Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis Keteladanan

Seperti apa reaksi para Millennial?

Semarang, IDN Times - Mencuatnya video viral camat dan 10 lurah di Kabupaten Sukoharjo yang menggelar halalbihalal dan tak mngindahkan larangan untuk berkerumun mematik reaksi dari beragam kalangan masyarakat. Sejumlah Millennial di Semarang bahkan mengaku sudah cuek dengan pelanggaran prokes yang terjadi di berbagai daerah. 

 

1. Pedagang sempolan anggap pandemik cuma untungkan orang-orang kaya

Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis KeteladananIlustrasi pasar tradisional. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww)

Ahmad Maulana misalnya, dirinya menganggap masa pandemik justru menguntungkan orang-orang kaya. Sedangkan masyarakat level menengah kebawah banyak yang dirugikan. Dari kondisi normal dagangannya yang sering laris diburu anak-anak SD. Kini saat pandemik dagangannya hanya laku 10 biji per hari. 

"Sudah setahun lebih pandemik buat saya sih yang untung cuman pejabat dan ASN yang punya gaji tetap. Kalau kayak saya ya rugi. Lha wong biasanya dagangan saya laris, pas ada pandemik hasil jualan saya langsung turun drastis," kata pedagang sempolan di Medoho Gayamsari Semarang ini kepada IDN Times, Sabtu (29/5/2021).

Ahmad menjelaskan bantuan yang diberikan oleh pemerintah banyak yang tidak tepat sasaran. Para pedagang makanan seperti dirinya sering terabaikan padahal dirinya selama ini sangat membutuhkan support untuk meringankan beban hidupnya. 

"Saya gak pernah dapat bantuan. Sembako juga gak pernah. Alasannya macam-macam terutama karena KTP saya luar daerah," terangnya. 

Baca Juga: Ditawari Vaksin Gotong Royong Berbayar, Apindo Jateng: Tidak Sanggup!

2. Mahasiswi: Susah-susah beli masker tapi yang lain nyuekin

Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis KeteladananIlustrasi protokol kesehatan(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Nurul, seorang mahasiswi universitas swasta di Semarang juga mengakui hal serupa. Ia bilang memakai masker dan menjaga jarak hanya jadi seremoni yang belum bisa mengurangi dampak penularan virus Corona. 

"Ya kan rasanya percuma. Kita yang susah-susah beli masker buat jaga kesehatan, eh ternyata di daerah lain banyak yang nyuekin. Makanya saya ngerasanya COVID-19 itu bentuknya kayak apa? Kok jadi gak jelas kayak gini," kata perempuan 21 tahun ini. 

3. Muhammadiyah sebut bangsa Indonesia sedang krisis keteladanan

Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis KeteladananIlustrasi Logo Muhammadiyah. muhammadiyah.or.id

Terpisah, Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia menyebut tindakan yang dilakukan camat dan lurah selaku pejabat daerah telah melanggar aturan protokol kesehatan. 

Ketua Perwakilan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Prof Tafsir mengungkapkan tindakan yang mereka lakukan telah mencederai perasaan rakyat Indonesia yang sejak setahun terakhir diminta menjaga aturan protokol kesehatan untuk mengendalikan wabah virus Corona. 

"Jadi apa yang ditunjukan oleh camat dan para lurah di Sukoharjo sudah mencoreng prinsip kesepakatan bersama bahwa kita semua mestinya dalam satu komitmen menjaga prokes. Ini bukti jika bangsa Indonesia benar-benar mengalami krisis keteladanan," tegasnya ketika dikontak IDN Times. 

4. Mengadakan halalbihalal saat pandemik bukan sesuatu yang esensial

Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis KeteladananGubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa saat rakor dengan Menko Polhukam dan Menko Perekonomian, Rabu (14/10/2020). Dok. Humas Pemprov Jatim.

Ia menyatakan semestinya seorang pejabat bisa memberikan contoh yang baik bagi masyarakatnya mengingat masa pandemik masih berlangsung di seluruh dunia. 

Tafsir bilang mengadakan acara halalbihalal ditengah penularan COVID-19 bukan merupakan suatu hal yang esensial. Ia pun menyinggung sikap Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang memperparah keadaan dengan menggelar acara ulang tahun. 

"Dan ironisnya kan itu bukanlah sesuatu yang esensial bagi seorang pejabat. Apalah artinya mengadakan halalbihalal atau acara ulang tahun, karena mereka kan pada dewasa, kalau ulang tahun dengan menerbitkan buku ya itu baru bagus. Tapi kalau mengadakan acara-acara seremonial dengan merayakan ulang tahun seperti di Jatim itu udah gak penting. Harusnya Gubernur Jatim maupun camat dan lurah di Sukoharjo berkaca pada masyarakat level terbawah yang sudah bersusah payah menuruti aturan protokol kesehatan," ujar Tafsir. 

Ia berujar acara halalbihalal yang memang sudah jadi kultur dan kebiasaan yang mengakar pada sebagian besar masyarakat Indonesia harus diubah dengan mendepankan standar protokol kesehatan. 

Dengan merujuk kebijakan Gubernur Ganjar Pranowo, Tafsir menyebut bahwa mestinya para pejabat bisa mencontoh orang nomor satu di Jateng tersebut yang memilih menggelar halalbihalal secara terbatas. 

Tafsir yang hadir dalam acara halalbihalal bersama Gubernur Ganjar Pranowo melihat hanya ada kurang dari 50 orang yang datang ke Kantor Gubernur Jateng. Selain itu menurutnya ajang halalbihalal secara virtual juga patut diapresiasi. 

"Contohnya yang dilakukan Pak Ganjar di Gubernuran itu sudah sangat bagus. Dimana acaranya dilakukan virtual dan sangat terbatas. Jadi tetap bertegur sapa melalui medsos, silaturahim juga tetap terjaga. Itu perlu dilakukan supaya kita tidak krisis moral ditengah suasana pandemik COVID-19," katanya. 

5. Masyarakat diminta jangan terlalu kepedean

Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis KeteladananIlustrasi Vaksinasi COVID-19 (dok. Istimewa)

Lebih lanjut, ia mengatakan masyarakat jangan terlalu percaya diri kalau pandemik COVID-19 akan hilang dengan adanya proses vaksinasi. Sebab, vaksinasi hanyalah sebuah ihtiar untuk memutus mata rantai penularan dan bukan jadi hal yang mutlak untuk menghilangkan virus Corona. 

Ia menganggap kasus-kasus pelanggaran prokes yang terjadi selama ini merupakan kondisi nyata jika masyarakat Indonesia sebenarnya sudah jenuh dengan munculnya wabah COVID-19 selama lebih dari setahun terakhir. 

Di satu sisi, pemerintah juga tak kunjung memberikan solusi yang jitu untuk mengakhiri masa pandemik. "Solusi yang diberikan oleh pemerintah selama ini kurang tepat karena walaupun warga sudah divaksin, tetapi angka penularan virus Corona kurvanya masih fluktuatif. Hanya saja saya menganggap bahwa vaksinasi jadi ihtiar kita bersama untuk membentengi diri dan memutus mata rantai penularan virus Corona," ungkapnya. 

"Sebaiknya Kemenkes mengkaji ulang terkait pemberian vaksinasinya. Bisa dengan meningkatkan mutu atau kualitas obatnya. Sehingga ihtiar yang dilakukan bisa memunculkan dampak positifnya," imbuhnya. 

Baca Juga: Jateng Ditarget Lansia 100 Persen: Vaksinasi Diubah, Dosis Ditambah

6. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten memicu pelanggaran prokes

Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis KeteladananIlustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Sedangkan, Pakar Komunikasi Publik dari Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, Dr Agus Triyono mengungkapkan perilaku warga yang sering melanggar protokol kesehatan merupakan buah dari kebijakan pemerintah pusat yang tidak konsisten. 

Agus berkata pola komunikasi dari pemerintah pusat yang sering berubah-ubah cenderung membingungkan masyarakat. Padahal, masyarakat sebenarnya membutuhkan satu kebijakan yang kongkrit agar Indonesia bisa terlepas dari situasi pandemik. 

"Tapi terlihat sekali statmen-statmen pemerintah yang disampaikan ke publik malah menunjukan kalau kebijakan yang diambil selama ini tidak ada yang konsisten. Kita kan menunggu apa sih yang mesti dilakukan biar semangat kita bangkit lagi. Dan pemerintah harusnya membuat kebijakan agar masyarakat kembali percaya dengan aturan yang dibuat selama ini," terangnya. 

Baca Juga: Satgas: GeNose Tak Bisa Deteksi Mutasi COVID-19

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya