Anggota DPD RI Sesalkan Kasus Guru Madin Demak: Niatnya Gak Mencelakai

- Perlunya revisi UU Guru dan Dosen untuk melindungi guru
- Pemerintah perlu alokasikan 20% anggaran untuk kesejahteraan guru madin
- Kasus guru madin Demak sudah diselesaikan melalui mediasi, lembaga pendidikan perlu bekali guru literasi anti kekerasan
Semarang, IDN Times - Kejadian guru madrasah diniyah (madin) Raudlatul Muta’allimin Demak, Ahmad Zahid yang diminta membayar denda Rp25 juta setelah menampar siswanya mematik perhatian DPD RI.
Anggota DPD RI Dr Muhdi menyebut kejadian yang dialami Zuhdi tergolong aneh lantaran kasus yang berlangsung cukup lama itu sebenarnya sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Namun pada akhirnya justru orang tua siswa meminta uang kepada Zuhdi dengan alasan memberikan hukuman denda.
"Saya prihatin karena aneh saat rentetan kejadian itu si orang tua murid malah meminta uang. Tetapi saya yakin pada perilaku guru tersebut tidak ada niatan untuk mencelakai," ungkap Muhdi kepada wartawan di kantor DPD RI Jateng Jalan Imam Bonjol, Kecamatan Semarang Tengah, Senin (21/7/2025).
1. UU Guru dan Dosen perlu direvisi beberapa bagian

Lebih lanjut lagi pihaknya prihatin dengan peristiwa yang dialami Zuhdi. Sebab seolah dalam kejadian itu tidak ada satupun sarana hukum untuk melindunginya.
Menurutnya semestinya saat ini perlu mempertegas aturan dalam pasal perlindungan guru untuk melindungi seseorang yang berprofesi sebagai guru. Pasal yang dimaksud Muhdi yakni Pasal 39 pada UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005.
Selain itu sebaiknya pasal 39 terkait perlindungan guru diperluas peruntukannya untuk mempertajam peraturan mengenai profesi guru.
"Maka kami sarankan apa tidak sebaiknya UU Guru itu direvisi beberapa bagian. Kami usulkan agar pasal perlindungan guru diperluas agar jadi bagian perlindungan yang mutlak bagi para guru di daerah. Supaya guru dapat perlindungan seperti profesi lain misalnya dokter atau akuntan. Jadi kalau terbukti melanggar mestinya kode etik yang ditegakan. Untuk kasus guru madin di Demak tentu sangat kita sesalkan," ungkapnya.
2. Pemerintah harus kunci anggaran 20 persen untuk kesejahteraan guru

Pihaknya pun menyarankan supaya pemerintah pusat memasukan beberapa pasal tambahan pada UU Sikdisnas untuk meningkatkan kesejahteraan para guru madin. Guru madin yang masuk tenaga pendidik non formal memiliki gaji dibawah standar pengupahan minimum.
Oleh karenanya, pasal tambahan pada UU Sikdisnas itu bisa mengunci anggaran 20 persen untuk kesejahteraan gaji guru.
"Pemerintah di UU Sikdisnas yang baru bisa mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen dikunci untuk gaji guru. Maka gaji madin ini akan terkelola dengan baik. Tidak lagi mengandalkan bantuan bupati atau walikota," katanya.
3. Kabid Pesantren sudah mediasi kasus guru madin Demak

Terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Jateng, Amin Handoyo, mengatakan Zuhdi adalah guru Madin yang sudah lama berkhidmah dengan tulus kepada masyarakat. Adapun persoalan yang mencuat telah diselesaikan secara damai melalui mediasi.
Orang tua murid yang sebelumnya melapor juga telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung, dan santri yang bersangkutan akan kembali mengikuti pembelajaran seperti biasa.
“Masalahnya sudah clear. Proses mediasi telah dilalui dengan baik. Kami berharap kegiatan belajar mengajar di madin bisa berjalan normal kembali,” kata Amin.
4. Lembaga pendidikan perlu bekali guru literasi anti kekerasan

Lebih lanjut, Amin menekankan pentingnya pendekatan pendidikan berbasis disiplin positif. Ia mengingatkan bahwa laporan kekerasan terhadap anak harus dikonfirmasi kebenarannya secara objektif dan disikapi dengan bijak oleh semua pihak.
“Lembaga pendidikan perlu membekali tenaga pendidik dengan literasi terkait metode pembelajaran yang membangun dan tanpa kekerasan. Ini menjadi pembelajaran bagi kita semua," tukasnya.