Lasiman selalu merekomendasikan kepada para pedagang bakso seperti Agung untuk memanfaatkan layanan gadai tersebut. APMISO juga mendampingi pedagang yang sama sekali tidak mempunyai barang bergerak namun memerlukan tambahan modal dari Pegadaian.
Hal itu sebagai bentuk komitmen perlindungan para anggota APMISO dari jeratan hutang yang tidak bertanggung jawab. Seperti menggunakan jasa rentenir (bank titil) atau pinjaman online (pinjol) ilegal. Sebab, para pedagang bakso kerap menjadi sasaran empuk rentenir dan pinjol akibat ketidakteraksesan mereka terhadap layanan perbankan.
"Kalau perlu modal kami (APMISO) selalu mengarahkan ke Pegadaian, pakai simpanan emas atau perhiasan atau barang elektronik yang dimiliki untuk agunan. Kalau tidak punya (jaminan), kami dampingi. Jumlah nominalnya juga bisa disesuaikan. Mau pinjam yang berapa? Sampai yang terkecil Rp50 ribu ada (di Pegadaian). Itu tidak memberatkan para pedagang karena mereka bisa mengatur dan menyesuaikan kemampuan masing-masing. Prosesnya gampang, tepercaya, dan cepat, tidak sampai setengah jam cair," akunya.
Ilustrasi pinjaman online ilegal (IDN Times/Aditya Pratama)
Iming-iming kemudahan persyaratan pinjaman dan pencairan yang ditawarkan rentenir--yang secara konvensional banyak beroperasi di pasar--dan pinjol--secara digital masif melalui handphone--rawan membelenggu para pedagang bakso.
Banyak dari mereka yang tidak menyadari bahwa pinjaman tersebut berisiko besar. Terlebih bunga yang dikenakan cukup tinggi sehingga memberatkan pedagang dan rentan terjerat hutang yang tidak berkesudahan.
"Saya selalu mewanti-wanti jangan sampai (pedagang) terjerat rentenir atau pinjol. Mereka membujuk kalau prosesnya mudah, tanpa survei, cuma modal KTP. Kalau tidak waspada, bisa memberatkan (pedagang) terperangkap hutang. Misal pinjam Rp1 juta, nanti mengembalikannya jadi 1,2 juta. Pinjam Rp2 juta jadi Rp2,4 juta. Kadang jangka waktunya pembayarannya hanya seminggu atau dua minggu," ucap Lasiman, yang asli Sukoharjo, Jawa Tengah.
Lasiman turut menggunakan layanan pembiayaan UMi untuk mendiversifikasi produk baksonya. Ia membuka saluran usaha dengan mengemas dan menjual bakso sapi beku (frozen).
Penjualannya banyak menyasar konsumen dari luar kota Semarang, seperti Salatiga, Jakarta, Klaten, Surakarta, dan Surabaya. Sebagian besar pemasaran dilakukan Lasiman secara online.
Bakso sapi beku tersebut dijual per kilogram (kg) seharga Rp90 ribu. Dalam sehari, ia mampu menjual sekitar 10 kg.
"Saya dulu punya (warung) Bakso Petruk, pandemik akhirnya tutup. Sekarang berjualan sama kakak di Bakso Kliwon. Alhamdulillah, bakso frozen lumayan bisa menutup penghasilan dari penjualan bakso biasa yang masih sepi. Saya buat inovasi lain dari modal pengajuan KCA-UMi. Fokusnya memang berjualan di online. Mau tidak mau mengikuti pasar dan perkembangan teknologi," ujar Lasiman.
Perajin bakso di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)
Lasiman merupakan satu dari total 74.206 penerima pembiayaan UMi--per 31 Maret 2021--dari Pegadaian. Hingga periode yang sama itu, Pegadaian telah menyalurkan UMi sebesar Rp336 miliar kepada mereka, baik nasabah gadai KCA-UMi, Rahn-Umi, atau Kreasi Ultra Mikro.
Secara keseluruhan, Jumlah nasabah UMi di Jawa Tengah terus naik setiap tahun. Dirjen Perbendaharaan (DJPb) Kanwil Jateng dalam data resminya yang diterima IDN Times melansir, pada 2019 jumlah debitur mencapai 147.728 pelaku dengan angka penyaluran sebanyak Rp528 triliun.
Kemudian, pada 2020 naik menjadi 193.550 pelaku dengan nominal pembiayaan Rp751 triliun. Untuk tahun 2021--per 27 April 2021--sudah 35.946 pelaku yang menerima penyaluran UMi dengan total sebesar Rp138 triliun.
Untuk data lebih detail bisa dilihat pada visualisasi berikut ini.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, penyaluran UMi melalui lembaga pembiayaan pemerintah--seperti Pegadaian--berhasil menjembatani pelaku usaha berskala rumah tangga atau ultra mikro dalam mengakses permodalan.
Kiprah LKBB seperti Pegadaian menjadi pelayan wong cilik dengan produk yang mudah dijangkau, sukses membentuk ekosistem baru yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, sebagai ikhtiar dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Jangan sampai kalah bersaing dengan rentenir. Kalau bisa pegawai pembiayaan pemerintah proaktif turun ke lapangan, jangan menunggu mereka mengajukan pinjaman. (Pegadaian) harus berinisiatif memberikan penawaran pinjaman kepada mereka,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times.
Infografis Stimulus Ekonomi Indonesia selama Pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)