Paling Ganas! Penularan Delta India 382 Kasus, Dipicu Selfie dan Rapat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Pakar Epidemolog dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Suharyo Hadisaputro menyatakan rangkaian acara rapat secara luring dan banyaknya warga yang selfie tanpa masker merupakan pemicu utama dari merebaknya penularan virus Corona varian Delta India.
Prof Haryo, sapaan akrabnya, menyebut masyarakat saat ini sudah lengah sehingga membuat kedisiplinan menjaga prokes menjadi kendor.
"Dan kalau kita mencatat saat ini jumlah varian Delta India sudah mencapai 382 kasus. Ini meskipun masih kecil tetapi angka sebarannya sangat masif dan penularannya juga lebih ganas ketimbang COVID-19 jenis yang lama. Ini juga terjadi karena vaksinasinya belum memadai. Sehingga kekebalan tubuh warga Jateng belum sesuai yang diharapkan," ungkap Prof Suharyo saat sesi diskusi via Zoom, Senin (5/7/2021).
1. Epidemolog Undip sebut warga Jateng sudah lengah hadapi penularan COVID-19
Sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya di Jateng, katanya kini telah lengah dalam menghadapi penularan COVID-19. Warga terlanjur mengabaikan protokol kesehatan karena menganggap vaksinasi jadi senjata ampuh untuk menangkal penularan virus Corona.
Abainya perilaku warga Jateng, menurutnya bisa dilihat dari temuan irutinitas makan bersama dan ngobrol tanpa memedulikan lawan bicaranya apakah merupakan OTG atau tidak.
Selain itu, prosesi pemakaman yang masih dihadiri pelayat atas rasa iba juga memicu penularan virus yang lebih besar.
Penularan Delta India bisa disebabkan dari rapat luring yang sering digelar. Peserta rapat kerap tak sadar bahwa virus tak hanya disebarkan oleh droplet tetapi dari udara bebas dan peserta yang tidak memakai masker.
"Yang terjadi saat ini, masyarakat belum sepenuhnya menyadari pentingnya protokol kesehatan. Kita akhirnya menemukan titik lengah masyarakat. Ini yang memicu penularan cenderung meningkat," ungkapnya.
Baca Juga: Sembako Bakal Dibebani Pajak, Pakar Ekonomi Undip: Itu Gak Pantas!
2. Selfie bareng dan anjangsana saat Idul Fitri jadi titik lengah warga Jateng
Potensi penularan COVID-19 lainnya bisa dari olahraga bersama yang dilanjut dengan selfie dan warga yang lupa memakai masker saat ngobrol-ngobrol.
Editor’s picks
"Sesi foto bareng dengan melepas masker supaya wajah kelihatan dan bergaya jadi titik lengah berikutnya. Dan ada kunjungan rumah saat Idul Fitri, naik transportasi umum yang abaikan masker, kunjungan ke mal, swalayan, restoran, pasar dan acara-acara nikah yang dihadiri banyak orang," jelasnya.
3. Sudah ada 10 varian Corona. Yang paling ganas yaitu Delta India
Prof Haryo juga mengungkap kini ada 10 jenis Corona jenis baru di seluruh dunia. Selain Delta India, ada Corona Alfa Inggris, Corona Beta Afrika, Corona Gamma Brasil, Corona Epsilon Amerika, Corona Zeta Brasil, Corona Theta Filipina, Corona Eta, Corona Lota Amerika dan Corona Kappa India.
"Saat ini yang dikhawatirkan adalah Varian Delta, yang mungkin penyebaran tinggi, menyebabkan penyakit lebih ganas dan mungkin mempengaruhi efektivitas vaksinasi," tegasnya.
Baca Juga: Lacak Corona Delta India, 6 Spesimen Pasien Asal Jepara Dites Genome
4. Pakar mikrobiologi ungkap Delta India sudah merebak di seluruh kota besar
Sementara itu, dr Rebriarina Hapsari, seorang Peneliti Spesialis Mikrobiologi Klinik dari Fakultas Kedokteran Undip mensinyalir bila saat ini penularan varian Delta India telah mendominasi sejumlah kota-kota besar di Indonesia. Sebab, ia mencermati aktivitas interaksi manusia di perkotaan lebih banyak ketimbang di desa.
"Varian ini tampaknya sudah dominasi di beberap daerah terutama di kota besar karena memang banyak interaksi manusia di situ. Dan bercermin dari penularan di India varian ini sangat cepat dominasi mengalahkan varian yang ada sebelumnya. Di Indonesia baru ada 382 kasus karena kemampuan WGS negara kita masih sangat sedikit mengingat harganya yang mahal. Jadi tidak semua virus yang menyerang pasien diperiksa Genome. Jadi hanya 382 saja yang saat ini terdeteksi tapi sebenarnya jauh lebih banyak dari itu," ungkapnya.
5. Angka COVID-19 yang diumumkan Kemenkes bukan data asli
Tak cuma itu saja, dirinya pun memperkirakan penularan COVID-19 jauh lebih besar dari yang dibayangkan orang-orang lantaran jumlah yang diumumkan pemerintah selama ini bukan angka yang sebenarnya.
"Saya yakin karena banyak laboratorium yang periksa swab antigen tidak melaporkan ke Kemenkes. Jumlah sesungguhnya lebih dari 20.000, ini saya paham sekali karena saya di laboratorium setiap hari. Ada data day to day basist, bahwa pos rate dari pemeriksaan PCR ataupun antigen, meningkat beberapa minggu terakhir ini. Kemudian ini sebabnya lebih pada kemampuan testing kita dan kesadaran masyarakat untuk lakukan testing masih kurang," ujar Rebri.
Baca Juga: Tuai Pro-Kontra, Ivermectin Sudah Dipakai di Semarang dan Kudus