kabupaten Pekalongan. GLAD mendeteksi gangguan hutan tersebut menggunakan citra Landsat setiap minggu pada resolusi 30 meter. Sedikitnya ada dua kali peringatan dari GLAD yaitu pada Minggu, 22 Februari 2021 (8 peringatan) dan Minggu, 15 Maret 2021 (64 peringatan).

Dari sejarahnya, Hutan Petungkriyono menjadi salah satu prototipe hutan hujan tropis dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Jawa. Administratur KPH Pekalongan Timur, Didiet Widhy Hidayat menyebut kondisi hutan tersebut sudah cukup baik dari sisi vegetasi maupun biofisik. Tetapi, ia tidak menampik historis hutan itu pernah terganggu akibat aksi ilegal.

"Sudah boleh dikatakan hampir mendekati nihil (aksi perusakan hutan), artinya sampai saat ini kami sebagai pengelola tidak lagi mendapati laporan atau menemukan hal-hal seperti pembalakan liar, eksploitasi satwa kemudian kerusakan-kerusakan alam. Malah sebaliknya masyarakat sadar bahwa (hutan) Petungkriyono harus dipertahankan sebagai salah satu ekosistem yang penting di Pulau Jawa, representasi hutan hujan tropis dataran rendah yang masih asri," ujarnya ketika ditemui IDN Times di kantornya Jalan Jenderal Sudirman Nomor 21 Podosugih Kota Pekalongan, 11 November 2020.

2. Keanekaragaman hayati hutan Petungkriyono terjaga dengan baik

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkSejumlah burung beterbangan pada pagi hari di kawasan hutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. IDN Times/Dhana Kencana

Suasana sejuk tutupan pohon yang membentuk tajuk atau kanopi menjadi suguhan ketika IDN Times berkesempatan menyambangi hutan Petungkriyono pada Oktober 2020, November 2020, dan Februari 2021.

Lantunan kicau burung saling bersahutan di antara pepohonan yang rapat setiap pagi hari. Termasuk suara lantang burung yang dilindungi di hutan tersebut, yakni Elang Jawa (Nisaetus bartelsi).

Sepanjang jalan menelusuri hutan, jika beruntung bisa bertemu dengan beberapa primata endemik. Seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan Surili atau Rekrekan (Presbytis comata). Selain itu masih banyak Kupu-kupu dan Capung yang terbang dan hinggap bebas dari tanaman satu ke yang lain.

"Masih ada Capung sebagai indikator udara dan air bersih. Rantai makanan masih lengkap ada di hutan Petungkriyono dan itu menjadi indikasi bahwa habitat satwa masih terjaga dengan baik. Di sana masih sering ditemukan Elang Jawa yang dalam piramida makanan sebagai jaring makanan tertinggi. Elang membutuhkan rantai makanan berikutnya seperti ular, tikus, ayam hutan. Juga flora seperti Kantong Semar (Nepenthes sp), tanaman Pakis hutan, dan tanaman aren yang alami," imbuh Didiet.

Pohon-pohon menjulang tinggi dengan pemandangan serba hijau tanaman paku-pakuan, paku dan epifit tidak kalah memanjakan mata sepanjang perjalanan melintasi hutan tersebut. Hawa adem gemericik air terjun yang mengalir dari tebing perbukitan sepanjang jalan, menambah kemolekan alam kawasan hutan Petungkriyono.

Vegetasi pohon di hutan tersebut cukup beragam, mulai dari yang berukuran kecil sampai besar, seperti herba, epifit, perayap, pemanjat, dan semak-semak tumbuh di pohon-pohon tersebut. Sebagian besar dari mereka merupakan habitus tumbuhan jenis pemanjat, yaitu pepohonan penahan dengan ketinggian yang merata dan memiliki batang pohon dengan lapisan yang licin serta berdaun lebar.

Baca Juga: 12 Potret Konservasi Hutan Hujan Tropis di Pekalongan dengan Kopi Owa

3. Hutan Petungkriyono yang berada di luar kawasan konservasi

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkPermukiman masyarakat di antara hutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. (IDN Times/Dhana Kencana)

Hutan Petungkriyono merupakan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Perhutani yang pengelolaannya dibawah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pekalongan Timur melalui Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Doro. KPH Pekalongan Timur menjadi salah satu dari 20 KPH di Jawa Tengah dan 57 yang ada di seluruh Pulau Jawa.

Merujuk data Perhutani per November 2020, luas hutan Petungkriyono mencapai 5.847,29 hektare (ha), yang sebagian besar wilayah merupakan hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan lindung (HL). Status hutan Petungkriyono berada di luar kawasan konservasi--baik kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam--.

Terdapat 9 desa di sekitar hutan Petungkriyono, diantaranya Desa Curug Muncar, Kayupuring, Gumelem, Tlogohendro, dan Tlogopakis.

"Ini hutan hujan tropis dataran rendah yang ada di Pulau Jawa, yang tersisa ya di Pekalongan di sini, di (hutan) Petungkriyono. Jadi ini spesial di antara lanskap pegunungan yang ada di bagian tengah Pulau Jawa," kata pakar primata (primatologist) yang juga sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Setiawan kepada IDN Times, 11 Februari 2021.

Peneliti Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Imam Widhiono dalam penelitiannya yang dirilis pada 2015 menyebut ada sekitar 253 spesies di Hutan Petungkriyono.

Menurutnya, ekologi hutan tersebut masih terjaga sampai saat ini seiring berkurangnya ancaman perburuan dan pembalakan yang terjadi sekitar tahun 1990an. Kondisi itu berdampak pada terpeliharanya keanekaragaman hayati hutan Petungkriyono, baik flora maupun fauna.

4. Keberadaan hutan Petungkriyono memberikan banyak manfaat

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkAliran sungai di hutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. IDN Times/Dhana Kencana

Wawan, sapaan akrab Arif Setiawan, menyatakan keberadaan hutan Petungkriyono memberikan manfaat tidak hanya bagi flora fauna, namun juga manusia dan lingkungan setempat. Seperti untuk penampungan air hujan sehingga serapannya mampu menjaga tata air dan kesuburan tanah dan penyumbang oksigen sebagai sistem penyangga kehidupan manusia di wilayah Pekalongan dan sekitarnya. Bahkan, atmosfer hutan tersebut masih tetap stabil dan segar secara mikro maupun makro meskipun perubahan iklim masif terjadi saat ini.

Curah hujan serta kelembapan di Hutan Petungkriyono cukup tinggi dengan intensitas mencapai 34,8 milimeter (mm) per hari atau lebih dari 2000 mm per tahun-mengacu penelitian Imam Widhiono.

Keterjagaan air dan kerapatan pohon turut membuat hutan Petungkriyono berperan dalam mitigasi bencana hidrometeorologi, seperti erosi dan banjir. Akar pohon yang tumbuh mampu mengikat butiran tanah yang dapat mencegah air hujan tidak langsung jatuh ke permukaan tanah tetapi ke permukaan daun, sehingga terserap masuk ke tanah.

"Hutan Petungkriyono ini hutan hujan tropis khas vegetasi hutan dataran rendah dengan keragaman biodiversity spesies yang tinggi. Hutan tersebut merupakan kawasan tangkapan air pegunungan yang mempunyai fungsi hidrologis untuk daerah di bawahnya. Menjadi tangkapan hujan dan air kawasan pegunungan, termasuk penyedia air bersih. Hulu-hulu sungai di Pekalongan berasal dari hutan Petungkriyono yang mengalir dengan jumlah polutan yang ada sangat minim, masih sejuk dan segar," ujar Wawan.

5. Stratifikasi hutan Petungkriyono masih sempurna

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkHutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. (IDN Times/Dhana Kencana)

Schmidt dan Ferguson dalam laporannya berjudul Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea yang dirilis pada 1951, menyebut jika curah hujan hutan dataran rendah yang mencapai 2.500--3.000 mm per tahun membuat pepohonan rapat dan lebat, seperti yang terjadi hutan Petungkriyono. Pohon di hutan tersebut memiliki kekhasan berupa ukuran yang besar dengan rata-rata diameter lebih dari satu meter dan tinggi pohon pencuat (emergent) mencapai 70 meter.

Wawan yang juga pendiri Swaraowa menjelaskan, tajuk pohon di hutan Petungkriyono mencapai tiga lapisan, yaitu lapisan tinggi, lapisan kanopi, dan lapisan tajuk bawah.

Lapisan tinggi disebut juga sebagai kanopi hutan, muncul di berbagai tempat dan menonjol pada bagian paling atas atap tajuk. Emergent tumbuh secara bergerombol dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Pohon-pohon tersebut mempunyai batang bebas dengan cabang lebih dari 30 meter serta diameter atau lingkar batang mencapai 4,5 meter.

Kemudian, lapisan kanopi hutan dengan rata-rata tinggi pohon mencapai 24--36 meter. Lalu, lapisan tajuk bawah yang disusun pepohonan muda yang proses pertumbuhannya tertekan, juga pohon-pohon yang tumbuh bertahan di bawah naungan atau tegakan hutan.

Selain ketiga lapisan tersebut juga terdapat lapisan vegetasi penutup tanah dan lapisan semak, yang terbentuk akibat kondisi lantai hutan yang kekurangan cahaya Matahari. Tidak banyak tanaman yang mampu tumbuh dan dapat bertahan hidup di kedua lapisan tersebut, semacam liana-yang dikenal sebagai tumbuhan pemanjat tumbuh dengan cara melilit pada batang pohon atau dapat mengait ke cabang hingga mencapai atap tajuk.

Kondisi itu menunjukkan stratifikasi hutan Petungkriyono mulai dari tanaman paling bawah--tumbuhan perdu sampai dengan tajuk strata teratas--masih sempurna, hingga tiang dan ukuran pohon yang dijumpai cukup lengkap dengan tajuk yang menutup sehingga aspek ekologis hutan tersebut masih terjaga.

"Salah satu indikasi kelestarian atau keaslian dari hutan hujan tropis dataran rendah adalah masih banyak dijumpai tanaman Pakis, tanaman Aren (Arenga pinnata) yang sudah mulai langka. Tapi (tanaman-tanaman) itu masih bisa ditemukan di (hutan) Petungkriyono. Jenis pohon buah yang menjadi salah satu pakan bagi Owa Jawa, Lutung, Rekrekan, dan habitat burung masih tersedia sehingga secara ekologis (hutan Petungkriyono) menjadi sumber hidup habitat bagi satwa," kata Didiet.

Hutan Petungkriyono turut andil besar menyuburkan tanah karena kawasan tersebut terdapat banyak daun pohon yang gugur jatuh ke tanah dan terurai menjadi humus. Humus menyuburkan tanah sehingga menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan karena tanaman seperti kopi, durian, dan aren menjadi sumber perekonomian mereka.

"Sebenarnya (hutan Petungkriyono) ini kawasan penting untuk life-support system keberlangsungan jangka panjang siapa pun yang ada di sekitar wilayah tersebut. Karena hutan nilai manfaatnya banyak sekali, khususnya untuk jasa lingkungan (ecosystem services). Seperti aren, kopi, kemudian durian, itu hasil hutan bukan kayu yang bisa dimanfaatkan untuk livelihood juga peningkatan perekonomian masyarakat setempat. Jasa lingkungan airnya bisa dimanfaatkan untuk tenaga listrik," jelas Wawan.

Baca Juga: 12 Potret Hutan Hujan Tropis yang Tersisa di Pulau Jawa

6. Pengelolaan hutan menggunakan model kemitraan

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkAliran sungai di hutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. IDN Times/Dhana Kencana

Perhutani menjalankan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam memangku hutan Petungkriyono sehingga sumberdaya hutan agar lebih akomodatif, partisipatif, dan fleksibel sehingga tingkat kepedulian serta rasa tanggung jawab sosial dapat meningkat. Hal itu berkontribusi pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga hutan tetap lestari dan masyarakat setempat menjadi mandiri, sebagaimana diatur dalam dasar pengelolaan hutan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perhutani.

PHBM merupakan sistem pengelolaan hutan kolaborasi dan sinergi dengan Perhutani serta masyarakat di sekitar hutan atau para pihak yang berkepentingan untuk keberlanjutan fungsi juga manfaat sumber daya hutan sehingga optimal. Pengelolaan hutan berbasis PHBM mencakup tiga fungsi--ekologi, ekonomi, dan sosial--dengan model kemitraan melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

"Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dan penanganan biodiversity menjadi bagian tidak terpisahkan dari sumber daya hutan. Pengelolaan sumber daya hutan selalu diintegrasikan dengan kelestarian lingkungan hidup. Dari tiga pilar fungsi tersebut, kami (Perhutani) mendapatkan amanah sehingga kebermanfaatan hutan bisa dirasakan secara nyata," tutur Didiet.

LMDH sudah ada sejak tahun 2000 di setiap desa, termasuk 9 desa di wilayah hutan Petungkriyono. LMDH mempunyai hak kelola petak hutan pangkuan--kawasan hutan negara yang secara administratif masuk wilayah desa--di tempat LMDH berada, bekerjasama dengan Perhutani sehingga mendapatkan bagi hasil dari kerjasama tersebut.

"Kondisi saat ini sudah sehat dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, bisa berjalan seirama sehingga fungsi-fungsi tersebut dirasakan manfaatnya oleh semua pihak khususnya masyarakat desa di hutan Petungkriyono. Kebermanfaatan hutan sudah mereka rasakan dan secara pola pikir sudah sadar juga berubah dari eksploitatif menjadi konservatif," imbuhnya.

7. Tingkat keterancaman hutan Petungkriyono tinggi

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkPemantauan SPL Perhutani di aliran sungai hutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. IDN Times/Dhana Kencana

Hutan Petungkriyono menjadi hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi atau High Conservation Value Forest (HCVF) berdasarkan sertifikat dari Forest Stewardship Council (FSC). Penilaian HCVF didasarkan pada enam hal, meliputi:

  • Wilayah hutan mengandung konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati penting secara global
  • Wilayah hutan yang mempunyai bentang alam hutan luas yang dianggap penting secara global
  • Wilayah hutan memiliki tipe ekosistem unik yang langka, terancam atau hampir punah
  • Wilayah hutan menyediakan jasa-jasa lingkungan dalam situasi kritis
  • Wilayah hutan sebagai sumber kehidupan dasar bagi masyarakat lokal
  • Wilayah hutan sebagai identitas budaya.

Walaupun sebagai HCVF, hutan Petungkriyono berada di luar kawasan konservasi--Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA), atau Taman Buru (TB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2011 Jo PP 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam--. Kondisi tersebut membuat tingkat keterancaman hutan cukup tinggi.

"Hutan Petungkriyono berada di luar kawasan konservasi, sehingga pengawasannya tidak bisa seketat yang ada di dalam kawasan konservasi, ada ranger-nya, undang-undangnya jelas, sehingga proteksinya lebih terukur. Kalau di sini peran masyarakat dilibatkan juga dalam menjaga hutan karena keterancamannya cukup tinggi," aku Wawan, yang termasuk anggota Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) Primate Specialist Group (PSG) Section on Small Apes (SSA).

Adapun Perhutani sebagai pengelola telah memberikan informasi larangan berburu flora fauna di sejumlah titik di hutan Petungkriyono, sebagai bagian dari pengawasan. Termasuk kontrol ekosistem dan vegetasi yang rutin dilakukan secara tahunan melalui penetapan Stasiun Pemantauan Lingkungan (SPL)--untuk memonitor curah hujan, dampak erosi, serta keanekaragaman satwa--di beberapa transek sehingga tingkat keterancaman hutan Petungkriyono dapat terus terpantau.

SPL menjadi kunci dalam pengamanan hutan sekaligus mempertahankan fungsi hutan secara hidrologi, sistem penyangga, dan lingkungan hidup.

"SPL curah hujan dari hasil pemantauan intensitas lebih tinggi tahun 2020 dibandingkan 2019. Sementara untuk biodiversity tidak terlalu banyak berubah karena di lapangan jenis-jenis satwa yang ditemukan itu-itu saja, tidak ada ekspansi hampir tidak terlalu jauh dan sama. Kalau kondisi hutan, pengelolaannya sudah bagus, dalam tiga tahun terakhir," terang Kasi Sumber Daya Hutan KPH Pekalongan Timur, Sri Sulistyowati kepada IDN Times.

8. KEE menjadi jalan peningkatan status konservasi hutan Petungkriyono

Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic ParkTanaman yang tumbuh di hutan hujan tropis Petungkriyono di Pekalongan. IDN Times/Dhana Kencana

Atas kondisi tersebut, status konservasi hutan Petungkriyono dinaikkan melalui pembentukan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) sehingga nantinya menjadi national nature heritage park. Hal itu mengacu usulan Gubernur Jawa Tengah pada 2020, sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.67/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2018 Kepada 33 Gubernur Pemerintah Daerah Provinsi.

KEE berperan penting melindungi keanekaragaman hayati--baik ekosistem, spesies, dan keanekaragaman genetik--. Adapun dalam penerapan KEE melibatkan sejumlah stakeholder dan pemerintah, baik pusat dan daerah.

"KEE menjadi inovasi dan upaya kolaboratif pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Sebab memerlukan sebuah upaya manajemen kolaboratif untuk kawasan di (hutan Petungkriyono) sini dan menjadi tugas bersama multipihak untuk bersama-sama menjaga hutan, sebagai bagian biosfer bumi. Dengan menjaga hutan, kebermanfaatannya bisa berkelanjutan untuk anak cucu kedepan," tutur Wawan.

Luasan yang diusulkan pada KEE berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Jawa Tengah mencapai 7.400 hektare yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Sebanyak 12 desa-10 di sekitar hutan Petungkriyono-akan menjadi daerah penyangga konservasi.

Pembatasan zonasi juga dikembangkan dalam KEE untuk wilayah mana saja yang dapat digunakan atau boleh diakses masyarakat, serta yang tidak boleh sama sekali.

"Nilai konservasinya akan dinaikkan. Dengan KEE tidak hanya Perhutani yang memperhatikan pengelolaan hutan Petungkriyono, juga banyak stakeholder yang terlibat. Dengan pagar atau koridor melestarikan kondisi hutan, tidak an-sich (red: dengan sendirinya), sehingga konservasi dapat berjalan maksimal. Dengan KEE, tidak merubah status kepemilikan hutan," ungkap Didiet.

Ia mengajak semua pihak diminta sadar dan peduli atas kondisi hutan Petungkriyono karena memberikan banyak manfaat untuk kemanusiaan dan lingkungan termasuk masih banyak potensi yang belum digali, plasma nutfah yang belum diketahui fungsi dan kegunaannya tersimpan di hutan tersebut.

Tasuri, warga Dusun Sokokembang, Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono menyambut baik inisiasi KEE di hutan Petungkriyono. Ia yang juga mantan pemburu menyatakan bahwa tugas dalam menjaga hutan tersebut tidak hanya oleh masyarakat setempat melainkan seluruh pihak dan masyarakat.

"Hutan ini untuk masa depan. Bukan satu atau dua orang saja, apalagi dari wilayah Petungkriyono saja yang menjaga. Orang kota juga harus peduli, semua harus merawatnya. Jangan buang sampah, berburu, juga merusak. Harus berubah perilaku dan juga hatinya. Apalagi (hutan Petungkriono) ini di luar kawasan konservasi. Kalau hutan ini rusak, bisa longsor, banjir, bencana juga," tegasnya ketika ditemui di rumahnya.

 

Liputan ini didukung Pulitzer Center melalui program Rainforest Journalism Fund.

Baca Juga: Kopi Owa, Solusi Mapan Konservasi Hutan Hujan Tropis di Pekalongan

https://www.youtube.com/embed/MpeHuqn4D2M

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya