Terpental dari SMA Favorit, Orangtua Siswa: Biaya Les Jadi Sia-sia

Zonasi PPDB bikin siswa down

Semarang, IDN Times - Tahapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online di Jawa Tengah, terus menuai polemik. Yang terbaru, ada sejumlah orangtua yang melayangkan protes akibat anaknya gagal diterima di SMA Negeri 5, Semarang.

Mariana, salah satu orangtua siswa yang melontarkan protes tersebut. Mariana mengatakan sangat kecewa karena putra kesayangannya yang bernama Rome Michael Birawa tidak lolos seleksi di SMA 5.

Dirinya menganggap jerih payahnya untuk membesarkan anaknya selama ini, seolah sia-sia. Sebab, biaya les hingga biaya menyekolahkan anaknya dari SD sampai SMA terbilang cukup mahal.

"Kalau sistem ini kami seperti kecewa, karena mempersiapkan anak dari kecil, dari SD sampai SMA kita ikutkan les dengan bayar jutaan rupiah, tidak dipakai," sergahnya.

1. Sistem zonasi PPDB dianggap tidak adil

Terpental dari SMA Favorit, Orangtua Siswa: Biaya Les Jadi Sia-siaIDN Times/Fariz Fardianto

Menurut Mariana, sistem zonasi yang dipakai untuk PPDB 2019 tidak adil. Karena memakai jarak zonasi yang berbeda-beda.

"Anak saya sudah tidak lolos, kalau zonasi yg diterima di sini paling deket 3,1 km, rumah saya 3,4. Ini nyoba SMA 14 pakai jalur prestasi, sepertinya ini masih bisa masuk," ungkapnya.

Baca Juga: PPDB Hari Pertama, Sejumlah Orangtua Protes Nama Anaknya Dicoret

2. Kepsek SMA 5 klaim kuota sekolahnya menampung 408 siswa

Terpental dari SMA Favorit, Orangtua Siswa: Biaya Les Jadi Sia-siaIDN Times/Maulana

Mendapati protes itu, Kepala SMA 5, Titi Priyatningsih berdalih kuota PPDB Online di sekolahannya tahun ini sudah ditetapkan untuk menampung sebanyak 408 siswa. Kuota tersebut mencakup delapan kecamatan dan 22 kelurahan yang berada satu zonasi.

"Kami masih belum memastikan. Kemarin sampai 20 orang minta konsultasi," cetusnya.

3. DPRD Jateng anggap zonasi minim sosialisasi

Terpental dari SMA Favorit, Orangtua Siswa: Biaya Les Jadi Sia-siaANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wienarto menduga sistem zonasi PPDB selama ini minim sosialisasi. Masyarakat, lanjutnya, belum memahami sistem penerimaan zonasi untuk PPDB.

"Contoh ada cabang kolosal seperti drum band, paduan suara, Children. Kalau ngomong drum band, pembawa bendera aja bisa skornya sama. Ini perlu evaluasi meski memang sudah di tingkat nasional," ucapnya. 

Baca Juga: Perpres Tentang Zonasi Digodok, Kemendikbud Targetkan Tuntas di 2020

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya