Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 Bulan

Warga diminta siapkan ketahanan keluarga

Semarang, IDN Times - Kasus kekerasan berbasis gender diperkirakan akan mengalami peningkatan yang signifikan bila status work form home (WFH) diterapkan sampai enam bulan lamanya.

Prediksi itu diungkapkan Indra Kertati, Ketua Pusat Studi Gender dan Anak dari Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang, saat menggelar diskusi virtual bertajuk Ketahanan Keluarga: Jaminan Perlindungan Perempuan dan Anak selama masa COVID-19, via aplikasi zoom pada Jumat (15/5). 

1. Jumlah kasus kekerasan akan naik 31 juta di seluruh dunia

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 BulanIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Ia mengungkapkan dari data yang dikutip dari peneliti UGM, Solita Sarwono, akan ada peningkatan kasus kekerasan gender yang merebak di seluruh dunia bila tak mendapat penanganan yang serius. "Jumlah kasusnya akan naik 31 juta kasus jika warga dirumahkan sampai enam bulan. Tapi ini tidak termasuk data under cover," kata Indra. 

Baca Juga: Menyibak Persoalan di Balik Meningkatnya KDRT selama Pandemi COVID-19

2. Saat ini perlu meningkatkan ketahanan keluarga. Termasuk jaminan keuangan

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 BulanIlustrasi uang. IDN Times/Dokumen pribadi

Ia mengungkapkan ketahanan keluarga di masa pandemik virus Corona (COVID-19) ditentukan dari berbagai faktor teknis. Indra bilang yang paling krusial adalah berkaitan dengan pendapatan dan jaminan perlindungan keuangan pada setiap keluarga. 

Di samping itu, katanya, masing-masing keluarga tetap bisa bertahan dari pandemik jika punya ketersediaan pangan dan gizi yang mencukupi.

"Kemudian kita cermati juga dimensi kesehatan keluarga dan keberadaan tempat atau lokasi yang tetap untuk tidur jadi sangat penting agar setiap keluarga dapat bertahan hidup," ujar Indra lagi. 

Faktor lainnya yang ia soroti mengenai dimensi budaya, ketahanan ekonomi dan sosial psikologi di tengah masyarakat. Ia menganggap bahwa keutuhan keluarga memegang hal yang krusial selain harus ada kemitraan gender. 

Baca Juga: Rumah Tangga Harmonis, 10 Seleb Jarang Umbar Kemesraan Bareng Suami

3. Setiap keluarga wajib jaga keharmonisan dan patuh hukum selama COVID-19

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 BulanIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Ia juga meminta setiap keluarga untuk selalu menjaga keharmonisan, kepatuhan hukum dan sisi religiusitas dalam lingkup sosial. "Dengan memegang peran-peran mendasar itulah, paling gak kita sedikit demi sedikit bisa melewati tantangan selama masa pandemik," jelasnya. 

Ia menyampaikan ada sejumlah strategi yang harus dihadapi saat ini. Yaitu menyediakan fasilitas bagi ibu hamil, lansia dan anak-anak. Bisa juga memperbanyak WiFi gratis di tiang telepon sehingga membuat warga jadi berhemat. Maupun membuat saluran khusus dengan para psikolog untuk menangani para korban kekerasan secara cepat.

"Selain itu, bisa menyediakan konten-konten belajae bagi anak-anak," sambungnya. 

4. Guru Besar Ilmu Sosial Unnes: Perilaku warga kini jadi digital sociality

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 BulanAcara seminae nasional ketahanan keluarga yang diikuti para pakar di Semarang. Fariz Fardianto/IDN Times

Sedangkan, Guru Besar Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (Unnes), Tri Mahaeni Puji Astuti berpendapat saat pandemik COVID-19 meluas, masyarakat kini mulai terbiasa merubah perilakunya menjadi ke dalam digital sociality. 

Dari yang semula ibu-ibu banyak berkutat di rumah dan berkomunikasi secara konvensional. Sekarang banyak yang membawa smartphone untuk berkomunikasi dengan para tetangga dan teman-temannya. 

Di saat pandemik, di desa-desa peran para guru menjadi sangat penting. Para guru yang biasanya kurang diperhatikan oleh pemerintah, sekarang berperan sangat aktif dalam menyokong gerakan pendidikan jarak jauh. 

"Modal budaya saat ini juga kembali muncul. Dengan mengusung kearifan lokal. Dari Jogo Tonggo Jogo Deso, bisa membuat masyarakat terutama ibu-ibu dan bapak-bapak memunculkan nilai lokal masa kecil kita dulu," urainya. 

"Bagaimana kita mengingatkan orang-orang. Menyapa para tetangga," paparnya. 

5. Para kiai punya peran baru untuk menyampaikan perkembangan COVID-19

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 BulanDok. IDN Times

Untuk saat ini, ia menambahkan ternyata mulai ada legitimasi sosial baru yang dilakukan para tokoh agama dan tokoh masyarakat. "Pak kiai yang dulu kalau ngomong selain agama tidak akan diikuti. Tapi pak kiai pas ngomong soal COVID-19, nyatanya diikuti oleh warganya," jelasnya. 

Ia mengaku cukup mengapresiasi adanya pengaruh jejaring sosial yang kuat untuk menanggulangi virus Corona. Yang harus ditingkatkan lagi yaitu perlindungan perempuan dan anak. "Karena keduanya memegang peran yang sentral. Mestinya ada penguatan khusus bagi ibu-ibu. Karena mereka rentan sekali mengalami hal-hal buruk," katanya. 

Baca Juga: 50 Warga Banjarnegara Ikut Ijtima Ulama di Gowa, Satu Positif COVID-19

6. Banyak lembaga belum tergabung dalam forum sosial

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 BulanKarya handycraft handmade komunitas Sumsel Crafters (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sementara itu, Hanung F Basworo selaku pengurus Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan Semarang (LPPSP) mengatakan kondisi yang terjadi saat ini, masih banyak lembaga masyarakat yang belum tergabung dalam forum jaringan sosial. 

Hambatan lainnya yaitu forum yang sudah dibentuk juga belum menunjukan kontribusi yang serius pada program pembangunan. "Termasuk belum memberi masukan atau rumusan untuk kebijakan pembangunan," terangnya. 

Ia pun memberikan rekomendasi agar ke depan harus ada penguatan komunitas, SDM, akses informasi dan komunikasi, serta memperkuat partisipasi dan kemitraan.

7. Saat ini durasi nonton TV naik 40 persen. KPID minta warga batasi konsumsi media

Kasus Kekerasan Gender Bakal Melonjak Kalau WFH Berlaku Sampai 6 Bulanmohamed Hassan from Pixabay" target="_blank">Pixabay.com

Dini Inayati, Komisioner Bidang Isi Siaran KPID Jateng menuturkan, sejak ada pandemik COVID-19, durasi masyarakat untuk menonton televisi melonjak 40 persen dari kondisi normal. Contohnya pada 11 Maret kemarin durasi menonton televisi 4 jam 48 menit. Tapi ketika masuk tanggal 18 Maret menjadi 5 jam 29 menit. 

Hal ini mestinya diimbangi dengan pemberitaan yang mencerahkan dan bukan menimbulkan kepanikan. Serta kepentingan edukasi harus diutamakan. 

Karena itulah, mengimbau kepada masyarakat untuk membatasi konsumsi media secara wajar selama masa pandemik. Masyarakat juga harus lebih kritis terhadap framing berita yang menimbulkan ketakutan berlebihan. 

"Masyarakat sudah saatnya mengonsumsi media sesuai kebutuhan sehari-hari sebelum ada pandemik. Dan terakhir wajib waspadai hoaks," paparnya. 

Baca Juga: Banyak di Rumah, Jumlah Warga Jogja Nonton TV Naik 29 Persen  

Topik:

  • Bandot Arywono
  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya