Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251209_153501.jpg
Kepala Disporapar Jateng M Masrofi menunjukkan surat pernyataan yang wajib diisi peserta marathon trail Siksorogo Lawu Ultra 2025. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Intinya sih...

  • Dua pelari marathon trail Siksorogo Lawu Ultra meninggal karena penyakit bawaan atau komorbid.

  • Peserta marathon disarankan untuk terbuka kepada panitia acara mengenai penyakit bawaan dan kondisi kesehatannya.

  • Masyarakat dengan penyakit bawaan seperti jantung, hipertensi, dan penyakit paru diminta untuk tidak memaksakan diri mengikuti event marathon trail.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Dua pelari marathon trail Siksorogo Lawu Ultra 2025 meninggal dunia karena memiliki riwayat penyakit bawaan atau komorbid. Seperti diberitakan sebelumnya, dua pelari Siksorogo Lawu Ultra yang meninggal atas nama Pujo Buntoro, Kepala Biro Hukum Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan Sigit Joko Poernomo dari ASN Pemkab Karanganyar. 

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Jawa Tengah, Muhamad Masrofi mengatakan gelaran marathon trail Siksorogo Lawu Ultra yang sudah diadakan enam kali tersebut sebenarnya memiliki standar keamanan dan aturan yang cukup bagus. 

Namun, saat kejadian meninggalnya dua pelari tersebut, yang bersangkutan tidak terbuka menyampaikan informasi penyakit bawaan yang diidapnya selama ini. 

"Kejadiannya memang dari pejabat Kemenpar mengalami serangan jantung. Yang satunya kena penyakit paru. Dari orang Kemenpar itu punya riwayat jantung tetapi tidak terus terang menyampaikan saat ikut event Siksorogo Lawu. Terus yang (pelari) punya penyakit paru dia pada saat lari di kondisi udara dingin, lalu kena asma. Ini yang tidak disampaikan saat tes kesehatan sebelum acara berlangsung," ungkap Masrofi, Selasa (9/12/2025).

Saat kejadian, Pujo Buntoro yang menjabat Kepala Biro Hukum Kemenpar ikut marathon trail Siksorogo Lawu dengan dikawal seorang ajudan. Sedangkan Joko dari ASN Pemkab Karanganyar ikut marathon trail Siksorogo Lawu karena mendampingi sang istri. 

Saat menangani kejadian di lokasi marathon trail Siksorogo Lawu Ultra, pihaknya menerapkan SOP dan respon yang cepat. Pihaknya mengklaim sudah menjalankan penanganan medis dengan menyiagakan sebuah ambulans, melakukan mitigasi resiko dengan dukungan ratusan volunteer. 

Pihaknya pun turut berduka cita atas wafatnya dua pelari tersebut. Pihaknya telah mendatangi rumah duka untuk menyampaikan belasungkawa. 

"Terus terang setelag kejadian Siksorogo kemarin, kami menyampaikan belasungkawa dan berduka cita atas keluarga yang ditinggalkan, semoga diberi ketabahan. Pihak kami sudah silaturahmi ke keluarga dan diterima dengan lapang dada," bebernya. 

Peserta marathon harus terbuka ke panitia acara

Lebih lanjut, pihaknya menyarankan kepada semua peserta marathon termasuk yang ikut event lari seperti Siksorogo Lawu Ultra sebaiknya terbuka menyampaikan penyakit bawaan kepada panitia penyelenggara. Sebab, pihaknya bersama EO acara sudah menyodorkan surat pernyataan kepada para peserta untuk mengetahui kesanggupan mengikuti event lari marathon. 

"Di surat itu dinyatakan sehubungan mengikuti trail Siksorogo, harus menyatakan tidak sedang dalam larangan yang menguras fisik. Dan dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Maka yang kita tanggung adalah ketiga terjadi kecelakaan, jatuh atau cedera pasti diberi asuransi. Kalau punya penyakit bawaan ya siapa yang tahu. Maka dalam kejadian itu, kita hanya memberi santunan," ungkapnya.

Maka dari itu, kepada masyarakat yang memiliki penyakit bawaan seperti jantung, hipertensi dan penyakit paru supaya jangan memaksakan diri mengikuti event marathon trail yang jarak tempuhnya sampai ratusan kilometer. 

Ada baiknya untuk para peserta event lari untuk lebih berhati-hati dan terbuka menyampaikan informasi kesehatannya kepada panitia acara. 

"Kita tentu imbau kalau punya penyakit bawaan mulai jantung, darah tinggi, penyakit paru yang memang rawan ikut lari atau maraton dapat mempertimbangkan ikut serta even event tersebut. Harus ada keterbukaan dan informasi dari peserta, sampaikan saja kekuatan fisiknya seperti apa atau kelemahan fisik. Soalnya ini kejadian sudah dua kali. Kejadian pertama di Kebumen karena peserta meninggal karena juga yang tidak terbuka," paparnya.

Editorial Team