Kuasa Hukum Almas, Klarifikasi Soal Tanda Tangan Permohonan Batas Usia

Menilai pelapor MKMK tak paham prosedur persidangan

Surakarta, IDN Times - Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru Re A, Arif Sahudi memberikan klarifikasi usai Perhimpunan Bantuan Hukum dan Indonesia (PBHI) memunculkan bukti dugaan pelanggaran kode etik, yang mana dalam lampiran tersebut perbaikan yang diserahkan oleh pemohon tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon.

Hal tersebut diungkap dalam sidang kode etik Ketua MK Anwar Usman cs di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

1. Tanda tangan diwakilkan oleh kuasa hukum

Kuasa Hukum Almas, Klarifikasi Soal Tanda Tangan Permohonan Batas UsiaBerkas asli persidangan soal gugatan batas usia capres/cawapres di MK. (IDN Times/Larasati Rey)

Menanggapi hal tersebut, Arif Sahudi membenarkan jika dokumen tersebut memang tidak ditandatangani oleh Almas secara langsung. Kendati demikian, ia mengungkapkan jika tanda tangan Almas sudah diwakilkan langsung oleh kuasa hukum yang bersangkatan dalam dokumen perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

"Pernyataan dari pelapor MKMK yang menyatakan bahwa pemohon prinsiple tidak menandatangi perbaikan permohon saya jawab benar. Kenapa saya jawab benar, memang kalau tanda tangan prinsiple tanda tangam aneh kan sudah ada kuasa hukum.

"Karena sudah ada kuasa hukum yang menandatangani perbaikan gugatan kuasa hukum," ujarnya saat ditemui Jumat (3/11/2023).

Baca Juga: Profil Almas, Anak Koordinator MAKI Pemenang Gugatan di MK

2. Telah kirim dokumen soft file dan hard file ke MK

Kuasa Hukum Almas, Klarifikasi Soal Tanda Tangan Permohonan Batas UsiaBerkas asli persidangan soal gugatan batas usia capres/cawapres di MK. (IDN Times/Larasati Rey)

Menurut Arif, menjelaskan jika sidang dilaksanakan secara online, sejak pendaftaran hingga putusan. Dokumen fisik dikirim melalui kantor pos, sementara soft file dikirim melalui email atau online. Ia mengaku pengirim melalui email ke MK sempat mengalami kendala teknis.

"Alurnya begini, karena sidang online. Kan ada ngirim (berkas) lewat online maupun lewat Pos. Kita ngirim mulai tanggal 13 lewat email, tidak masuk. Tanggal 19, tidak masuk. Tanggal 20, masuk lewat email, Itu lengkap tanda tangan," jelasnya. 

Karena gagal beberapa kali mengirim berkas perbaikan lewat email, akhirnya Arif menghubungi MK sebelum sidang digelar.

"Baru tanggal 19 dikontak dari MK karena nunggu email belum masuk, disuruh ngirim lewat WA Pusdik (Pusat Pendidik). Itu WA resmi, kan Hotline tidak mungkin ada tanda tangannya," jelasnya.

Arif juga menepis tudingan tersebut tidak menandatangani berkas perbaikan gugatan tersebut. Terkait dokumen MS Word yang tidak ditanda tangani, ia mengaku jika Word memang tidak bisa ditanda tangani, terlebih ia sudah mengirimkan dokumen berupa file PDF yang sudah ditanda tangani.

"Pasti (yang dimasalahkan) adalah file yang MS Word. Karena tidak mungkin ada tandatangannya. Kenapa di Ms. Word tidak bisa ditandatangani, yang bisa menjawab yang membuat sistem. Setahu saya berkas MS Word tidak bisa ditandatangi, bisanya (scan) PDF," kata Arif.

Terkait penggunaan tanda tangan digital, Arif menuturkan, yang diminta adalah tanda tangan basah. "Kalau dikatakan tidak ditandatangani pemohon, ini secara hukum acara saja pertanyaannya sudah salah kok. Apa mungkin pemohon menandatangani (berkas) perbaikan? Kan ada kuasa hukum. Dipermohonan pertama saja pemohon tidak tanda tangan apalagi diperbaikan," imbuhnya.

3. Menduga pelapor MKMK tak paham terkait persidangan

Kuasa Hukum Almas, Klarifikasi Soal Tanda Tangan Permohonan Batas UsiaKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat melantik Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Kantor MK, Jakarta Pusat (24/10/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa

Arif menduga jika para pelapor tidak pernah menjalani sidang di Makamah Konstitusi (MK) sehingga pelapor yang dianggapnya tidak paham terkait berita acara di persidangan.

"Pertanyaan saya, pelapor pasti saya jamin belum pernah beracara. Karena tidak paham hukum acara, itu dugaan saya dia belum pernah beracara," katanya. 

Arif juga berpesan kepada pelapor agar berhati-hati dalam membaca berkas. Terlebih berkas tersebut untuk materi pelaporan.

"Sebelum menyampaikan laporan, perlu mempelajari detail hukum acara MK. Saya menduga, pelapor belum pernah sidang. Kita ada rekam pembicaraan kita dengan MK, cek-cekan data semua ada. Bisa dicek semua ada," pungkasnya.

Baca Juga: Daftar Program Jokowi yang Bakal Dilanjutkan Prabowo-Gibran, Simak Guys!

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya