Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
PLTS Pesantren 3.jpg
Ponpes Salafiyah Ar Roudloh di Desa Babadan, Limpung, Batang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Intinya sih...

  • Ponpes di Jawa Tengah mengoperasikan PLTS atap sebagai bagian dari program eco-pesantren

  • PLTS membantu menghemat biaya operasional, menumbuhkan kesadaran lingkungan, dan menuju kemandirian energi di lingkup pesantren

  • Pelatihan O&M diberikan agar pesantren mampu mengelola PLTS secara mandiri dan memastikan keberlanjutan instalasi yang telah dibangun

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Dua pondok pesantren (ponpes) di Jawa Tengah mulai mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap sebagai bagian dari program eco-pesantren. Mereka juga mendapatkan pelatihan operasi–perawatan (operation and maintenance/O&M) untuk memahami komponen, pemantauan produksi harian, keselamatan kerja (K3), hingga praktik perawatan yang difasilitasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah sehingga dapat mengoptimalkan pemakaian.

Program tersebut ditargetkan dapat menekan biaya listrik, meningkatkan keandalan pasokan, sekaligus menumbuhkan keterampilan energi terbarukan di lingkungan santri.

1. Menghemat operasional ponpes

Pelatihan operasi–perawatan (operation and maintenance/O&M) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ponpes Salafiyah Ar Roudloh di Desa Babadan, Limpung, Batang, Senin (7/10/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Kedua ponpes tersebut adalah Ponpes Salafiyah Ar Roudloh di Desa Babadan, Limpung, Batang yang memasang PLTS 3 kiloWatt (kW) dan Ponpes Raudhatul Huffadh Al Malikiyah di Banyurip Ageng, Kota Pekalongan yang mengoperasikan PLTS 2,5 kW. Kedua PLTS di ponpes tersebut berpola on-grid.

Wakil Pembina Pondok Pesantren Arroudloh di Kabupaten Batang, Muhammad Ulil Huda menceritakan, gagasan penggunaan PLTS berawal dari kebutuhan energi yang besar dan seringnya terjadi pemadaman listrik di daerah tersebut.

Pada tahun 2021, pihak ponpes yang mengasuh 650 santri dan santriwati itu sempat mengajukan bantuan ke pemerintah daerah, namun belum terealisasi.

“Awalnya sekitar tahun 2020–2021 kami berencana mengubah jaringan kelistrikan dari PLN ke PLTS, atau setidaknya bersinergi dengan tenaga surya. Waktu itu belum berhasil, tapi kami tetap berupaya. Tahun 2022 kami sempat membeli genset, lalu pada 2023 memasang jaringan PLN baru dengan daya 11.000 VA (Volt Ampere),” katanya kepada IDN Times, Senin (6/10/2025).

Kesempatan baru datang ketika Dinas ESDM Jateng membuka program bantuan pemasangan PLTS untuk lembaga pendidikan keagamaan. Pada tahun 2025, rencana itu akhirnya terealisasi.

“Alhamdulillah, tahun ini PLTS kapasitas 3 kW terpasang dan berfungsi. PLTS bekerja optimal di siang hari. Kami sedang menyusun pola pemakaian agar beban siang dialihkan ke PLTS. Untuk gedung baru, kami mempertimbangkan opsi on-grid, off-grid, atau hibrida. Sekarang kami mendapat pelatihan pengelolaan dan pemeliharaan agar sistem bisa dimanfaatkan maksimal,” tambahnya.

2. Menumbuhkan kesadaran lingkungan

Pelatihan operasi–perawatan (operation and maintenance/O&M) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ponpes Raudhatul Huffadh Al Malikiyah di Banyurip Ageng, Kota Pekalongan, Senin (7/10/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Meskipun baru beroperasi Mei 2025, PLTS di ponpes Arroudloh sudah mulai memberikan manfaat nyata. Selain menekan biaya operasional pesantren, proyek tersebut juga menjadi sarana edukasi. Ia mengaku, manfaat terbesar dari energi surya bukan hanya soal efisiensi biaya, tetapi juga kemandirian energi.

“Penghematan yang kami rasakan sekitar 25 persen pada jam produksi siang hari. Sehingga ini sangat membantu kami di mana kami memerlukan energi banyak dari listrik untuk para santri. Untuk pelatihan ini penting agar para santri dan pengelola memahami cara mengoperasikan dan merawat PLTS. Bahkan beberapa alumni sudah bisa memasang sistem tenaga surya sendiri di rumah atau sawah,” jelas Ulil Huda.

Sementara itu, Lurah Pondok Pesantren Raudhatul Huffadh Al Malikiyah, Ahmad Ridho Syakirin menyebut, program PLTS dari Dinas ESDM Jateng membantu lembaganya dalam menekan biaya listrik yang selama ini cukup tinggi.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ponpes Raudhatul Huffadh Al Malikiyah di Banyurip Ageng, Kota Pekalongan, Senin (7/10/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Untuk diketahui, PLTS berkapasitas 2,5 kW di pesantren tersebut mulai beroperasi pada awal 2025 setelah melalui proses pengajuan selama dua tahun.

“Pengajuan sudah dari dua tahun lalu, tertunda karena pandemik COVID-19. Tapi setelah terealisasi, manfaatnya sangat terasa. Dengan PLTS, kami bisa menghemat hingga 40 persen dari tagihan PLN. Dari yang semula 100 persen memakai PLN, kini hanya sekitar 60 persen,” ungkap Ridho.

Selain efisiensi, menurut Ridho, keberadaan PLTS juga menumbuhkan kesadaran lingkungan di kalangan santri dan masyarakat sekitar.

“Banyak warga yang penasaran melihat panel surya di atap pondok. Kami jelaskan bahwa ini bantuan pemerintah lewat Dinas ESDM. Santri juga belajar langsung cara merawatnya, seperti membersihkan panel dan memantau sistemnya,” tuturnya.

3. Menuju kemandirian energi di lingkup pesantren

Pelatihan operasi–perawatan (operation and maintenance/O&M) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ponpes Raudhatul Huffadh Al Malikiyah di Banyurip Ageng, Kota Pekalongan, Senin (7/10/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Mentor pelatihan dari EPC PT Bethari, Muhammad Harun Jihad menjelaskan, pelatihan Operation and Maintenance (O&M) diberikan agar pesantren mampu mengelola PLTS secara mandiri.

“Kedua pesantren menggunakan sistem on-grid. Secara teknis sudah baik, hanya perlu penyesuaian agar pemakaian listrik siang hari bisa optimal,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya pelatihan bagi pengguna PLTS agar manfaatnya maksimal.

“Perawatan PLTS tidak sulit, cukup menjaga kebersihan panel dengan air dan sabun sesuai standar K3. Kami ingin santri paham bahwa teknologi ini mudah, aman, dan bermanfaat,” ujarnya.

Dinas ESDM juga berharap pelatihan serupa dapat diperluas ke lebih banyak pesantren di Jawa Tengah.

“PLTS tidak sulit dirawat. Intinya menjaga kebersihan panel—cukup air dan sabun sesuai standar K3—agar produksi optimal untuk mensubsidi tagihan PLN. Kami ingin efek domino. Pesantren yang sudah menggunakan PLTS bisa menjadi contoh bagi yang lain,” tambah Harun.

Pelatihan operasi–perawatan (operation and maintenance/O&M) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ponpes Salafiyah Ar Roudloh di Desa Babadan, Limpung, Batang, Senin (7/10/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Program eco pesantren berbasis PLTS itu menjadi langkah strategis Jawa Tengah dalam transisi energi bersih sekaligus edukasi lingkungan di lembaga keagamaan. Selain menekan pengeluaran listrik, program itu juga membuka peluang bagi santri untuk belajar langsung tentang energi terbarukan.

Terpisah, Koordinator Subnasional, Program Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR), Rizqi M Prasetyo mengatakan, pelatihan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pesantren dalam pengelolaan energi terbarukan serta memastikan keberlanjutan dari instalasi yang telah dibangun.

"Ke depan, kami berharap dapat mengintegrasikan program-program pemerintah daerah dengan inisiatif eco-pesantren yang menjadi salah satu program strategis gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah. Pesantren tidak hanya menjadi penerima dan pengguna teknologi energi bersih, tetapi juga aktor strategis dalam mendorong transformasi pembangunan rendah karbon sekaligus pelestarian lingkungan berbasis komunitas,” ujarnya kepada IDN Times, Selasa (7/10/2025).

Editorial Team