Sebelum konflik keraton mencuat, baik Gusti Moeng maupun GKR Timoer tidak diperbolehkan masuk keraton. Terhitung sudah lima tahun mereka tidak mendapatkan akses masuk ke keraton.
Sesaat sebelum kejadian, Gusti Moeng mengaku masuk ke keraton melalui pintu utama di Kori Kamandungan bersamaan saat adanya kunjungan dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna yang menaiki mobil RI 10 pada Kamis (11/2/2021).
Gusti Moeng, spontan ingin menyusul dan menemui Agung Firman karena urusan BPK Semarang soal Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana hibah kepada Keraton Solo dari pemerintah tahun 2018. Dana tersebut biasanya untuk renovasi maupun penyelenggaraan acara budaya di keraton.
Gusti Moeng menduga para tamu termasuk pejabat BPK tersebut menerima serat kekancingan -surat keputusan tentang pemberian hak atas tanah dari Kasultanan atau Kadipaten kepada masyarakat/institusi yang diberikan dalam jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang/diperbarui.
“Saya hanya akan mengingatkan, sebenarnya tidak boleh, kalaupun ada harus seizin presiden. Apa pun keraton ini masih dianggap ada konflik, pejabat mestinya tidak menerima,” tandasnya.
Namun, sesampainya di dalam keraton, ia bersama GKR Timoer dan tiga abdi dalem lainnya tidak bisa bertemu para pejabat BPK karena tidak bisa mengakses pintu masuk. Tanpa disadari, mereka berjalan ke kantor mendiang ayahnya PB XII yang justru tidak ditutup dan kemudian masuk ke Keputren.