Razia PPKM Darurat Bikin Puyeng PKL Semarang, Merasa Diteror Satpol PP

Semarang, IDN Times - Berbagai upaya penegakan aturan PPKM Darurat rupanya dikeluhkan para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di Kota Semarang. Alih-alih mendapat bantuan pemerintah, para pedagang justru pontang-panting kucing-kucingan dengan personel Satpol PP yang kerap menerornya saban hari.
1. Pedagang angkringan gak tenang jualan saat PPKM Darurat
Kondisi tersebut salah satunya dialami Harti. Ia yang berjualan angkringan di Jalan Pondok Indraprasta mengaku sering kecapekan saat berjualan pada masa PPKM Darurat. Warung angkringannya yang biasanya tutup hingga larut malam, hampir seminggu belakangan terpaksa tutup lebih awal.
"Kemarin-kemarin kan bisa tutup sampai jam 10--11 malam. Tapi sekarang jam 8 malam sudah harus bersih. Otomatis saya jualannya jadi gak bisa tenang," kata perempuan 56 tahun itu kepada IDN Times dari sambungan telepon, Kamis (8/7/2021).
Baca Juga: Ini Syarat Warga Semarang Bisa Terima Bantuan Sosial saat PPKM Darurat
2. Pelanggan jadi takut diteror Satpol PP
Harti berkata dengan aturan PPKM Darurat, personel Satpol PP kerap mendatangi warungnya sembari menebar teror dan mengancam akan mengangkut barang dagangannya. Ia mengatakan dengan perlakuan tidak mengenakan tersebut, dirinya kerap spot jantung. Ia yang biasa menunggu dagangan selepas Asar merasa dirugikan dengan aturan PPKM Darurat.
"Yang biasanya dagangan saya habis terjual, sekarang masih sisa banyak. Memang banyak orang belinya sudah take away, tapi kan banyak pelanggan yang takut jajan ke warung saya. Khawatirnya kalau tiba-tiba dirazia Satpol," cetusnya.
3. Satpol PP bawa gas milik pedagang
Situasi serupa juga dialami Ali yang setiap hari jualan angkringan di Pekojan, Semarang Tengah. Ali terheran-heran tatkala mendapati sejumlah personel Satpol PP merazia warungnya dengan dibantu anggota Provos Polisi.
Ali menganggap tindakan petugas sudah kelewatan karena memperlakukan pedagang seperti dirinya dengan semena-mena.
"Sudah bawa Provos, ngoprak-ngoprak barang dagangan. Tabung gas saya juga diembat Satpol. Jelas mereka yang untung, saya yang rugi," keluhnya.
Editor’s picks
Ia bilang razia yang dilakukan Satpol PP mestinya bisa dilakukan beserta edukasi. Sebab, dengan diambilnya tabung gas, dirinya jadi sulit berjualan.
"Kalau mau nebus gasnya kan juga pikir-pikir. Harus bayar denda minimal Rp25 ribu," imbuh Ali.
4. Penegakan disiplin PPKM Darurat harus dievaluasi
Ketua Asosiasi PKL Indonesia (APKLI) Kota Semarang, Abdul Ghofur mengecam tindakan para personel Satpol PP yang seenaknya sendiri merazia PKL dengan dalih menegakkan aturan PPKM Darurat.
"Harusnya pemerintah itu bantu supaya PKL bisa jualan dengan tertib, kan kita mesti mencukupi kebutuhan keluarga juga. Bukannya malah dirazia," terangnya.
Meski belum menginvestigasi secara menyeluruh, ia menemukan banyak razia PPKM darurat yang melanggar hukum. Ghofur mendesak kepada Pemkot Semarang untuk mengevaluasi aturan penertiban PPKM Darurat agar tidak membebani para PKL.
"Akibat razia Satpol pekerja informal kayak PKL jadi sangat susah mencari "makan". Kalau dari temuan di lapangan jumlahnya banyak razia yang melanggar hukum. Di sisi lain, jam 8 malam keatas yang biasanya warung-warung ramai pembeli, sekarang gak bisa jualan lagi," keluhnya.
5. Pemkot Semarang harus ubah pendekatan yang humanis
Terpisah, Kepala Ombudsman Jateng, Siti Farida menyayangkan tindakan Pemkot yang saklek memakai tangan aparat menindak para PKL. Ia menyebut sebenarnya penegakan disiplin bisa dilakukan dengan humanis tanpa menakuti pedagang.
"Harus diubah dan pakai pendekatan humanis. Tentu ini kan prosedurnya di Satpol. Hanya saja masyarakat tidak berniat jahat, maka perlu penertiban secara persuasif. Misalnya diberi tanda silang untuk peringatan pertama. Dan mendatangi warga untuk mengedukasi ke pedagang sekitarnya," tegasnya.
Ia menekankan bahwa aksi represif Satppol PP akan berdampak buruk terhadap citra Walikota Semarang. Saat ini, Satpol PP justru harus meniru tindakan aparat kepolisian yang memilih menerjunkan Polwan untuk mengedukasi PKL.
"Kalau Polri tetap pendekatan humanis, yang dimunculkan memakai polwan. Untuk itulah, Kota Semarang, Kudus dan daerah lainnya mestinya melakukan koreksi. Jika ada PKL dan pedagang warung yang diintimidasi aparat, segera laporkan ke Ombudsman," tandasnya.
Baca Juga: Damkar Ikut Satpol PP Semarang Semprot Warung: Mereka Emosi Kita Capek