SPPG Penumping, Laweyan, Solo. (IDN Times/Larasati Rey)
Lebih lanjut, dr. Taruna mengatakan dengan jumlah SPPG mencapai 30 ribu titik, Badan POM menilai pemeriksaan harian tidak mungkin dilakukan. Karena itu, pendekatan surveilans dilakukan dengan dua fokus yakni, lokasi yang sebelumnya pernah terjadi keracunan, sebagai prioritas mitigasi. Dan daerah dengan potensi risiko tinggi, termasuk daerah penghasil pangan lokal seperti produk perikanan yang memiliki risiko kadar histamin lebih tinggi.
“Kami memastikan risiko tertinggi menjadi prioritas. Ini bagian dari mitigasi dua arah, evaluasi kejadian sebelumnya dan identifikasi potensi risiko baru,” jelas Kepala Badan POM.
Dalam pelaksanaan investigasi maupun mitigasi, Badan POM bekerja bersama Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional, serta pemda. Seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Sabang sampai Merauke juga telah menyatakan komitmen bersama untuk mengawal program tersebut.
Badan POM menegaskan bahwa pengalaman kejadian sebelumnya dijadikan pembelajaran penting untuk meningkatkan kualitas pengawasan ke depan.
“Kami ingin memastikan setiap produk makanan dan minuman yang diterima anak-anak, aman dan sesuai standar kualitas. Ini pekerjaan besar, tetapi juga mulia bagi masa depan bangsa,” sambungnya.