Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas Stasiun

Pensiunan pegawai KAI rela ngontrak bertahun-tahun

Semarang, IDN Times - Hari hampir beranjak siang, Rusmini sibuk mencuci pakaiannya di belakang rumah. Terletak di RT 03/RW IV, Pendrikan Lor, Kelurahan Pendrikan, Kota Semarang, rumah Rusmini kelihatan lengang.

Sebagai ibu rumah tangga, Rusmini menghabiskan masa tuanya dengan ditemani seorang cucunya. 

"Suami saya lagi berobat ke rumah sakit Citarum. Dia tadinya kan kerja sebagai pegawai KAI (Kereta Api Indonesia). Terus pensiun tahun 2007. Sehari-sehari ya saya sama suami tinggal di sini sama cucu saya," kata perempuan berusia 63 tahun ini ketika membuka obrolan dengan IDN Times, Kamis (29/7/2021).

1. Rusmini dan suaminya tinggal di bekas Stasiun Pendrikan Lor selama 34 tahun

Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas StasiunDeretan rumah warga yang menempati bekas Stasiun Pendrikan Lor Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Rusmini sudah tinggal di Kampung Pendrikan Lor sejak tahun 1987 silam. Awalnya ia yang berasal dari anak tentara memutuskan menikah dengan Masdi Mulyono, seorang warga Purwodadi yang bekerja sebagai pegawai jawatan perkeretapian (PJKA) yang kini disebut PT KAI.

Setelah menikah, Rusmini memilih ikut sang suami yang berdinas sebagai seorang masinis kereta api di Semarang. Maka keduanya pun pindah rumah dari kawasan Banyumanik, menuju ke sebuah kompleks asrama pegawai milik KAI di Pendrikan Lor.

Asrama yang ia tempati itu semula kondisinya jauh dari kata layak. Dari cerita suaminya, tempat tersebut merupakan bekas peninggalan Stasiun Pendrikan Lor. 

Rusmini ingat betul jika dinding bangunannya kala itu berupa papan kayu. Sedangkan atapnya terbuat dari lempengan besi yang ditumpuk dengan beberapa seng.

"Saya sudah tinggal di Pendrikan sejak tahun 1987. Ini kan sejak dulunya asrama pegawai KAI. Kondisinya sejak dulu sudah seperti ini. Kalau rusak ya diperbaiki sendiri. Mau gimana lagi saya sebagai istri harus ngikutin suami," kata ibu empat anak dan enam cucu tersebut sembari menunjukan atap rumahnya yang masih dipertahankan keasliannya.

Baca Juga: Pesan Kematian pada Rumah Tasripin Tuan Tanah Penguasa Semarang

2. Ada 10 pensiunan pegawai KAI pilih tinggal di bekas Stasiun Pendrikan Lor

Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas StasiunSejumlah rumah pensiunan pegawai KAI yang menempati lahan bekas Stasiun Pendrikan Lor Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Untuk menjalani kehidupan, suaminya rutin membayar uang sewa rumah kepada PT KAI. Gajinya dipotong saban tahun untuk membayar sewa rumah. Ketika beranak pinak, Rusmini mengaku biaya sewa rumahnya terus bergerak naik. Terakhir biaya sewanya ditetapkan menjadi Rp1.750.000 per tahun. 

"Suami bayar Rp1.750.000 per tahun. Bayarnya lewat kantor cabang KAI di Jalan MH Thamrin Semarang. Itu tergolong murah ketimbang kita harus ngontrak ke mana-mana," bebernya.

Sementara sang suami bisa naik naik pangkat menjadi pegawai opersional di kantor KAI Daop 4 Semarang dan terakhir bertugas jadi petugas pengatur perjalanan kereta api di Stasiun Tawang sampai pensiun tahun 2007. 

Rusmini berkata selain dirinya, masih ada puluhan pegawai KAI yang menempati lahan bekas Stasiun Pendrikan Lor. Seiring berjalannya waktu jumlah penghuninya berangsur surut. Kini menurut Rusmini hanya tersisa 10 penghuni asli dari pensiunan PT KAI.

"Selain suami saya, dulunya ada banyak pegawai PJKA yang dinasnya tinggal di sini. Cuma lama-lama pada pensiun dan pindah ke daerah lain. Sekarang tinggal 10 orang yang asli yang masih asli dari PJKA. Yang lainnya hanya sebatas cucunya dan status rumahnya banyak yang bersengketa karena mereka kan nekat pada mengambilalih hak miliknya," akunya.

3. Bekas Stasiun Pendrikan Lor menyimpan kenangan manis

Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas StasiunAktivitas warga yang menempati bekas Stasiun Pendrikan Lor Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Rusmini bersyukur bisa hidup tenteram bersama suami dan cucunya pada masa tua. Ia mengaku betah tinggal di bekas Stasiun Pendrikan Lor karena menyimpan banyak kenangan manis. 

"Banyak sekali kenangannya. Sebelum banyak rumah, saya dulu sering lihat kereta dari teras rumah. Suami saya juga sering ngajak anak-anak jalan-jalan naik kereta. Pas libur, kita diajak nyambangi sedulur ke Jakarta atau sekedar piknik ke Pekalongan. Ya itu enaknya jadi keluarga pegawai KAI," ujarnya.

4. Pintu dan jendela Stasiun Pendrikan Lor masih terawat sampai sekarang

Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas StasiunRusmini seorang istri pensiunan pegawai KAI menunjukan pintu dan jendela bekas Stasiun Pendrikan Lor Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sambil menunjukan beberapa sisa bangunan stasiun, ia mengaku butuh perawatan ekstra untuk merawat sebuah bangunan tua. Di rumahnya saja, temboknya sering ditambal hampir saban tahun. Pada atapnya juga terkadang bocor kala diguyur hujan. 

Pada bagian rumahnya, Rusmini masih bisa menunjukan sisa dua pintu kayu jati bekas Stasiun Pendrikan Lor. Selain itu, sesuai perintah suaminya, Rusmini juga masih memakai jendela lengkap dengan kusen bekas Stasiun Pendrikan Lor.

Meski begitu, bagi dirinya merawat sisa peninggalan bersejarah lebih penting sebagai bentuk kepeduliannya dalam menjaga aset-aset milik pemerintah Indonesia.

"Saya diberi amanah sama suami kalau menempati aset KAI ya harus dirawat dan harus dijaga keasliannya. Pas dulu ada tiga bangunan utama bekas stasiun, lokasi bangunannya berdekatan tapi ada tiga bagian. Atapnya yang terbuat dari seng masih tetap saya pertahankan. Bagian temboknya setahun sekali mesti ditambal karena sering mengelupas," jelasnya.

5. Stasiun Pendrikan Lor terakhir kali beroperasi pada 1914 silam

Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas StasiunANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Seorang peneliti kereta api dari komunitas Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Semarang, Tjahjono Raharjo mengatakan rumah yang ditempati Rusmini memang berada di lokasi bekas Stasiun Pendrikan Lor. 

Tjahjono bilang Stasiun Pendrikan Lor merupakan salah satu stasiun tua di jalur Pantura. Stasiun yang dibangun tahun 2 Mei 1897 itu kini telah berubah menjadi rumah-rumah padat penduduk.

"Di Pendrikan itu kita masih bisa lihat sisa-sisa atap bangunan stasiunnya. Memang gak banyak yang bisa ditemukan karena kondisinya sudah jadi rumah-rumah warga," kata Tjahjono.

Stasiun Pendrikan Lor terakhir kali berfungsi pada 2 Agustus 1914 silam. Setelah itu stasiunnya dinonaktifkan dan seluruh perlengkapan saranannya dipindahkan ke Stasiun Poncol yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda diatas tanah lebih luas dan megah.

"Stasiun Pendrikan Lor setelah tidak berfungsi lalu dijadikan gudang barang sama KAI. Kemudian tahun 50'an pernah jadi depo bahan bakar kereta. Sampai akhirnya tahun 1970 berubah jadi asrama yang ditinggali keluarga dan anak-anaknya masinis kereta api," ujarnya.

6. Sebagian rumah di lahan bekas Stasiun Pendrikan Lor masih bersengketa

Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas StasiunPenanda aset KAI di rumah yang berada di lahan bekas Stasiun Pendrikan Lor Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Dilain pihak, Manager Humas PT KAI Daop 4 Semarang Krisbiyantoro menyampaikan lahan yang ditempati warga di bekas Stasiun Pendrikan Lor sebagian masih bersengketa.

"Status rumah di Pendrikan masih berkonflik karena warga masih gak mau keluar dari situ. Padahal di sisi lain itu jadi kepemilikan asetnya PT KAI. Makanya kita minta warga legawa dan mau pindah ke lokasi lain," terangnya.

Baca Juga: Tragisnya Monumen Peluru Tentara Pelajar Semarang, Kini Jadi Arena Judi Togel

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya