Masjid Kiai Soleh Darat, Tempat Mengaji Para Ulama Besar 

#RamadanMasaKini Ponpesnya Ahmad Dahlan dan Hasyim Asyari

Masjid Kiai Sholeh Darat berada di tengah keramaian pasar, tepatnya di Jalan Dadapsari nomor 212, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Sepintas, masjid ini memang tidak istimewa. Sama seperti bangunan masjid lainnya.

Namun, siapa sangka masjid ini menyimpan sejarah dari seorang kiai sekaligus guru dari beberapa tokoh ulama sekaligus pahlawan nasional. Kiai besar itu adalah Muhammad Sholeh Darat bin Umar As-Samarani yang lebih dikenal sebagai Kiai Sholeh Darat.

Sedangkan santrinya adalah KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara salah satu santriwatinya adalah pahlawan emansipasi wanita, Raden Ajeng Kartini.

 

Baca Juga: 5 Masjid di Semarang Ini Keren Banget untuk Wisata Religi, Kuy!

1. Langgar kayu yang dibongkar karena sering terkena banjir rob

Masjid Kiai Soleh Darat, Tempat Mengaji Para Ulama Besar IDN Times/Fariz Fardianto

Kiai Sholeh Darat lahir di Desa Kedung Cumpleng, Mayong, Jepara, tahun 1820. Kiai besar itu memang kurang dikenal masyarakat umum dibanding santrinya, Hasyim Asy'ari, Ahmad Dahlan, dan Kartini.

Di lokasi masjid itulah dulu pondok pesantren (ponpes) Darat berada. Di tempat itu pula Kiai Sholeh Darat mengajar para santrinya. Kini, ponpes tersebut sudah tidak berbekas. Sebagai gantinya adalah masjid dengan nama Kiai Sholeh Darat.

"Dulu bentuknya langgar atau musala kecil dari kayu. Karena sering terkena rob (banjir pasang air laut), akhirnya dibongkar oleh seorang cucunya, Kiai Ali Cholil, tahun 1992. Jadilah masjid seperti sekarang ini," kata seorang cicit Kiai Sholeh Darat, Lukman Hakim Saktiawan kepada IDN Times, Selasa (14/5).

 

2. Awal mula pembelajaran Arab Pegon Kiai Sholeh Darat

Masjid Kiai Soleh Darat, Tempat Mengaji Para Ulama Besar Dok. IDN Times

Lukman menuturkan saat Ramadan seperti ini banyak orang dari berbagai daerah yang datang ke masjid ini. Sebagian ingin melihat masjid yang bersejarah itu, sebagian yang lain untuk melakukan itikaf atau menenangkan diri di dalam masjid. 

Ada juga yang berdoa di lokasi bekas makam Kiai Sholeh Darat di kompleks masjid. Makam Sang Kiai sendiri sudah sejak lama dipindah ke TPU perbukitan Bergota di kawasan tengah Kota Semarang.

"Para santri dari berbagai pondok datang untuk mempelajari Al Quran huruf Arab Pegon, yaitu tulisan yang menggunakan huruf Arab, tapi bahasanya menggunakan bahasa Jawa. Itu salah satu karya besar dari Mbah darat," jelas Gus Lukman, sapaan Lukman Hakim Saktiawan.

Zaman dulu,  huruf Arab Pegon merupakan siasat yang digunakan Kiai Sholeh Darat untuk mengajarkan Al Quran kepada para santri agar tidak dicurigai oleh kolonial Belanda.

"Selain itu, zaman itu kan banyak yang tidak sekolah, tidak bisa bahasa Arab. Mbah Darat ingin agar mereka belajar agama sehingga kitab tafsirannya berbahasa Jawa," kata Gus Lukman.

3. Kitab Mbah Sholeh Darat membuat RA Kartini penasaran

Masjid Kiai Soleh Darat, Tempat Mengaji Para Ulama Besar IDN Times/Fariz Fardianto

Tokoh emansipasi wanita, Kartini, ternyata juga penasaran dengan Al Quran. Namun, dia  kesulitan membaca dan memahami isinya karena tidak mengerti bahasa Arab. Kartini pun meminta Kiai Sholeh Darat untuk menerjemahkan Al Quran dalam bahasa Jawa sehingga akan banyak orang yang mempelajarinya. 

Atas usulan Kartini itulah Sang Kiai mulai menerjemahkan Al Quran. Dari kitab terjemahan tersebut Kartini kemudian memperdalam agama Islam. Sayang, Kiai Sholeh tidak bisa menyelesaikan semuanya karena keburu wafat.

"Di lokasi masjid inilah Mbah Sholeh menulis karya-karyanya. Kami selaku keturunannya akan menjaga masjid ini," kata Gus Lukman.

 

4. Bukti sejarah seorang kiai besar pernah hidup di Semarang

Masjid Kiai Soleh Darat, Tempat Mengaji Para Ulama Besar IDN Times/Fariz Fardianto

Di Masjid tua ini masih tersimpan kitab-kitab karya Kiai Sholeh Darat, termasuk kitab terjemahan, dengan tema beragam, mulai dari fikih hingga tasawuf. Saat ini, ada sekelompok pengajian yang mengkaji kitab-kitab itu, yaitu Komunitas Pencinta Kiai Sholeh Darat atau Kopisoda.

Replika kentongan yang dulu dipakai oleh Kiai Sholeh Darat untuk menandai datangnya waktu salat juga masih dipajang di bagian depan masjid. Sedangkan kentongan aslin disimpan di ruang takmir.

"Masjid ini merupakan bukti sejarah bahwa pada masanya ada seorang Kiai besar, guru bagi ulama-ulama besar di Nusantara," ujar Gus Lukman.

 

Baca Juga: 5 Masjid di Semarang Ini Bagikan Takjil Gratis Setiap Hari, Mau?

Topik:

Berita Terkini Lainnya