Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota Semarang

Warga Gisikdrono bangga disebut anak pantai

Semarang, IDN Times - Keberadaan Kota Semarang tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kedatangan Laksamana Cheng Ho di pesisir pantai Utara. Dalam berbagai literasi, Cheng Ho yang membawa puluhan armada kapal dikisahkan akhirnya bersandar untuk beristirahat di pantai Simongan. Tempat peristirahatan Laksamana Cheng Ho di Pantai Simongan seiring berjalannya waktu berubah menjadi Klenteng Sama Po Kong. 

Sementara, Pantai Simongan sendiri merupakan kawasan pesisir yang memanjang sampai ke wilayah perbukitan. Bahkan, wilayah perbukitan Pantai Simongan masih bisa dilihat sampai sekarang. 

Berdasarkan cerita turun-temurun, area perbukitan Pantai Simongan kini tah berubah menjadi kawasan yang dinamai Kelurahan Gisikdrono.

Perubahan wilayah tersebut juga diperkuat dari peta wilayah yang dimiliki Bappeda Kota Semarang serta pengakuan sejumlah warga Gisikdrono yang ditemui IDN Times pada Rabu (10/8/2022).

Kondisi Gisikdrono tahun 1972 masih berupa tanah liat merah

Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota SemarangDari atas bukit Gisikdrono Semarang bisa dilihat pemandangan Semarang bagian bawah. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Letak Gisikdrono memang berada di area perbukitan. Dimulai dari kantor Kelurahan Gisikdrono di pinggir Jalan Pamularsih, kemudian akses jalan menuju ke kampung-kampung di belakangnya yang berkelok-kelok naik sampai tembus ke Ngemplak Simongan dan jalan Kampung Plaosari. 

Ketika ditemui IDN Times di rumahnya, seorang warga RT 11/RW XII Kampung Plaosari, Mbah Misri sejak puluhan tahun lamanya meyakini bahwa tempat tinggalnya merupakan bekas pesisir pantai. 

Ia mengaku sebagai salah satu orang yang ikut membuka lahan pemukiman di Gisikdrono. Saat babat alas hanya ada tiga orang termasuk dirinya. Saban hari ia harus mencangkul lahan yang masih berbentuk tanah liat agar bisa dijadikan lokasi pemukiman. 

"Saya babat alasnya di sini karena dapat lahan ganti rugi dari seseorang yang tinggal di Ngemplak Simongan. Itu kisaran tahun 1972. Pas awal saya datang ke sini bentuk tanahnya lempung warna merah. Kalau orang masuk ke kampung ya pasti mbletok mbletok (jalannya berlumpur)," kata pria berusia 72 tahun tersebut dengan logat Jawa campuran. 

Dirinya pun maklum jika kampungnya semula dipenuhi tanah liat berwarna merah. Sebab, dari cerita yang ia dapatkan, pesisir pantai Simongan pada zaman dahulu berada di daerah kampungnya.

"Kalau dari cerita teman-teman saya, mungkin saja ujung pantainya itu berada di daerah yang sekarang jadi Museum Ronggowarsito," kata pria asli Randublatung, Blora itu. 

Perbukitan Gisikdrono dipenuhi pohon Ploso

Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota SemarangLokasi puncak bukit Gisikdrono Semarang yang kini berubah jadi pemukiman padat penduduk. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Ia mengingat dulunya perbukitan Gisikdrono ditumbuhi banyak pohon Ploso atau Pelasa. Ia berkata lokasi perbukitan Gisikdrono yang dipenuhi pepohonan besar kerap membuat warga yang babat alas menjadi tidak betah. Akses jalannya hanya setapak. Tanah liat yang ada membuat warga sulit mendirikan rumah.

"Waktu awal dulu ya rekoso (susah) banget. Kalau tidak kuat mentalnya ya gak mau tinggal di sini. Saya pas tinggal di Plaosari lampunya masih sentir, dindingnya masih dari gedek pring (papan bambu)," ungkapnya. 

Ditemukan kuburan China di puncak bukit Gisikdrono

Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota SemarangJalanan yang berkelok-kelok dan terjal menjadi ciri khas kampung Gisikdrono Semarang Barat. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Selain itu ketika ia menggali pondasi rumah juga pernah menemukan sebuah kuburan China berukuran sedang. 

Kuburan China itu letaknya di bawah pohon mangga yang kini telah berubah menjadi rumah warga.

"Kuburannya sekarang sudah gak ada. Dulu pernah saya duduki sampai kelihatan petinya, saya buka tapi sudah gak ada isinya lagi. Hanya gundukan tanah. Terus banyak pohon kudo, pohon Ploso. Makanya kampung ini dinamakan Plaosari," aku bapak tiga anak, delapan cucu dan tiga buyut ini. 

Warga Gisikdrono adalah anak pantai

Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota SemarangIlustrasi pantai (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Ketua RW 13 di Kampung Jatisari Gisikdrono, Supangat Saeroji juga mengamini pengakuan yang disampaikan Mbah Misri. Menurutnya banyak warga kampungnya merasa aman dari bencana banjir karena rumahnya yang berada di perbukitan. 

"Kita rasa bahwa pantainya Semarang zaman dulu ya di Gisikdrono. Karena itulah, kita ini sebenarnya anak pantai. Dengan adanya degradasi tanah yang dialami wilayah Semarang bawah, rumah-rumah di Gisikdrono relatif aman. Kita gak pernah kebanjiran sama sekali," katanya bangga. 

Mbah Kiai Sabar menjadi leluhur warga Gisikdrono

Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota SemarangIlustrasi pencemaran laut. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Total ada 715 warga yang tinggal di lingkungan RW 13. Warganya tersebar di 10 RT. Pekerjaannya bervariasi. Mulai buruh pabrik, tukang kayu, tukang batu, usaha mikro sampai pedagang bakso. Belakangan, Kampung Jatisari ditetapkan sebagai kampung wisata dan seni oleh Pemkot Semarang. Efeknya, Supangat dan warga lainnya saat ini getol menggelar pementasan wayang orang, kuda lumping sampai karawitan. 

"Kalau tetenger (penanda)-nya Gisikdrono itu ada di makamnya Mbah Drono," terangnya. 

Yang dimaksud Mbah Drono tak lain adalah leluhur warga Gisikdrono. Nama lain Mbah Drono yakni Mbah Kiai Sabar. 

"Makanya Gisikdrono punya dua arti. Gisik artinya tanah laut dan Drono diambil dari nama Mbah Kiai Sabar atau mbah Drono. Mbah Drono dimakamkan di belakang Kantor Kelurahan Gisikdrono. Saban tahunnya kita rutin adakan kegiatan apitan lalu dilanjutkan ziarah ke makam dan petilasannya Mbah Drono. Acaranya kemudian diakhiri sama tahlilan, tumpengan dan malamnya pasti ada pagelaran wayang kulit," ujar Parimah, Sekretaris Lurah Gisikdrono kepada IDN Times

Ada 15 lurah yang berkuasa di Gisikdrono

Menyibak Keunikan Gisikdrono, Bekas Pantai Purba di Kota SemarangAgus Supriyadi, seorang penjahit di Kampung Tarupolo Kelurahan Gisikdrono Semarang sedang sibuk mengerjakan tas dan dompet hasil kolaborasi dengan siswa SMA Negeri 3. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Jika diruntut sejak berubahnya Pantai Simongan sampai sekarang sudah ada 15 orang yang jadi lurah Gisikdrono. Mbah Sabar alias Mbah Drono adalah Lurah Gisikdrono yang pertama. Sedangkan Lurah Gisikdrono yang menjabat tahun 2019 sampai saat ini bernama Sunardi. 

"Dan ada mantan lurah kelima namanya Pak Ragil yang menjabat paling lama sampai 15 tahun. Dia jadi Lurah Gisikdrono dari tahun 1975-1990," bebernya. 

Baca Juga: Terkenal Angker, Pedagang Ramai Datangi Kuburan Kiai Jangkar Semarang

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya