Mahasiswa Semarang: Pemerintah dan Pengusaha Mesra, Tapi Abaikan Hak Buruh

Semarang, IDN Times - Gelombang penolakan Undang-Undang (UU) Omnibus Law turut terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/10/2020). Aliansi mahasiswa dan para buruh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) bergerak secara sporadis menuju kantor Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan, mendesak pemerintah membatalkan pengesahan UU Omnibus Law.
Mahasiswa yang berasal dari sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tumplek-blek di seputaran Jalan Pahlawan mengecam sikap legislator DPR RI yang secara nyata tidak transparan saat menyusun draf RUU Omnibus Law alias Cipta Kerja.
"Ada kurang lebih 3.000 orang termasuk dari mahasiswa dari BEM kampus se-Kota Semarang, Purwodadi, Salatiga dan berbagai aliansi buruh yang sepakat menolak Omnibus Law," kata Ignatius Rhadite, seorang mahasiswa perwakilan BEM Universitas Negeri Semarang (Unnes) saat dihubungi IDN Times.
1. Aliansi mahasiswa dan buruh menyerbu kantor Gubernur Jateng
Radit, sapaan akrabnya, menyatakan perwakilan BEM yang bergabung dengan aliansinya dari Undip, Universitas Sultan Agung, Universitas 17 Agustus (Untag), Unika Soegijapranata dan masih banyak kelompok mahasiswa lainnya.
Di depan gerbang kantor Gubernur Jateng, massa yang menyemut sempat tak bisa dikendalikan oleh aparat kepolisian. Radit bilang pihak mahasiswa memutuskan menahan diri begitu gelombang massa dari para buruh terus berdatangan.
"Kita dari tadi pagi berkumpul di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas. Untuk siang ini kita datangi kantor gubernur untuk memprotes pengesahan UU Omnibus Law," ungkapnya.
Baca Juga: Selama Dua Hari Ribuan Buruh Semarang Gelar Mogok Tolak Omnibus Law
2. UU Omnibus Law cacat secara formil dan materiil
Editor’s picks
Ia mengatakan Omnibus Law tak ubahnya menjadi alat bagi pengusaha untuk berusaha menguasai bangsa Indonesia. Terlebih lagi, Omnibus Law ia anggap telah cacat secara aspek formil maupun materiil.
Menurutnya, dalam penyusunan RUU Omnibus Law, sejak awal tidak transparan. Pihaknya menengarai DPR RI tak pernah melibatkan partisipasi rakyat sipil secara aktif sesuai amanat Pasal 5 huruf g UU Nomor 12 tahun 2011 yang menjamin hak untuk berpartisipasi dan asas keterbukaan yang menjadi elemen fundamental.
"Kita juga lihat adanya pelibatan kalangan pengusaha jadi bagian tim Satgas Penyusunan RUU Omnibus Law malah memperlihatkan hubungan mesra antara pemerintah dengan pemodal. Undang-undang ini jadi produk hukum bagi oligarki yang berlindung di balik modus investasi," cetusnya.
3. Mahasiswa Semarang mendesak pemerintah setop PHK dan batalkan UU Omnibus Law
Ia pun secara terang-terangan menyebut banyak pasal yang disahkan dalam Omnibus Law sangat merugikan masyarakat. Bahkan, implementasinya terkesan mengabaikan pemenuhan hak-hak bagi buruh, petani, nelayan, jurnalis, mahasiswa, hingga masyarakat kelompok rentan dan golongan minoritas lainnya.
"Kita sangat menyesalkan sikap DPR RI yang tidak memperdulikan hak buruh, dan warga negara Indonesia lainnya," terangnya.
"Yang jelas, kita minta pemerintah pusat batalkan Omnibus law, hentikan pemutusan hubungan kerja selama pandemik, sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dan mestinya pemerintah fokus tangani pandemik dan setop kriminalisasi terhadap aktivis," bebernya.
Baca Juga: Mengenal Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang Disebut di Omnibus Law