Getirnya Reporter RRI Kena COVID-19, Lihat Petugas Makamkan Ayahnya Tanpa APD

Petugas bawa jenazah tak mengenakan APD dan sarung tangan

Semarang, IDN Times - Kamis 15 Oktober 2020 menjadi hari tak terlupakan bagi Adit. Di hari itulah, ia menyaksikan sendiri kali pertama prosesi peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang digelar saat pandemik COVID-19.

Tepat di bundaran Tugu Muda, Adit ikut merasakan detik demi detik peringatan Pertempuran Lima Hari. Ia datang lantaran mendapat tugas kantor untuk melakukan peliputan sekaligus siaran langsung acara tersebut.

Rupanya ia tak menyadari bahwa risiko penularan virus corona mengintainya.

"Saya kena virus corona Oktober 2020. Itu kan awalnya aku liputan Pertempuran Lima Hari di sekitar museum dekat Tugu Muda. Waktu itu harus ke lokasi karena ada siaran langsung dengan RRI (red: Radio Republik Indonesia). Terus, besoknya, badanku mulai merasa sakit-sakit semua," kata warga Kampung Genuk Karanglo RT 06/RW I Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Candisari tersebut saat berbincang dengan IDN Times melalui WhatsApp, Senin (23/11/2020).

1. Adit jatuh sakit karena kecapekan meliput Pertempuran Lima Hari di Tugu Muda

Getirnya Reporter RRI Kena COVID-19, Lihat Petugas Makamkan Ayahnya Tanpa APDIlustrasi corona. IDN Times/Arief Rahmat

Tidak menutup kemungkinan ia jatuh sakit lantaran terlalu kecapekan saat meliput acara Pertempuran Lima Hari di Tugu Muda. Pasalnya, badan Adir saat itu basah kuyup usai diguyur hujan dan harus berteduh di tenda bersama kerumunan banyak orang.

Ia kemudian memutuskan memeriksakan kesehatannya dengan memanggil dokter pada Jumat (16/11/2020). Sang dokter yang datang ke rumah hanya melakukan pengecekan, tak spesifik bisa memberikan keterangan penyakit yang diderita Adit. Bahkan sang dokter memberikan rekomendasi untuk memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat.

Selang beberapa hari, ia jstru merasakan rasa sakit yang tak kunjung sembuh.

Baca Juga: Masih Ada 527 Pasien Positif Virus Corona yang Dirawat di Semarang

2. Adit dinyatakan positif COVID-19 karena alami sesak napas, lemas, dan suhu tubuh meninggi

Getirnya Reporter RRI Kena COVID-19, Lihat Petugas Makamkan Ayahnya Tanpa APDIlustrasi Swab Test. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Tepat tanggal 22 Oktober, pria bernama lengkap Pradityo Utomo tersebut memutuskan untuk check-up ke RS Wiliamboth di kawasan Gajahmungkur Semarang. Perasaan cemasnya terjawab.

Tim medis RS Wiliamboth memintanya untuk opname karena mengalami demam tinggi yang disertai sesak napas dengan kondisi badan yang lemas.

"Suhu badan saya pas waktu itu memang panas banget. Sampai 40 derajat. Terus dada saya juga terasa sesak napas. Untungnya cepat diatasi sama dokternya. Karena dari hasil klinis, saya sudah dinyatakan positif (virus corona)," ujarnya yang bekerja di Kantor RRI Kota Semarang.

Menurutnya dengan kondisi badan yang sudah lemas, ia sempat membayangkan kondisi terburuknya.

"Saya tidak bisa bayangkan kalau terlambat penanganannya kondisi saya sudah kayak apa jadinya," akunya.

3. Adit dikarantina 6 hari serta dianjurkan minum suplemen oseltamivir dan symbicort

Getirnya Reporter RRI Kena COVID-19, Lihat Petugas Makamkan Ayahnya Tanpa APDilustrasi ruang isolasi COVID-19. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Dokter di RS Wiliamboth pun memutuskan untuk mengkarantina dirinya di ruang isolasi selama enam hari. Dalam rentang waktu itu, ia diberi berbagai jenis perawatan untuk memulihkan kondisi fisiknya. Mulai dari infus hingga meminum obat penurun panas. Seingatnya, dirinya diberikan obat-obatan oleh tim medis berupa paracetamol, vitamin C, dexamethasone, oseltamivir serta symbicort.

"Satu kamar diisi satu orang. Jadi saya sendirian di ruang isolasi," terangnya.

Untuk meredakan sesak napasnya, dokter RS Wiliamboth memberikan perawatan khusus. Perawatan yang ia maksud berupa proses penguapan yang harus ia jalani selama dua hari berturut-turut. Sejak pagi lalu beranjak siang dan sore, Adit diuap agar pernapasannya kembali lancar.

"Pas diuap sesaknya agak mendingan, di lokasi kamar-kamar ruang isolasi situasinya hampir penuh. Aku sempet tanya waktu itu ada delapan sampai sembilan orang. Tapi pas menjalani terapi uap, saya gak perlu ngantre," ujar pria 26 tahun ini.

Adit bilang proses penyembuhannya berlangsung selama beberapa hari. Setelah dinyatakan secara klinis kesehatannya berangsur pulih, ia kemudian dipindahkan ke rumah dinas wali kota Semarang. Di lokasi itu, Adit menjalani berbagai terapi tambahan untuk memulihkan kesehatannya.

Diakuinya masa-masa penyembuhan sampai dirasakan sudah pulih harus ia jalani sejak tanggal 28 Oktober hingga 6 November 2020. Adit bersyukur bisa sembuh dari COVID-19.

"Ketika diisolasi saya cuma bisa terbaring lemas di kasur. Cuma bisa mainan handpone, video call sama keluarga di rumah,".

4. Ayah Adit tertular COVID-19 setelah pulang dari luar kota

Getirnya Reporter RRI Kena COVID-19, Lihat Petugas Makamkan Ayahnya Tanpa APDOngkos penanganan COVID-19 yang digelontorkan pemerintah. IDN Times/Sukma Shakti

Setelah dinyatakan sembuh, nahasnya ia justru harus menahan getir tatkala mendapati kabar bahwa sang Ayah yang baru pulang dari luar kota juga ketularan virus corona.

Ayahnya bahkan dirawat intensif di salah satu rumah sakit selama 8 hari. Ia sempat gembira saat ayahnya yang dirawat di UGD masih sempat berkirim pesan WhatsApp kepadanya. 

"Dia (Ayah) bilangnya baik-baik dan cuma sesak aja, tapi beberapa hari kok sudah tidak sadarkan diri," tuturnya.

5. Adit lihat petugas medis tidak pakai APD saat makamkan sang Ayah

Getirnya Reporter RRI Kena COVID-19, Lihat Petugas Makamkan Ayahnya Tanpa APDProses pemakaman salah satu jenazah COVID-19 di TPU Pondok Ranggon pada Selasa (16/9/2020). IDN Times/Aldila Muharma&Fiqih Damarjati

Pihak keluarganya ikut cemas merasakan kondisi yang dialami Ayah Adit. Apalagi ketika sang Ayah dirawat, tak boleh dijenguk oleh siapapun termasuk keluarga inti.

Tak lama kemudian pihak rumah sakit mengabari jika ayahnya dinyatakan meninggal dunia pada 10 November 2020 pukul 21.30 WIB. Ia mulai merasakan kejanggalan saat proses pemulasaraan Ayahnya berlangsung dari rumah sakit.

Setelah jenazah ayahnya dimandikan, oleh beberapa petugas rumah sakit mengantar jenazah ke lokasi pemakaman. Adit melihat dengan mata kepala sendiri selama perjalanan, sopir ambulans dan petugas keamanan yang mengantar jenazah sama sekali tidak memakai alat pelindung diri (APD) sebagaimana standar protokol kesehatan COVID-19, seperti memakai baju hazmat dan sarung tangan.

"Saya tahu betul mereka hanya pakai seragam biasa. Yang ngangkat peti sampai menurunkan ke liang lahat yang melakukan dari pihak keluarga. Kita sekeluarga ikut prosesi pemakaman dengan pakai masker," jelasnya.

Ia menduga kematian ayahnya akibat respon dari Dinas Kesehatan setempat yang lambat. Proses tracking dan tracing juga tidak maksimal. Hal itu ia alami karena penelusuran kontak fisik baru dilakukan setelah ia pindah dari rumah dinas. Padahal dirinya sudah dirawat beberapa hari sebelumnya. 

"Respon terlambat, sudah pindah rumdin, tracking keluarga baru dilakukan Dinkes. Akhirnya hasil tracking keluarga non reaktif, diminta untuk karantina mandiri di rumah," jelas Adit.

Baca Juga: Tambah 655 Kasus, Jateng di Posisi Ke-2 untuk Kenaikan Pasien Positif 

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan COVID-19, menggelar kampanye 3 M : Gunakan Masker, Menghindari Kerumunan atau jaga jarak fisik dan rajin Mencuci tangan dengan air sabun yang mengalir. Jika protokol kesehatan ini dilakukan dengan disiplin, diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus. Menjalankan gaya hidup 3 M, akan melindungi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Ikuti informasi penting dan terkini soal COVID-19 di situs covid19.go.id dan IDN Times.

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya