Cerita Ryan, Dukun Lampu Tumpuan Harapan Warga Semarang saat COVID-19

Semarang, IDN Times - Pandemik COVID-19 tidak melulu bikin orang jadi serba susah. Di pinggir jalan, banyak kisah inspiratif yang membuat kita menjadi lebih banyak bersyukur atas kondisi yang ada. Salah satunya ketika IDN Times bertemu dengan tukang servis lampu di Jalan Kokrosono, Semarang Utara.
Ryan Casno sore itu dengan telaten melayani para pelanggannya. Kedua tangannya cekatan membuka bohlam lampu untuk mengecek setiap kerusakan yang ada di dalamnya. Berulang kali ia membolak-balikan bohlam untuk mencari titik kerusakan pada lampu milik pelanggannya.
"Biasanya yang rusak kalau gak mesinnya, kabelnya kadang juga putus atau leher adaptornya," kata Ryan yang jadi tukang servis lampu sejak belasan tahun tersebut.
1. Servis lampu lebih murah ketimbang beli lampu yang baru
Ryan dulunya merupakan warga Jalan Hasanudin, Semarang Utara. Usai menikah dan beranak pinak, ia memilih tinggal di salah satu kampung di Kecamatan Mijen.
Untuk mengais rezeki, Ryan sering mangkal di depan Pasar Kokrosono dari Pagi sampai menjelang Maghrib. Hampir saban hari ada saja warga sekitar yang mendatangi lapaknya.
Ramelan salah satunya. Pria bertubuh ceking ini mengaku jadi pelanggan setia Ryan karena hasil garapannya yang sudah terkenal awet dan tahan lama.
"Seringnya kalau lampu rumah mati, pasti saya bawa kemari. Kalau masih bisa diperbaiki kenapa susah-susah beli yang baru. Kan lebih hemat. Lha wong kalau beli baru bisa sampai Rp40 ribu (apalagi saat pandemik). Kalau diservis sama Ryan cukup bayar Rp18 ribu. Pastinya lebih ngirit," kata Ramelan.
Baca Juga: Semua Lampu di Jalan Protokol Semarang Dimatikan Selama PPKM Darurat
2. Memperbaiki lampu gak bisa dilakukan sembarangan
Ketika hari beranjak sore, pelanggan yang datang ke lapak Ryan makin tambah banyak. Ryan berkata dirinya tak mau sembarangan saat memperbaiki lampu.
Jika kaca bohlam yang pecah, ia senantiasa menawarkan kepada pelanggannya untuk mengganti dengan yang baru. Namun ketika ia tahu kerusakan pada mesin atau kabel yang telah usang, maka perbaikan akan dikerjakan dengan ekstra hati-hati.
Pekerjaan yang dilakoni Ryan tak ubahnya seperti seorang dukun yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit.
Editor’s picks
"Banyak yang bilang servisan saya itu bagus. Terkenal awetnya. Makanya saya berani pasang garansi setahun setiap nyervis lampu. Biar orang gak kecewa," akunya.
3. Ryan pakai alat seadanya servis bohlam
Setiap kali servis lampu, ia hanya memakai alat-alat seadanya. Ia memodifikasi sendiri alat pengetes setrum yang dikaitkan pada bohlam bekas. Kemudian sebuah solder juga sering ia pakai untuk menambal mesin lampu yang copot atau hilang.
Sebenarnya keahliannya menyervis lampu tidak datang mak bedunduk. Ryan awalnya belajar secara otodidak kepada pamannya. Oleh pamannya kemudian ia disuruh membuka tempat servis sendiri.
4. Sehari Ryan bisa perbaiki ratusan lampu yang rusak
Keterampilan yang terus-menerus diasah akhirnya jadi bakat. Dari sebuah bakat pada akhirnya juga jadi sumber penghasilan. Bisa dibilang pekerjaan Ryan jadi salah satu keahlian langka yang susah dicari di era serba digital seperti saat ini.
"Sehari saya bisa nyervis lampu ratusan buah. Ya kalau dihitung dari pagi jam delapan setiap sepuluh menit bisa perbaiki satu lampu, bisa dikira-kira sudah berapa banyak yang saya kerjakan sampai jam lima sore," ujarnya.
Ia mengaku lampu yang sering rusak kebanyakan dari rumah tangga. Sebab, lampu rumah tangga sering dipakai setiap hari berbeda dengan pemakaian lampu kantor maupun lampu penerang jalan raya.
5. Tarif servis lampu mulai Rp10 ribu
Ryan memasang tarif nyervis lampu sekitar Rp10 ribu hingga Rp18 ribu tergantung pada jenis kerusakannya. Ia berpesan kepada warga Semarang agar jangan membuang barang bekas.
"Kalau masih bisa diperbaiki, kenapa gak," pungkasnya.
Baca Juga: 274 Napi Wanita Semarang Divaksinasi COVID-19: Meningkatkan Kekebalan