Kisah Guru SD Purbalingga Mengajar di Saat Wabah, Rela Datangi Murid

Dari pintu ke pintu datangi siswa

Purbalingga, IDN Times – PandemikCOVID-19 bukan hanya ujian bagi tenaga kesehatan. Wabah juga menjadi ujian bagi tenaga pendidik. Dengan pembelajaran dari rumah, mereka dipaksa beradaptasi dari yang semula tatap muka kini beralih ke pembelajaran virtual, medium yang sama sekali baru bagi guru.

Ini menjadi masalah pelik, sebab tak semua guru menguasai keterampilan teknologi informasi. Di sisi lain tak semua orangtua mampu mengakses jaringan internet, terutama mereka yang berada di pelosok desa. Lalu bagaimana para guru berjibaku menyiasati jurang pemisah antara realitas dengan cita-cita mencapai tujuan pendidikan di masa pandemi ini?

Baca Juga: Belajar Online, Sekolah di Semarang Kelabakan, Kuota Internet Jebol

1. Ada mata pelajaran yang butuh pendampingan

Kisah Guru SD Purbalingga Mengajar di Saat Wabah, Rela Datangi MuridSalah satu pelajar yang belajar di rumah dimasa pandemi Corona (IDN Times/ istimewa)

Potret perjuangan guru di tengah wabah virus corona di antaranya tergambar dalam keseharian Jumiati, guru SD 4 Siwarak Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga. Jumiati mengajar kelas 1.

Ia merasakan betapa sulitnya pembelajaran dalam jaringan (daring) untuk murid kelas 1 SD. Kesulitan itu terasa pada materi penjumahan, penambahan, dan membaca. Menurutnya, para peserta didik membutuhkan pendampingan intensif pada materi-materi tersebut.

“Berbeda dengan materi lain, materi ini kan butuh latihan,” kata dia melalui sambungan telepon.

2. Orangtua murid berkeluh kesah jadi guru di rumah

Kisah Guru SD Purbalingga Mengajar di Saat Wabah, Rela Datangi MuridKegiatan dari pelajar yang dilaporkan kepada guru (IDN Times/ istimewa)

Sementara itu, tidak semua orangtua murid mampu memberikan pendampingan. Para orangtua murid itu bahkan mengeluh ketika harus menggantikan peran guru saat belajar di rumah.

“Katanya anaknya nggak mau nurut sama orangtuanya, dia cuma nurut sama gurunya,” ujar dia mengungkapkan keluh kesah orangtua murid.

Sebagian orangtua yang merasa tak mampu menjadi guru datang ke rumah Jumiati bersama anaknya. Jumiati pun menerima mereka.

“Tetapi tetap mematuhi SOP COVID-19, pakai masker dan sebagainya,” kata dia.

3. Orangtua murid yang kewalahan minta pendampingan dari guru

Kisah Guru SD Purbalingga Mengajar di Saat Wabah, Rela Datangi MuridPexels/ Julia M Cameron

Namun ada juga orangtua yang menghendaki Jumiati datang ke rumah muridnya. Bahkan jumlah mereka lebih  banyak daripada yang datang ke rumah Jumiati. Kasih sayang terhadap murid-muridnya membuat Jumiati bersedia mengajarkan ilmu dari pintu ke pintu.

“Saya kasihan kalau anak tidak ada yang ngajar di rumah,” tutur dia.

Padahal tidak sedikit di antara murid-muridnya yang tinggal cukup jauh. Ada satu rumah muridnya yang bisa dijangkau setelah melewati perkebunan nanas yang sepi.

“Kadang takut kalau lagi sepi. Kalau melihat ada motor agak tenang, artinya kan ada orang walaupun nggak tahu orangnya di mana,” ujar dia.

Ada juga rumah satu muridnya yang mengharuskannya berjalan kaki. Jalan menuju rumah itu hanya bebatuan yang ditata dan sempit.

“Jalannya kayak kali asat (sungai kering) dan licin,” kata dia.

Ia mengatakan tak ada tunjangan operasional untuk kunjungan dari rumah ke rumah ini. Ia hanya beruntung karena sudah berstatus PNS.

Meskipun berat, aktivitas ini tetap ia jalani sebagai bagian tanggung jawab profesi. Dan di atas segalanya, ia menyayangi peserta didiknya. Ia tak ingin di masa sulit seperti sekarang pendidikan murid-muridnya telantar.

Baca Juga: Viral Curhat Emak-emak yang Emosi Anaknya Belajar Online, Kocak!

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya