Pekerja pabrik rokok kretek Praoe Lajar sedang bekerja di industri yang berada di Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Kendati demikian, perasaan khawatir terimbas gelombang PHK tidak tampak dari wajah-wajah pekerja di Pabrik Rokok Praoe Lajar yang berada Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. Memasuki sebuah bangunan di Kawasan Kota Lama Semarang itu aroma tembakau dengan rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis semerbak harum di indera penciuman.
Terlihat ratusan pekerja tengah sibuk menekuni pekerjaannya. Raut wajah para pekerja yang mayoritas perempuan itu tampak senang menikmati dan menjalani perannya. Dengan mengenakan kaos seragam berwarna merah bertuliskan Praoe Lajar di punggung dan penutup kepala, ada yang sedang menyiapkan tembakau untuk bahan baku rokok, melinting rokok, menggunting batang rokok yang sudah diisi tembakau hingga mengemas rokok dengan kertas coklat untuk sebelum dipasarkan.
Industri rokok kretek yang didirikan Thio No Moi sejak tahun 1945 di Kota Semarang itu hingga kini masih bertahan dikelola oleh generasi ketiga, Bowo Cipto dan generasi keempat, Aditya Wibowo Setia Budhi. Tidak hanya masih mampu memutar roda usaha, ratusan orang yang bekerja di Praoe Lajar pun juga menunjukkan pengabdian dan kesetiaan pada perusahaan tersebut.
Seperti Suciati, lebih dari separuh hidupnya dihabiskan untuk bekerja di Pabrik Rokok Praoe Lajar. Perempuan berusia 58 tahun itu sudah bekerja selama 30 tahun di sana. Setiap hari ia bertugas untuk menata puluhan bungkus rokok, kemudian dikemas kembali dengan kertas coklat dan direkatkan dengan lem dari tepung kanji. Semua dilakukan masih dengan cara manual di industri kecil menengah tersebut.
Ibu dua anak itu mengaku tidak bosan melakukan pekerjaan yang sama setiap hari selama tiga dasawarsa. Menurut dia, kerja di pabrik rokok ini membuat hidupnya tentram dan tercukupi. Sebab, hasil bekerja sebagai buruh pabrik rokok Praoe Lajar itu ia bisa membantu menambah pemasukan keluarga, sekaligus membesarkan dua putrinya hingga sekarang sudah bekerja dan mandiri.
‘’Enak kerja di sini. Saya bekerja sejak anak-anak masih duduk di bangku TK (taman kanak-kanank, red). Dari bekerja di pabrik rokok Praoe Lajar ini saya bisa menyekolahkan anak-anak saya hingga perguruan tinggi, da sekarang mereka sudah kerja jadi PNS (pegawai negeri sipil, red),’’ tuturnya saat ditemui pada acara Media Gathering Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY, Rabu (9/10/2024).
Setiap hari warga Gemah Barat, Kelurahan Gemah, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang itu berangkat kerja diantar sang suami yang bekerja sebagai sopir angkutan umum. Suci bekerja mulai pukul 07.00–15.00 WIB. Mengemas ratusan bungkus rokok sebelum dipasarkan ke konsumen.
‘’Tugas saya ya sama setiap hari selama 30 tahun, yaitu mengemas rokok-rokok ini. Targetnya kalau 200 bungkus ya dikemas menjadi 50 bal. Aturannya, harus rapi ngemas-nya dan lemnya nggak boleh kebanyakan,’’ katanya.
Selama bekerja di sana, Suci tidak pernah khawatir akan di-PHK oleh perusahaan karena pemilik pabrik selalu memperlakukan para pekerjanya dengan baik. Selain itu, ia percaya perusahaan rokok ini legal dan akan terus bertahan menghidupi para pekerjanya karena menaati semua peraturan dari pemerintah.