Hingga Juni, 65 Anak Putus Sekolah di Jateng Karena Status Pidana

Sebagian besar dikeluarkan dari sekolah

Surakarta, IDN Times - Berdasarkan data dari Bapas Jawa Tengah, per Juni 2021 terdapat sebanyak 65 anak putus sekolah saat menjalani proses hukum. Hal ini menjadi keprihatian tersendiri pasalnya pendidikan adalah hak yang penting dan mendasar bagi setiap orang, tidak terkecuali.

Negara sudah menjaminnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1, dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.

Pemenuhan hak pendidikan tak terkecuali bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai saksi, korban, maupun pelaku. Pasal 3 UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bahwa anak yang terlibat dalam masalah pidana juga diberikan hak-hak khusus, salah satunya yaitu hak untuk tetap memperoleh pendidikan.

Baca Juga: Demi Beli HP Untuk Sekolah Online Siswa SD di Blora Keliling Jual Susu

1. Sebagian besar dikeluarkan dari sekolah

Hingga Juni, 65 Anak Putus Sekolah di Jateng Karena Status PidanaIlustrasi Sekolah dari Rumah (IDN Times/Arief Rahmat)

Data Bapas Jawa Tengah, per Juni 2021 terdapat sebanyak 65 anak putus sekolah saat menjalani proses hukum atau Anak berkonflik dengan Hukum (AKH).

Penyebab utama anak putus sekolah, yaitu selama proses hukum berlangsung 49,4 persen anak dikeluarkan dari sekolah secara sepihak; 6,3 persen anak diminta untuk mengundurkan diri dari pihak sekolah, dan 44,3 persen anak mengundurkan diri karena keinginan pribadi.

AKH adalah anak yang disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum dan telah berumur 12, atau belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

2. Bapas lakukan pendampingan

Hingga Juni, 65 Anak Putus Sekolah di Jateng Karena Status PidanaAnak berkonflik dengan hukum AKH di Lapas Kutoharjo. Dok/Sahabat Kapas

Kepala Bapas Klas II Klaten, Eko Bekti mengatakan jika Bapas Klaten telah melakukan pendampingam terhadap empat AKH dari Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri untuk tetap mendapatkan pendidik.

Keempat AKH tersebut dikeluarkan atau diminta mengundurkan diri dari sekolah karena sedang menjalani proses hukum. Eko mengaku, alasan yang kerap muncul dari pihak sekolah adalah menghindari stigma masyarakat terhadap nama baik sekolah.

“AKH adalah korban. Mereka korban dari cara pengasuhan yang salah dan pergaulan yang negatif. Sehingga dibutuhkan penanganan anak yang bersifat lebih humanis serta menghindarkan penghakiman bagi anak oleh aparat penegak hukum maupun dinas pendidikan/sekolah. Stigma yang dilekatkan masyarakat termasuk sekolah terhadap mereka kian memperburuk psikis mereka. Sehingga menurunkan motivasi anak untuk melanjutkan sekolah dan muncul perasaan malu untuk kembali ke sekolah lama.” jelas Eko.

3. Banyak yang malu lanjutkan sekolah

Hingga Juni, 65 Anak Putus Sekolah di Jateng Karena Status PidanaPembarian bantuan kepada AKH di Lapas Kutoharjo. Dok/Sahabat Kapas

Sementara itu salah seorang AKH yang tidak disebutkan namanya mengaku malu jika tetap melanjutkan sekolah dengan lingkungan sekolah yang sama, terlebih sekolah sudah mengeluarkan secara sepihak.

“Aku merasa malu kalau melanjutkan sekolah lagi karena sudah dikeluarkan dari sekolah. Kayaknya aku nggak lanjut sekolah mbak, udah males untuk ngurusnya," ungkap AKH tahun 2020 tersebut.

Sementara itu, Manager Program Promosi Hak Anak Sahabat Kapas, Ajeng menambahkan banyak AKH yang akhirnya mengalami penurunan motivasi untuk melanjutkan sekolah karena proses hukum yang dijalani. Jaminan keberlanjutan dan kemudahan akses pendidikan bagi AKH akan sangat berarti bagi masa depan anak. Melalui pendidikan, mereka akan mampu meningkatan kepercayaan dirinya dan kualitas hidupnya.

"Karena apapun status hukum anak, mereka memiliki hak yang sama atas pendidikan dan setiap anak berhak atas kesempatan kedua," pungkasnya.

Baca Juga: 45.000 Anak di Jateng Putus Sekolah, Sekolah Virtual Bisa Jadi Solusi

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya