Tanpa Memungut Biaya, Suami Istri di Solo Ini Rawat Puluhan Orang Gila

Kisah inspiratif di Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

Solo, IDN Times – Robert Nadeak (44) dan Kristiana Ernawati (48) warga di Jalan Sudirta, Joyosuran, Solo, Jawa Tengah ini memang patut dicontoh. Kedua suami istri tersebut dengan suka rela merawat sekitar 47 orang penderita gangguan jiwa yang mengelandang di jalan.

Pemilik Panti Jati Adulam Ministry ini memang sudah sejak tahun 2005 merawat penderita gangguan jiwa dari beberapa latar belakang dan daerah. Mulai 12 penderita, hingga kini menjadi 47 penderita gangguan jiwa dari berbagai latar belakang ia rawat tanpa dipungut biasa sepersen pun.

Baca Juga: 6 Tanda-tanda Kamu Pacaran Dengan Seorang Psikopat 

1. Tergerak dari hati nurati

Tanpa Memungut Biaya, Suami Istri di Solo Ini Rawat Puluhan Orang GilaIDN Times/Larasati Rey

Kristiana, istri Robert saat ditemui di lokasi mengaku rela merawat puluhan penderita gangguan jiwa karena merasa kasihan dengan keberadaan orang gila yang mengelandang di jalanan. Bersama dengan suaminya, awalnya ia merawat 12 orang gila di rumahnya daerah Bendosari, Sukoharjo, namun sejak tahun 2005 , namun setelah tahun 2007 ia membentuk panti di daerah Telukan, Grogol, Sukoharjo agar bisa menampung lebih banyak pengerita gangguan jiwa.

"Dari hati nurani kita tergerak untuk melihat orang-orang itu kan, setiap kita jalan ke jalan-jalan kan ada orang seperti,  itu siapa yang kalau bukan kita yang tergerak apa kita harus menunggu orang lain gitu pertama kali, setelah itu kita ambilah dari jalan itu dan kita urus  ternyata mereka bisa menjadi manusia seutuhnya asal kita merawatnya dengan penuh kasih," ujar Kristiana yang bekerja sebagai guru Bahasa Inggris SMP tersebut.

Dan pada tahun 2015, panti yang awalnya berlokasi di Telukan, Grogol, Sukoharjo terpaksa berpindah di Jalan Sudirta, Joyosuran, Solo, karena ada penolakan dari warga akibat aktivitas yang dilakukan oleh Robert dan Kristiana tersebut. Di tempat yang baru panti tersebut menempati Gedung sengketa bekas Sekolah Pendidikan Agama Kristen.

2. Keberadaan panti sempat ditolak warga

Tanpa Memungut Biaya, Suami Istri di Solo Ini Rawat Puluhan Orang GilaIDN Times/Larasati Rey

Ketua RT03/RW 011 Joyosuran, Surono mengatakan adanya panti Jati Adulam Ministry ini awalnya sempat ditentang oleh warga yang berada di sekitar kampung Kusumadilagan. Penolakan tersebut terkait keberadaan orang gila yang dinilai membahayakan dan bau menyengat akibat sembarangan membuat kotoran.

Namun setelah diberi pengertian oleh beberpa tokoh masyarakat, akhirnya warga mau menenerima keberadaan panti tersebut. Bahkan, beberapa warga juga turut membantu memberikan sumbangan untuk keberlangsungan panti tersebut.

“Penolakan yang paling utama itu bau, bau itu sangat menganggu mereka masih buang air sembarangan,walaupun kita sudah menyediakan tempat untuk buang air, namun karena gangguan mentalnya mereka masih buang air kecil sembarangan, dari sekian orang kalau mereka buang air sembarangan kan bau nya luar biasa,” ujar Surono.

3. Tak memiliki dokter spesialis jiwa

Tanpa Memungut Biaya, Suami Istri di Solo Ini Rawat Puluhan Orang GilaIDN Times/Larasati Rey

Kristiana menambahkan dari awal hingga panti ini berdiri, pihaknya tidak memiliki dokter spesialis jiwa yang datang untuk berkunjung ke panti tersebut. Ia mengaku, jika ada penderita yang perlu pengobatan, Ia bersama suaminya tidak segan-segan untuk membawanya ke rumah sakit jiwa untuk diperiksa dan menjalani pengobatan.

“Kita tidak punya dokter, kalau tahu ada yang sakit kita langsung bawa ke dokter dan diobati,” jelas Kristiana.

4. Mulai dana pribadi hingga bantuan pemerintah

Tanpa Memungut Biaya, Suami Istri di Solo Ini Rawat Puluhan Orang GilaIDN Times/Larasati Rey

Meski sang suami pernah bekerja di sebuah yayasan panti rehabilitas mental, namun Ia bersama suami tetap memperlakukan penderita gangguan jiwa dengan baik, dengan memberikan terapi kesembuhan.

Bahkan sejumlah aktivitas juga diajarkan oleh penghuni panti setiap hari, seperti berolahraga, menjemur Kasur yang semalam dipakai dan diompoli, hingga mengikuti konseling untuk memotivasi hidup mereka,

Meski awalnya Robert dan Kristiana harus mengeluarkan biasa pribadi untuk merawat penderita gangguan jiwa, namun sejak tahun 2017 panti tersebut mulai mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, bantuan yang diterima berupa bantuan logitsik dan sandang pangan kepada para penderita.

“Per tiga bulan kita mendapat bantuan dari pemerintah daerah, dan juga beberapa masyarakat juga ikut membantu,” ungkap Kristiana.

5. Harapan di Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

Tanpa Memungut Biaya, Suami Istri di Solo Ini Rawat Puluhan Orang Gilai

Sebagai panti yang dikelola secara pribadi, Kristiana berharap di Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ini banyak masyarakat yang lebih peduli terhadap keberlangsungan hidup penderita gangguan jiwa. Ia juga berharap bisa memiliki lahan sendiri sebagai panti rehabilitasi mental.

“Kita saat ini masih menempati lahan sengketa, ya harapannya bisa mendapat lokasi untuk menampung penghuni panti ini dengan lebih baik lagi,” harapnya.

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau World Mental Health Day diperingati setiap tahun pada tanggal 10 Oktober. Peringatan ini secara resmi dikeluarkan oleh world federation health (WFMH) sejak tahun 1992. Peringatan yang sudah menginjak umur 27 ini, diinisiasi oleh Wakil Sekretaris Jenderal, Richard Hunter.

World Mental Health Day bertujuan untuk mengkampanyekan advokasi kesehatan mental dan mendidik masyarakat tentang isu-isu yang relevan terkait kesehatan mental atau kesehatan jiwa seseorang.

Baca Juga: 5 Ciri Pasanganmu Merupakan Seorang Psikopat, Hati-hati Ya!

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya