Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
antarafoto-mbg-perdana-di-desa-delod-peken-bali-1756188704.jpg
Siswa bersiap menyantap makanan saat pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) perdana di SMP Negeri 2 Tabanan, Desa Delod Peken, Tabanan, Bali, Kamis (21/8/2025). (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Intinya sih...

  • Penyalahgunaan label "Made in Indonesia" di pabrik China

  • Impor ilegal nampan makanan melalui celah regulasi

  • Bahaya kesehatan dan isu halal dari penggunaan nampan tipe 201 dan lemak babi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu janji utama Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2024–2029, kini kembali mendapat sorotan. Investigasi Indonesia Business Post (IBP) di Chaoshan, Guangdong, China, menemukan indikasi penyelundupan nampan makan sekolah, label palsu “Made in Indonesia”, hingga potensi pelanggaran standar kesehatan dan halal.

Padahal, program tersebut bermisi mulia, yakni memberi makanan bergizi bagi 82,9 juta pelajar di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2025, dengan anggaran Rp116,6 triliun. Di balik misi besar itu, ada masalah serius yang bisa merusak tujuan mulia, berupa impor ilegal, pelabelan menyesatkan, dan produk berisiko bagi kesehatan anak-anak.

1. Made in Indonesia tapi dibuat di China

Petugas menyusun makanan bergizi gratis (MBG) yang akan dibagikan kepada siswa di SMKN 26 Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/8/2025). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

IBP dalam laporannya berjudul From Chaoshan to Classrooms: Illegal Imports, Health Hazards, and Halal Concerns yang rilis pada Senin (25/8/2025) menemukan sejumlah pabrik di Chaoshan memproduksi nampan baja nirkarat (stainless steel) berlabel “Made in Indonesia” dan menggunakan logo SNI (Standar Nasional Indonesia). Faktanya, nampan tersebut diproduksi di China, bukan di pabrik lokal dalam negeri

Penyalahgunaan label itu berpotensi melanggar aturan WTO, UU Perdagangan No. 7/2014, serta UU Perlindungan Konsumen No. 8/1999, yang bisa berujung pada sanksi pidana maupun denda.

“Jika terbukti ada pelanggaran, tentu harus ditindak sesuai hukum,” kata Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian, Setia Diarta.

Namun, Badan Standardisasi Nasional (BSN) sejauh ini belum memberikan penjelasan publik terkait dugaan penyalahgunaan label SNI.

2. Celah regulasi dan dugaan penyelundupan

Petugas menyusun makanan bergizi gratis (MBG) untuk dibagikan kepada siswa di SMA Negeri 4 Ternate, Maluku Utara, Rabu (30/7/2025). (ANTARA FOTO/Andri Saputra)

Padahal sejak 2024, impor nampan makan sempat dilarang lewat Permendag Nomor 8 tahun 2024. Namun, jutaan nampan tetap masuk Indonesia. Data IBP menyebutkan, hanya dalam Q1 2024, sudah ada 1,2 juta unit nampan senilai Rp40 miliar dikirim ke Indonesia.

Bahkan ketika larangan berlaku (Januari--Juni 2025), dugaan 6--8 juta nampan masih lolos, baik dengan kode HS yang disamarkan maupun murni penyelundupan.

Ironisnya, pada 30 Juni 2025, pemerintah mencabut larangan lewat deregulasi. Alasannya, menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, untuk meningkatkan daya saing nasional.

“Deregulasi ini penting agar Indonesia tetap kompetitif,” ujarnya.

Sayang, kebijakan itu justru membuka keran impor lebar-lebar, membuat produsen lokal kalah saing dengan produk murah asal China.

3. Trik nampan 201 Vs 304

Siswa menunjukkan menu makanan bergizi gratis (MBG) di SDN Kunciran 2, Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/8/2025). (ANTARA FOTO/Putra M. Akbar)

Nampan MBG umumnya berbahan stainless steel tipe 304 yang aman untuk makanan. Tetapi investigasi IBP menemukan banyak nampan tipe 201 ikut beredar—bahkan diproduksi massal di Chaoshan—karena lebih murah.

Masalahnya, tipe 201 dilarang di Tiongkok untuk makanan karena mudah berkarat dan mengandung mangan tinggi. Jika terkena makanan asam, logam berisiko larut. BPOM Jawa Tengah pernah menguji 100 nampan pada 2024: 65 di antaranya gagal uji logam berat.

“Importer maunya harga murah tipe 201, tapi pakai label 304. Ini sangat berbahaya, apalagi untuk anak-anak sekolah,” kata seorang anggota APMAKI (Asosiasi Produsen Nampan Makan Indonesia).

Dampaknya tidak main-main: paparan mangan berlebih bisa menyebabkan tremor, gangguan paru-paru, hingga kerusakan saraf pusat.

4. Isu Halal dari dugaan penggunaan lemak babi

Seorang siswa mengangkat makanan bergizi gratis (MBG) yang dibagikan di SMKN 26 Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/8/2025). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Lebih jauh, IBP menemukan dokumen Safety Data Sheet (SDS) yang mengindikasikan penggunaan lard oil (minyak babi) sebagai campuran pelumas mesin produksi stainless steel. Jika benar, hal itu menimbulkan keraguan status halal pada nampan MBG.

Saat ini, dua laboratorium di Jakarta masih meneliti sampel nampan untuk mendeteksi adanya zat hewani. NU dan Muhammadiyah belum mengeluarkan pernyataan resmi, menunggu hasil uji laboratorium.

Seorang pengurus IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) menegaskan: “Halal itu proses panjang. Perlu bukti ilmiah sebelum diputuskan.”

Fakta lain yang mengkhawatirkan adalah soal kapasitas produksi lokal. Data resmi Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut produksi lokal hanya 2 juta nampan per bulan. Tapi, asosiasi industri menegaskan kapasitas gabungan bisa 11,4 juta unit per bulan—cukup untuk memenuhi kebutuhan MBG.

Meski demikian, pasar justru dikuasai impor China. Data UN Comtrade menunjukkan, pada 2024 saja, Indonesia mengimpor 2,2 juta nampan senilai Rp400 miliar, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Seorang pengusaha lokal mengeluh: “Produk lokal sanggup, tapi pemerintah malah kasih jalan ke impor murah dari Chaoshan. Lama-lama kita mati.”

5. Pemerintah diminta bertindak tegas

Siswa menyantap makanan bergizi gratis (MBG) di SDN Kunciran 2, Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/8/2025). (ANTARA FOTO/Putra M. Akbar)

Kementerian Perdagangan belum memberikan klarifikasi resmi soal dugaan pelabelan palsu dan penyelundupan nampan MBG. Sementara itu, BGN selaku pengelola program mengaku tidak punya otoritas soal kualitas nampan.

Padahal, anak-anak sekolah sudah menggunakan jutaan nampan impor ini setiap hari. Artinya, isu keselamatan, kesehatan, dan halal tidak bisa ditunda.

“BGN hanya pengguna. Penilaian produk harus dari otoritas yang berwenang,” kata Kepala BGN, Dadan Hindayana.

Dengan anggaran Rp116,6 triliun, pemerintah dituntut transparan. Pengawasan lintas kementerian—dari Perdagangan, Perindustrian, BPOM, hingga BPJPH—perlu diperketat agar anak-anak tidak jadi korban dari skandal nampan makan sekolah.

“Yang dipertaruhkan bukan hanya anggaran, tapi juga kesehatan anak-anak Indonesia dan kepercayaan publik,” tulis laporan investigasi IBP.

Editorial Team