Training Leveling Sulap UMKM Rumahan Tidak Lagi Murahan

Omzet, aset, dan lapangan kerja bertumbuh

Pemanfaatan teknologi informasi di era kini menjadi sebuah keniscayaan bagi semua orang. Tidak terkecuali para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Penggunaan media sosial dan platform e-commerce (perdagangan elektronik) yang tersedia, mampu menjadi tools (sarana) untuk memajukan bisnis para pelaku UMKM. Lebih dari itu, dapat menjangkau lebih banyak pembeli sehingga meningkatkan pendapatan mereka.

Sayang, berdasarkan survei DSInnovate kepada 1.500 pelaku UMKM, sebanyak 30,9 persen dari para pelaku UMKM masih kesulitan untuk bertransformasi digital.

Training Leveling Sulap UMKM Rumahan Tidak Lagi MurahanPemilik UMKM Mlatiwangi, Yuli Muhawati (54) memilih bahan untuk pembuatan tas wanita di Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Dhana Kencana)

Yuli Muhawati merupakan satu dari mereka yang sulit mengadopsi teknologi digital ketika merintis usaha rumahan berjenama Mlatiwangi pada tahun 2014. Produknya sebagian besar adalah tas wanita berbahan baku serat alam, seperti daun pandan, daun pelepah pisang, dan eceng gondok. Contohnya, handbag, clutch, dan dompet. Harga jualnya mulai Rp100 ribu, tergantung ukuran, model, dan jenis tas.

Keterbatasan pengetahuan menjadi kendala Yuli memanfaatkan teknologi dan platform digital untuk pengembangan UMKM berbasis kerajinan tangan itu. Meski sempat memengaruhi kesehatan mentalnya, pengalaman pahit tersebut justru melecut semangat Yuli untuk tidak menyerah.

"Awalnya saya tidak tahu, bagaimana berjualan online. Bagaimana cara download aplikasi, daftarnya, cara berjualan, foto-fotonya juga. Blank, gak tahu sama sekali, gaptek (gagap teknologi). Sempat mikir, gimana ya caranya bisa berjualan online di internet," katanya sata bertemu IDN Times di tempat usahanya di Jalan Mlatiharjo Raya Tengah Nomor 14 Mlatibaru Semarang.

Tidak mau terjebak pada situasi yang sama, Yuli memberanikan diri mengikuti training (pelatihan) dan pendampingan yang diadakan oleh Balai Latihan Koperasi (Balatkop) UKM Jateng. Pelatihan pertama yang ia ikuti tahun 2019 itu bermaterikan digital marketing untuk pemasaran dan penguatan branding produk.

Pengetahuan Yuli soal pengembangan bisnis bertambah setelah mengikuti pelatihan. Bahkan tiga bulan sehabis pelatihan, penjualan tas Mlatiwangi meningkat karena materi yang diberikan up to date, berkaitan, dan mengikuti perkembangan zaman serta teknologi. Terlebih lagi, bisa langsung mempraktikannya dengan mudah.

"Contohnya pemanfaatan QRIS (pembayaran digital). Kelihatannya sepele, tapi penting untuk UMKM. Tidak hanya untuk keperluan transaksi dan manajemen keuangan, QRIS bisa menghindari kejahatan uang palsu saat berjualan, apalagi di pameran-pameran. Kan ribet kalau harus mengecek satu per satu uang tunai yang diterima dari pembeli kalau pas ramai, nanti pembeli malah tersinggung dan itu bagian dari trust. Lalu ada tips menggunakan media sosial dan e-commerce untuk berjualan, juga bagaimana membuat foto produk yang eye catching (menarik perhatian)," ujarnya.

Training Leveling Sulap UMKM Rumahan Tidak Lagi MurahanPemilik UMKM Mlatiwangi, Yuli Muhawati (kiri) melakukan sesi foto produk kerajinan tas wanita berbahan serat alam di rumahnya Mlatiharjo, Semarang, Jawa Tengah. Foto produk untuk promosi di media sosial mampu meningkatkan penjualan online UMKM rumahan yang dirintis tahun 2014 itu sehingga kini pembelinya tidak hanya dari dalam tetapi juga luar negeri seperti Belanda, Singapura, dan Jerman. (IDN Times/Dhana Kencana)

Kebermanfaatan pelatihan tersebut terasa saat pandemik COVID-19 melanda tahun 2020. Penggunaan media sosial untuk pemasaran dan branding produk tas Mlatiwangi membuat usaha Yuli makin eksis di tengah situasi yang serba pasti kala itu.

Yuli tak ingin berpuas diri. Berasa akan dampak positifnya, ia menjadi aktif mengikuti pelatihan dengan materi yang beragam dari Balatkop UKM Jateng. Mulai dari public speaking, legalitas usaha, hak cipta, hingga pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Terlebih, ia rela mengikutinya secara online saat pandemik COVID-19.

Yang terbaru, ibu tiga anak itu mengikuti pelatihan manajemen ekspor pada awal tahun 2022, yang membuat produknya meluas dan menembus pasar dalam dan luar negeri.

Pembelinya saat ini tidak lagi terbatas dari Kota Semarang, tetapi kota-kota besar di Indonesia. Seperti Jakarta, Denpasar Bali, dan Surabaya. Lalu, untuk mancanegara sudah menembus pasar di Malaysia, Singapura, Belanda, dan Jerman.

"Setiap bulan sekarang 10-an tas yang terjual dan hampir 80 persen lewat online. Sebelumnya, pernah sampai gak laku. Ikut pelatihan sangat menguatkan bagaimana strategi berjualan, apalagi secara online yang tanpa batas waktu dan tempat," ucap istri Budi Yuwono itu.

Menurut Yuli, pelatihan untuk UMKM yang diadakan oleh Balatkop UKM Jateng berbeda dengan lain karena dilakukan secara leveling (berjenjang). Hal itu efektif dan berhasil memajukan usahanya, dengan omzet yang naik hingga 70 persen.

Peningkatan tersebut mampu membuka ruang kolaborasi dan kesempatan kerja para penjahit dan penyulam pita setempat sehingga membuat produk tas Mlatiwangi berkarakter dan bernilai seni tinggi. 

Baginya, kebermanfaatan dari pelatihan dan pendampingan dari Balatkop UKM Jateng tidak semata berhubungan dengan keekonomian. Namun, erat dengan nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat.

"Campur tangan saat produksi tas Mlatiwangi membuatnya bernilai seni tinggi karena dibuat tidak hanya diproduksi oleh saya saja, tapi juga ada peran para penjahit dan penyulam pita lokal. Secara tidak langsung, ikut memberdayakan mereka, sehingga membuka lapangan pekerjaan," aku Yuli.

Baca Juga: Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam Pita

Pengalaman Yuli senada dengan Lyna Windiarti. Sebagai ibu rumah tangga dan penjahit rumahan, ia kerap minder saat mengomunikasikan usahanya bermerek Double Eight Craft kepada investor atau buyer, baik dalam maupun luar negeri. Apalagi, ketika harus mempresentasikan produknya berbasis kerajinan kain perca itu di hadapan kurator, saat mengikuti proses kurasi ajang pameran atau bazar UMKM. 

Sesudah mengikuti pelatihan Public Speaking dan Negosiasi Bisnis dari Balatkop UKM Jateng pada pertengahan tahun 2022, kepercayaan diri Lyna meningkat.

"(Saya) jadi tahu kalau presentasi produk ada urutan dan alurnya ketika mempromosikan atau mengomunikasikan ke investor, buyer, kurator, juga masyarakat, sehingga mereka tahu product knowledge dari produk-produk saya. Materinya menyeluruh, jadi (pelatihan/materi) apa yang dibutuhkan UMKM sebenarnya sudah ada dan tersedia semua," kata Lyna yang sudah merintis usaha sejak 2017.

Training Leveling Sulap UMKM Rumahan Tidak Lagi MurahanPemilik UMKM Double Eight Craft, Lyna Windiarti (47) mengecek produk jaket kain perca di Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Dhana Kencana)

Selain omzet yang meningkat, kesempatan Lyna mengikuti pameran berskala nasional dan internasional terbuka lebar dan terus berdatangan. Hal itu membuat produk UMKM Double Eight Craft seperti sarung bantal, selimut, taplak meja, tote bag, tas wanita, outer, jaket dan jas terkenal di Indonesia dan sejumlah negara di Eropa.

Buah dari kiprahnya tersebut, membuat usaha Lyna sukses masuk sebagai Finalis Apresiasi Kreasi Indonesia dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability) 2022 yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

"Alhamdulillah banyak undangan (pameran), banyak yang suka dan repeat order (pesan lagi), apalagi yang dari luar negeri, seperti Belanda, Jerman, dan Kanada. Karena perpaduan perca ini berbeda dengan yang lainnya, dari sisi warna, pemilihan kain, bahan, dan motifnya," tuturnya.

Pelaku UMKM seperti Yuli dan Lyna memegang peranan penting bagi perekonomian Jawa Tengah. Mereka memberikan sumbangan signifikan khususnya dalam pembentukan produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja. 

Berdasarkan catatan Dinas Koperasi Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) Jawa Tengah, pertumbuhan omzet dan aset UMKM dalam kurun waktu 12 tahun terakhir terus meningkat. Bahkan, tren tersebut cenderung stabil saat pandemik COVID-19. Dengan demikian, secara tidak langsung UMKM memiliki ketahanan ekonomi yang tinggi sehingga mampu menopang perekonomian setempat.

Masih dari data yang sama, jumlah UMKM di Jawa Tengah hingga triwulan pertama tahun 2023 bertambah sebanyak 2.602 unit atau mencapai 183.181 unit, dari tahun 2022 yang hanya 180.579 unit. Dari angka itu, UMKM di bidang produksi/nonpertanian (66.958 unit) dan perdagangan (66.489 unit) mendominasi. Sisanya bergerak di bidang pertanian dan jasa, masing-masing sebanyak 28.429 unit dan 21.305 unit.

Kepala Dinas Koperasi UKM Jateng, Eddy S Bramiyanto mengatakan, sebagian besar para pelaku UMKM alumni dari pelatihan Balatkop UKM Jateng mampu meningkatkan omzet, aset, dan tenaga kerja. Kondisi itu menjadi bukti terjalinnya sinergi dan kolaborasi melalui pemberdayaan antara pelaku UMKM dengan masyarakat setempat.

“Pelatihan berjenjang Balatkop UKM Jateng diharapkan bisa menaikkan omset UMKM dan menambah wawasan kompetensi para pelaku UMKM agar naik kelas,” katanya saat membuka Pelatihan Strategi Branding Level 2 dan Pelatihan Public Speaking dan Negosiasi Bisnis Level 2 di Hotel Megaland, Kota Surakarta, 9--13 Oktober 2023.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, FX Sugiyanto menjelaskan, program pelatihan dan pendampingan yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng melalui Balatkop UKM kepada pelaku UMKM berhasil memperkecil kesenjangan perekonomian warga.

Agenda tersebut merupakan bagian dari upaya pemerataan industri mikro yang bermuara pada penciptaan lapangan kerja sehingga meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan sosial di Jawa Tengah.

Baca Juga: 10 Potret Dapur Naruna Keramik Salatiga, UMKM Kriya Karya Anak Bangsa

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya