Posyandu Remaja, Sarana Penting Memutus Siklus Stunting

Bagian kolaborasi intervensi sensitif dan spesifik

"Siapa yang tahu bagaimana cara mencuci tangan yang bersih dan benar?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Ayu dan beberapa anak langsung mengacung. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh Bidan Vita sore itu.

Ayu pun terpilih untuk maju menjawab dan mempraktikannya. Dan, jawaban tersebut benar. 

Perasaan Ayu bertambah girang karena ia mendapatkan hadiah dari Bidan Vita. "Hore!" teriaknya.

Posyandu Remaja, Sarana Penting Memutus Siklus StuntingEdukasi kesehatan mengenai PHBS saat kegiatan Posyandu Remaja di Rusun Pekunden, Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Keseruan itu merupakan bagian kecil dari rangkaian kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Remaja yang diadakan di kompleks Rumah Susun (Rusun) Pekunden, Kelurahan Miroto, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Posyandu Remaja mulai ada sejak tahun 2019 dan diadakan setiap satu bulan sekali.

Ayu selalu antusias dan aktif mengikuti Posyandu Remaja dalam satu tahun terakhir. Ia bersyukur mendapatkan banyak pengetahuan dan perkembangan terkini soal kesehatan anak berusia 10--19 tahun dari keikutsertaannya di Posyandu Remaja. Misalnya mengenai Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS).

"Banyak ilmu soal kesehatan yang diberikan saat Posyandu Remaja. Karena biasanya remaja kan sering tidak peduli soal kesehatan karena menganggapnya masih muda. Padahal tahu soal kesehatan penting sekali, untuk bekal kita juga ke depan dan kelak menjadi orangtua," aku perempuan yang berusia 13 tahun itu.

Posyandu Remaja, Sarana Penting Memutus Siklus StuntingPemantauan kesehatan saat kegiatan Posyandu Remaja di Rusun Pekunden, Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Aktivitas di Posyandu Remaja mirip dengan Posyandu Balita pada umumnya. Keduanya merupakan pengejawantahan dari program Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang berjalan melalui pemberdayaan masyarakat oleh Forum Kesehatan Kelurahan (FKK) setempat. 

Kegiatan di Posyandu Remaja bersifat promotif dan preventif. Para remaja yang mengikuti mendapatkan edukasi Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), konseling gizi, kesehatan reproduksi remaja, kesehatan fisik dan mental. Kemudian, mereka juga mendapatkan pengetahuan mengenai pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza), Penyakit Tidak Menular (PTM), hingga penyuluhan mengenai pencegahan kekerasan pada remaja dan pernikahan dini.

Kegiatan-kegiatan tersebut saling terintegrasi karena tujuan utamanya untuk menanggulangi tengkes (stunting) sejak usia remaja. Pasalnya, remaja menjadi salah satu sasaran penting dalam program percepatan penurunan stunting, melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.

Intervensi tersebut tidak hanya dimulai sejak ibu hamil, melainkan sejak remaja, sebelum mereka menikah. Hal itu telah diamanatkan dalam Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Kota Semarang.

Beleid tersebut tidak lepas dari Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 34 Tahun 2019 tentang Percepatan Pencegahan Stunting di Jawa Tengah, yang menjadi turunannya.

Dalam pergub itu, intervensi gizi spesifik dengan sasaran remaja dilakukan melalui penyediaan layanan kesehatan reproduksi terpadu. Intervensi spesifik berkontribusi pada 30 persen penurunan angka stunting.

Kemudian, untuk intervensi gizi sensitif, dengan memberikan edukasi gizi serta kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja. Kontribusi intervensi tersebut mencapai 70 persen.

Implementasi dari kedua intervensi tersebut dilakukan melalui kegiatan Posyandu Remaja.

Posyandu Remaja, Sarana Penting Memutus Siklus StuntingPengukuran tinggi badan saat kegiatan Posyandu Remaja di Rusun Pekunden, Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Keberadaan Posyandu Remaja sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dari pemerintah, mampu menjangkau remaja secara langsung, untuk pengamatan maupun pemantauan (surveillance) kesehatan mereka. Selain itu, dapat meningkatkan literasi dan pemahaman remaja--sebagai calon orangtua di masa depan--akan gizi yang cukup, untuk memutus siklus stunting

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan, sebanyak 25,7 persen remaja berusia 13--15 tahun mengalami stunting. Hal serupa terjadi pada remaja berusia 16--18 tahun yang jumlahnya mencapai 26,9 persen.

Gizi yang tepat selama fase remaja diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Kondisi itu ikut memengaruhi kesehatan generasi ke depan.

Bidan Fita, yang juga Tenaga Kesehatan Puskesmas Miroto mengatakan, eksistensi remaja ikut berkontribusi dalam pembangunan daerah. Jika tidak tidak terkelola dengan baik, mereka justru menjadi penghambat pembangunan akibat berbagai permasalahan, terutama soal kesehatan.

Perempuan bernama lengkap Farida Prafitasari itu mencontohkan, remaja putri yang sehat akan siap menjadi wanita usia subur (WUS) yang sehat. Begitu pula, remaja laki-laki yang sehat juga akan memahami pentingnya gizi dan kesehatan untuk keluarga dan anak-anaknya kelak.

"Siklus kehidupan itu dimulai sejak usia remaja. Perempuan bisa menjadi seorang ibu yang akan mencetak generasi penerus yang berkualitas. Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja, akan berisiko punya anak kurang gizi (stunting). Anaknya kalau sudah dewasa akan mencontoh pola makan dari ibunya. Itu turun temurun dan terus berputar seperti siklus," katanya.

Kegiatan Posyandu Remaja di Rusun Pekunden, Kelurahan Miroto, Kecamatan Semarang Tengah berkontribusi pada penurunan angka stunting setempat. Kasus stunting di daerah tersebut selama kurun waktu satu tahun terakhir menunjukkan tren penurunan.

Hal itu terlihat dari faktor-faktor yang memengaruhi penurunan stunting, berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan soal Orientasi Hasil Survei Status Gizi Indonesia tahun 2023. Faktor tersebut salah satunya adalah konseling gizi yang dilakukan secara terpadu, antara lain melalui kegiatan Posyandu Remaja.

Tren kegiatan konseling gizi meningkat dalam kurun waktu satu tahun terakhir yang secara tidak langsung berdampak positif terhadap penurunan angka stunting.

"Remaja bisa menjadi agen perubahan. Mereka bisa sharing (berbagi cerita) ke keluarga, ke sanak saudara mengenai literasi kesehatan dan gizi dari yang mereka dapatkan di Posyandu Remaja. Hal itu bisa berkontribusi kepada penurunan kasus stunting, karena intervensi spesifik dan sensitif saling berhubungan," ujar Bidan Fita.

Posyandu Remaja, Sarana Penting Memutus Siklus StuntingEdukasi kesehatan mengenai PHBS saat kegiatan Posyandu Remaja di Rusun Pekunden, Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menyatakan, sosialisasi dan edukasi mengenai asupan gizi bagi remaja penting dilakukan, antara lain melalui kegiatan Posyandu Remaja.

Di posyandu tersebut, mereka juga akan saling berbagi informasi dari remaja lain sehingga menjadi lebih tahu dan peduli terhadap persoalan stunting.

Adapun, pendampingan untuk kegiatan Posyandu Remaja meliputi bidan atau tenaga kesehatan dari Puskesmas, kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan karang taruna setempat.

"Keberadaan Posyandu Remaja penting sekali perannya, apalagi di era saat ini. Remaja-remaja sangat perlu mendapatkan edukasi dan sosialisasi soal kesehatan dan gizi karena mereka rentan terpapar kegiatan seksual pranikah," ucap salah satu Kader PKK Kelurahan Miroto, Kasmini.

Ia menambahkan, Posyandu Remaja bisa menjadi benteng untuk menyelamatkan sekaligus mempersiapkan bonus demografi dengan sumber daya manusia produktif di tahun 2030.

"Jelas, sangat penting. Posyandu Remaja menjadi benteng untuk generasi muda. Jangan sampai nantinya, mereka yang menjadi generasi penerus justru merugi karena stunting, kurang gizi atau bermasalah kesehatannya. Pencegahan stunting itu jauh lebih efektif dibandingkan pengobatannya stunting," tutupnya.

Baca Juga: Mengunci Stunting Sejak Dini Demi Menghargai Hak Janin

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya