Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Intinya sih...

  • BEM Undip menyomasi DPR RI terkait pencatutan nama dalam unggahan di media sosial

  • BEM Undip menuntut DPR RI meminta maaf kepada publik dalam waktu 3x24 jam

  • Pencatutan nama tidak hanya terjadi pada BEM Undip, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga lain

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menyomasi DPR RI terkait pencatutan nama dalam unggahan di media sosial. BEM Undip menuntut DPR RI meminta maaf kepada publik dalam waktu 3x24 jam.

1. Bantahan tegas BEM Undip

Tangkapan layar konten akun resmi Instagram DPR RI yang mencatut BEM Undip Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Somasi tersebut menyusul unggahan di akun resmi Instagram DPR RI, @dpr_ri yang menyebut BEM Undip sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam proses penyempurnaan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).

Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, dengan tegas membantah keterlibatan lembaganya dalam proses pembahasan RKUHAP bersama DPR RI.

"Kami BEM Universitas Diponegoro memberikan peringatan kepada pimpinan Komisi 3 DPR RI dalam jangka waktu 3x24 jam untuk memberikan pernyataan maaf ke publik atas pencatutan nama-nama lembaga," kata Ariq saat dihubungi IDN Times, Rabu (19/11//2025).

Ariq menyatakan, BEM Undip secara kelembagaan tidak pernah sekalipun ikut dalam proses pembahasan RKUHAP dengan DPR RI.

"Kami BEM Universitas Diponegoro secara kelembagaan menyatakan bahwa 'tidak pernah' sekalipun ikut dalam proses tersebut dengan DPR RI yang membahas soal RKUHAP," ungkapnya.

2. Pencatutan melibatkan banyak lembaga

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kedua kiri) menyerahkan berkas pendapat akhir kepada Ketua DPR Puan Maharani (kanan) yang disaksikan oleh Wakil Ketua DPR Adies Kadir (kedua kanan) dan Saan Mustopa (kiri) pada Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Menurut Ariq, pencatutan nama tidak hanya terjadi pada BEM Undip, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga lain. Hal itu membuatnya mempertanyakan validitas pernyataan DPR RI mengenai keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam pembahasan RKUHAP.

"DPR RI kami rasa menambahkan nama lembaga-lembaga yang tidak pernah ikut memberikan aspirasi dalam RDP, untuk menambahkan legitimasi kuat bahwa telah melakukan meaningful participation," ungkap Ariq.

Ia ikut mempertanyakan apakah DPR RI benar-benar melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam merancang RUU KUHAP atau hanya sekadar "kosmetik" untuk memenuhi persyaratan partisipasi bermakna (meaningful participation).

"Kami mempertanyakan apakah benar dalam merancang RUU KUHAP lembaga DPR RI benar-benar melibatkan seluruh elemen masyarakat, atau hanya 'kosmetik' semata untuk memenuhi meaningful participation," lanjutnya.

3. Adukan ke MKD DPR

Ilustrasi sidang putusan kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR nonaktif di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Ariq menekankan, jika DPR RI tidak segera meminta maaf dalam kurun waktu yang ditetapkan, BEM Undip akan mengambil langkah hukum lebih lanjut.

"Kami akan mengeskalasikan kasus ini secara lebih besar, melakukan gugatan ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) atau gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum)," tuturnya.

Ia menambahkan, pencatutan nama tersebut membuat BEM Undip meragukan kualitas partisipasi bermakna yang diklaim DPR RI dalam proses penyusunan RKUHAP.

"Kami melihat belum semua elemen dinyatakan pendapat dan pandangannya, dengan adanya pencatutan ini kami ragu dengan kualitas meaningful participation DPR RI," sambungnya.

Editorial Team