Semarang, IDN Times — Puluhan warga dari berbagai komunitas menggelar aksi damai bertajuk “Draw the Line Semarang” di kawasan Jalan Pahlawan, Semarang, Minggu pagi (21/9/2025). Aksi bertepatan dengan Pekan Climate Strike global dan menjadi bagian dari inisiatif internasional 350.Org yang berlangsung serentak di lebih dari 32 kota di Indonesia.
Peserta aksi berasal dari sejumlah organisasi sipil, di antaranya Indonesia Young Greens, Ponpes Al-Ishlah Meteseh, XR Semarang, Envera, Bukit Buku, dan Maring Institut. Mereka melakukan long march dari Taman Indonesia Kaya menuju area Car Free Day Semarang dengan membawa tali rafia merah yang dibentangkan membentuk garis, simbol “batas” terhadap energi kotor. Selain membentangkan tali, para peserta menampilkan wayang kardus dengan pesan-pesan kritis terkait lingkungan. Aksi ini dirancang sebagai bentuk ekspresi seni sekaligus sarana edukasi kepada masyarakat.
“Kami butuh oksigen, bukan asap PLTU. Kami butuh pangan sehat, bukan debu tambang,” kata panitia aksi, Wahyu Aji dalam keterangan resminya.
Koalisi menilai Jawa Tengah tengah menghadapi dampak serius akibat energi kotor, mulai dari polusi udara, penyakit pernapasan, kerusakan lingkungan, hingga konflik agraria di sekitar PLTU Batang, Cilacap, dan Jepara.
Dalam orasinya, peserta aksi menyampaikan empat tuntutan kepada pemerintah:
Solusi iklim harus berpihak pada rakyat. Mereka mendesak pengesahan RUU Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat.
Lindungi rakyat, bukan oligarki. Negara diminta menghentikan kriminalisasi aktivis lingkungan dan memastikan militer kembali ke barak sesuai amanat konstitusi.
Pajak industri ekstraktif. Pemerintah diminta menerapkan pajak kekayaan dan windfall tax pada industri ekstraktif, lalu mengalihkannya untuk mendanai transisi energi bersih dan kebutuhan publik.
Percepat transisi energi bersih. Peserta menuntut penghentian pembangunan PLTU batu bara serta percepatan energi terbarukan agar target emisi nol bersih 2050 tercapai dengan langkah lebih ambisius dan partisipatif.
“Aksi ini menegaskan bahwa rakyat, terutama generasi muda, tidak tinggal diam menghadapi krisis iklim,” pungkasnya.