Semarang, IDN Times - Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengakui adanya ribuan siswa sekolah yang mengalami keracunan saat menyantap masakan MBG. Dari sepengetahuannya, tercatat ada 2.700 lebih siswa sekolah yang terkontaminasi MBG.
"Maka dari itu masing-masing SPPG untuk open, kalau diperiksa agar mau membuka diri. Karena selama ini ada 2.700 anak anak sasaran yang terkontaminasi. Setelah ini tidak boleh ada anak sasaran MBG yang terulang kembali," kata Luthfi saat mengumpulkan 5.600 tenaga gizi se-Jateng DIY di GOR Jatidiri Semarang, Senin (6/10/2025).
Lebih lanjut lagi, ia juga menyarankan supaya semua ibu ibu PKK turut serta mencicipi masakan dari kegiatan MBG.
Oleh sebab itulah Luthfi menegaskan setiap kepala SPPG tidak diperbolehkan memiliki kuasa atas dapur MBG. Para ibu ibu PKK, katanya musti diajak berdiskusi mengenai pelaksanaan MBG.
"Ibu-ibu PKK ikut ngicipi (MBG). Dalam hal ini masyarakat desa termasuk para pesantren. Ibu ibu PKK hukumnya harus diajak diskusi. Jadi tidak boleh dipukul rata, dia sudah menjadi SPPG tidak boleh melarang orang-orang masuk ke dapur untuk memeriksa kelayakan masakannya," akunya.
Pihaknya pun memasang komitmen untuk melibatkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi dan Dinas Kesehatan tiap kabupaten/kota untuk melakukan verifikasi terhadap bahan pangan yang digunakan untuk MBG.
Pelibatan Dinkes ini diwujudkan dengan penentuan evaluasi sebelum menerbitkan sertifikasi laik higienis bagi SPPG. Sebab diakuinya bahwa dalam pelaksanaan MBG di wilayahnya ada kelemahan pada kebersihan makanan dan kerja-kerja penjamah makanan yang kurang bagus.
"Sehingga kita komitmen Dinkes provinsi dan kabupaten kota untuk lakukan verifikasi. Sehingga diterbitkan sertifikasi laik higienis. Ada yang lemah pada higienis dan penjamah yang kurang bagus. Karena mereka kerjanya buru-buru, yang disimpan terlalu lama. Masih diolah untuk keesokan harinya," paparnya.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengatakan satu SPPG bisa menerima anggaran Rp10 milliar per tahun untuk kegiatan MBG. Perputaran uang tersebut tak hanya berkutat di dapur SPPG, melainkan juga di sektor pertanian, pertenakan dan industri.
“Jateng itu ada 3.200 SPPG, maka Jawa Tengah akan menerima uang Rp32 trilliun per tahun. 85 persen uang yang turun itu digunakan untuk bahan baku, produksi. Kemudian 10,5 persen untuk membayar pekerja di SPPG,” tutur Dadan.
Oleh karenanya, Dadan menilai program MBG tidak hanya bermanfaat untuk tumbuh kembang kecerdasan dan gizi anak. Namun, ikut andil dalam perputaran ekonomi di segala lapisan masyarakat.
“Maka kejadian (keracunan) itu harus kita antisipasi, tidak boleh terjadi lagi. Karena kita ingin menghasilkan makanan yang berkualitas, menu dengan gizi seimbang dan aman dikonsumsi,” ungkapnya.