Ombudsman: Rapid Antigen Jangan Buat Mengeruk Keuntungan di Akhir Tahun

Semarang, IDN Times - Tim Ombudsman Jawa Tengah menyoroti penggunaan alat rapid test antigen yang saat ini dilakukan oleh berbagai instansi untuk melacak penularan virus Corona (COVID-19). Kepala Ombudsman Perwakilan Jateng, Siti Farida menyatakan pemberlakukan alat rapid antigen selama momentum libur panjang akhir tahun sangat rawan disalahgunakan karena harga yang dibanderol setiap instansi selalu bervariasi.
"Ini kejadiannya kan hampir sama pas awal-awal muncul rapid tes dan swab. Yang pertama mesti dilakukan pemerintah ialah harus ada standarisasi harga. Paling tidak pemerintah berani mengambil patokan harga minimal dan maksimal untuk setiap tes rapid antigen yang dilakukan di masing-masing daerah," kata Farida kepada IDN Times, Rabu (23/12/2020).
1. Aturan rapid antigen jangan cuma untuk mengeruk keuntungan
Ia menyarankan supaya pemerintah daerah mengambil peran untuk menentukan standarisasi harga rapid antigen yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Farida juga mengingatkan kepada setiap instansi supaya tidak mengeruk keuntungan dalam penerapan aturan rapid antigen untuk perjalanan orang selama momentum libur panjang akhir tahun.
"Jangan sampai ada yang melakukan komersialisasi dengan mengeruk keuntungan semata. Sebab, saat ini kan harga rapid antigen sangat bervariasi. Malahan ada yang tarifnya sampai Rp300 ribu. Seharusnya masyarakat bisa dapat layananya secara gratis. Soalnya ini sudah jadi tanggung jawab pemerintah untuk memberi pelayanan publik. Ya gak semuanya harus membayar," akunya.
Baca Juga: Pasrah! Wajib Rapid Antigen, Okupansi Hotel di Jateng Cuma 25 Persen
2. Pemerintah harus permudah akses bagi masyarakat yang ingin dapat layanan rapid antigen
Editor’s picks
Lebih jauh, Farida meminta pemerintah daerah bergerak cepat untuk mempermudah akses bagi masyarakat agar mendapatkan layanan rapid antigen di kantor instansi kesehatan.
Selain itu, ia juga mendorong supaya penggunaan rapid antigen mengacu pada pedoman standar operasional prosedur (SOP) yang jelas. Terutama melihat dari ketersediaan peralatannya.
"Pemerintah harus bisa menyelesaikan persoalan terkait akses semuanya mendapatkan layanan swab dan rapid antigen. Sehingga pasien yang kedapatan positif COVID-19 bisa segera tertangani dengan baik sekaligus memutus mata rantai penularan virusnya," bebernya.
"Soalnya saya dapat informasi kalau akses layanan swab saja gak semudah yang dipikirkan masyarakat selama ini," tambahnya.
3. Tes rapid antigen lebih baik menyasar petugas wisata, transportasi dan nakes
Tes rapid antigen juga bisa menyasar ke sejumlah kelompok yang rentan bersinggungan dengan sumber penularan COVID-19 saat libur panjang akhir tahun.
"Yang disasar untuk tes rapid antigen ya para petugas pariwisata, petugas jasa transportasi, para tenaga medis yang bertugas di posko-posko terpadu Mereka harus dites antigen sebagai langkah tracking untuk mendeteksi sebaran virusnya," tutur Farida.
Menurutnya sudah waktunya bagi pemerintah guna menyebarluaskan informasi penggunaan rapid antigen secara masif. Pihak yang paling berkompeten menyosialisasikan aturan tersebut, katanya adalah masing-masing Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten/kota dan provinsi.
"Informasi ketentuan aturan terkait rapid antigen harus disampaikan lebih masif. Dinkes yang wajib menyosialisasikannya. Kalau sekarang masyarakat cuma dapat dari medsos aja. Pemerintah mestinya bertanggung jawab memberikan pelayanan publik yang baik selama masa pandemik," urainya.
Baca Juga: Harga Lebih Murah, Penumpang KA Jalani Rapid Antigen di Stasiun Tawang