ilustrasi stres akibat panas berlebih (pexels.com/Kelly Lacy)
Pengalaman lain diceritakan oleh Anggi (bukan nama sebenarnya) pengusaha baju mantan pekerja bank swasta di Kota Medan yang terjerat pinjaman online bahkan hingga mencapai Rp100 juta.
Perempuan 27 tahun ini menggunakan pinjaman online untuk mengembangkan usahanya jasa titip baju asal Bangkok Thailand. Namun, sejak adanya pandemik COVID-19, membuat usahanya terpuruk dan kesulitan untuk memutar modal.
"Bangkrut dan akhirnya minjam online," ucapnya. Anggi mengaku, saat hendak mengajukan pinjaman, tidak ada yang mengendalikan dan mengetahui dirinya melakukan hal tersebut.
Kepada IDN Times, ia mengatakan awalnya meminjam uang sebesar Rp20 juta ke salah satu aplikasi pinjaman online legal. Namun, pada saat pembayaran kedelapan, Anggi mengaku tidak sanggup membayar. Pada momen ini pula, ia menambah pinjaman ke aplikasi lain. "Istilahnya, gali lubang, tutup lubang," ujarnya.
Selain untuk modal usaha, kemudahan mendapatkan pinjaman secara digital ini juga disalahgunakan Anggi. "Aku suka belanja-belanja dan traveling ke Thailand, Singapura, Malaysia dan membagikannya ke sosial media," kenangnya.
Kini ia memiliki 16 aplikasi pinjaman online yang telah digunakan. "Awal itu satu aplikasi, sekarang ada 16 aplikasi. Dari yang legal sampai ilegal," ucapnya.
Ia menyebutkan pinjamannya saat ini berjumlah Rp100 juta, ditambah dengan 0,5 persen per hari dari dana pinjaman. "Aku gak sanggup bayar persenannya. Ya sekarang kalau ditotal lebih besar dari itu," katanya.
Ia pun kini merasa takut ketika berurusan dengan pinjaman online yang ilegal. "Yang mengerikan itu yang ilegal, aku mendapat ancaman verbal untuk menyebarkan data ku ke seluruh kontak. Kalau yang legal masih lebih sopan," ungkapnya.
Ia mengaku tak tenang dan merasakan trauma akibat pesan ancaman yang dilakukan dari pihak aplikasi. "Sekarang itu, takut mau ketemu orang, perasaannya kayak ada yang ikuti," tutur Anggi.
Pengalaman yang lebih miris dirasakan oleh Nita (27) warga Ciputat, yang mengaku kehilangan pekerjaan bahkan hampir bercerai gara-gara pinjaman online atau pinjol.
Nita mengaku ia terpaksa mengajukan pinjaman uang senilai Rp1 juta kepada salah satu aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal yang tersedia di Google Play Store.
Setelah memenuhi persayarata peminjaman, pinjaman pun cair. Namun Nita merasakan keanehan karena tak berselang lama pinjamannya cair, ada lagi uang masuk ke rekeningnya dengan nama pengirim yang berbeda. Belakangan ia ketahui, bahwa uang tersebut adalah dana pinjaman dari pinjol ilegal lain. Dia mengaku gak pernah mengajukan pinjaman kedua itu.
"Transfer kedua itu Rp1 juta juga, saya ga ajuin. Tiba-tiba ada chat bahwa yang kedua itu jatuh temponya cuma 15 hari, dengan bunga yang tinggi," kata kata Nita, Sabtu (28/1/2023).
Ketika dana dari pinjaman yang tak ia pernah ajukan sudah jatuh tempo, teror para penagih dimulai. "Mereka nelponin, saya jelasin saya gak mengajukan yang ini, tapi mereka ga mau tahu, bentak-bentak saya, gila deh pokoknya, kalau saya ingat-ingat," kata dia.
Tak sampai di situ, para penagih juga menyebar foto ia memegang KTP ke semua kontak yang ada di handphonenya dengan narasi bahwa siapapun harus mengingatkannya untuk membayar pinjaman.
"Jadi memang aplikasinya mengharuskan saya membolehkan untuk akses kontak, dan foto memegang KTP itu kan jadi syarat mereka," kata dia.
Dari situ, kehidupan normal Nita berubah jadi kacau. Suaminya tahu dan merasa malu. Atasan Nita di kantornya yang menerima pesan dari penagih juga turut menanyakan langsung ke dirinya terhadap persoalan itu.
"Suami ngamuk, hampir pegat (cerai) waktu itu, atasan saya negur, ya akhirnya saya resign karena malu, sekarang saya ganti nomor, uang pinjamannya saya kembalikan dengan bunga, pokoknya saya hancur dan sangat trauma," ungkapnya.
mahasiswi Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska) Banjarmasin bernama Dwi juga mengaku trauma melakukan pinjaman online. Menurutnya, di balik kemudahan pinjol sebagian lain bisa jadi merupakan jebakan.
Ia mengaku meminjam uang di salah satu layanan pinjol sebesar Rp10 juta untuk keperluan investasi. Tapi apesnya, investasinya ternyata gagal total sehingga ia harus menanggung beban utang yang besar.
Dwi harus mengangsur beban utang sekaligus bunga sebesar Rp1,3 juta per bulan.
"Karena tertipu investasi senilai Rp10 juta, jadi sekarang saya menanggung bayar cicilan 1,3 juta perbulannya. Mau tidak mau, meski bunganya besar harus tetap saya bayar," katanya.