Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Gerakan Literasi di Pondok Baca Semarang Redam Candu Gawai pada Anak

Perpustakaan, klub baca, gerakan literasi
Anak-anak mengikuti klub baca di Perpustakaan Ajar di rumah pegiat literasi Heri Condro Santoso di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Anggun P)
Intinya sih...
  • Heri Condro Santoso membuka Pondok Baca Ajar di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal.
  • Pondok Baca Ajar bertujuan untuk mengajak anak-anak membaca dan mencintai buku sebagai upaya untuk meredam candu gawai.
  • Sebagai pegiat literasi, Heri Condro Santoso berkomitmen untuk terus membuka ruang literasi bagi anak-anak.

Semarang, IDN Times - Sebagai pegiat literasi, Heri Condro Santoso tak pernah lelah untuk membuka ruang, mengajak anak-anak membaca dan mencintai buku. Dari rumahnya di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal ia mendirikan Pondok Baca Ajar.

1. Heri Condro Santoso hidupkan semangat berliterasi

Perpustakaan, klub baca, gerakan literasi
Anak-anak mengikuti klub baca di Perpustakaan Ajar di rumah pegiat literasi Heri Condro Santoso di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Anggun P)

Hal tersebut dilakukan pria berusia 42 tahun itu sejak tahun 2007. Selama 18 tahun ia mengajak anak-anak di sekitar tempat tinggalnya untuk gemar membaca dengan mendirikan pondok baca di ruang tamu rumahnya. Ia menata ruang tamu dengan rak-rak yang berisi ratusan buku. 

Lalu, dari satu pintu ke pintu rumah tetangganya ia mengajak anak-anak datang ke rumahnya untuk mengenal buku dan membaca. Upaya itu dilakukan semata agar aktivitas literasi tetap hidup melalui pembiasaan membaca sejak dini pada anak-anak.

Kini, Heri mengembangkan ruang membaca itu menjadi sebuah perpustakaan mandiri di belakang rumah. Usahanya tetap sama, yakni membiasakan anak-anak membaca buku meskipun di era serba digital seperti sekarang. Sebagaimana terjadi fenomena banyak anak-anak lebih pandai bermain gawai daripada membaca.

Fenomena melek digital tapi gagap membaca ini menurut Heri sangat memprihatinkan. 

“Melihat realitas ini, saya ikut prihatin. Namun, prihatin saja, saya kira tak cukup. Bagi saya ini menjadi peringatan (warning). Peringatan bagi semua pihak, mulai orangtua, pihak sekolah, hingga Pemerintah. Sebab, ini persoalan kompleks,” katanya kepada IDN Times, Sabtu (5/7/2025). 

2. Orangtua turut andil buat anak gagap membaca

Perpustakaan, klub baca, gerakan literasi
Anak-anak mengikuti klub baca di Perpustakaan Ajar di rumah pegiat literasi Heri Condro Santoso di di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Anggun P)

Pegiat Komunitas Lereng Medini ini menuturkan, tak ada satu penyebab tunggal dalam fenomena anak-anak mengalami melek digital tapi tak lancar membaca atau memahami bacaan. Fenomena ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam literasi pada anak-anak kita.

“Peringatan bagi orangtua, karena bisa jadi juga turut andil dalam memicu anaknya melek digital tapi gagap membaca. Bagi sekolah, bisa jadi memang ada problem dalam proses kegiatan belajar-mengajarnya. Lalu, bagi pemerintah, ada persoalan juga dalam sistem pendidikan kita,” ujarnya.

Dari pengamatan di lingkungan tempat tinggalnya, menurut Heri sejauh ini, juga mengalami hal serupa meski masih dalam kadar yang belum parah. Persoalan membaca memang masih menjadi masalah. Ada anak SD yang sudah bisa membaca terbata-bata, ada yang sudah lancar, dan ada pula yang belum bisa membaca meski ia sudah mulai mengenal huruf dan angka-angka.

“Fenomena lain, memang, mulai ada gejala anak-anak kecanduan gawai karena tak ada kontrol atau pendampingan dari orangtua atau orang di rumah mereka,” tuturnya.

3. Minat baca anak butuh lingkungan yang mendukung

Perpustakaan, klub baca, gerakan literasi
Anak-anak mengikuti klub baca di Perpustakaan Ajar di rumah pegiat literasi Heri Condro Santoso di di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Anggun P)

Kondisi itu tak membuat Heri diam saja. Selain membuka ruang perpustakaan di rumahnya, ia juga mendirikan klub baca untuk menarik  anak-anak membaca buku. Ia terus berupaya mengenalkan anak-anak dengan bacaan,  khususnya buku cerita. 

Selain itu, mendampingi mereka saat membaca. Kemudian, melalui kegiatan membaca buku bersama, Heri juga mengajak anak-anak bermain dan berkreasi bersama melalui berbagai program atau kegiatan misalnya, Sanggar Ajar, Tilik Kebun Karet, Tilik Sungai. Pada kegiatan itu, selain mengenalkan literasi, Heri juga mendekatkan anak-anak pada alam.

“Mereka antusias. Dan, membaca juga antusias. Sekali lagi, jika akses bacaan memadai, lingkungan mendukung, orangtua juga mendampingi, minat baca anak akan terbentuk dengan sendirinya. Persoalan kita sekali lagi, kesadaran sudah ada, tapi belum ada proses pembiasaan. Maka itu, peran orangtua di rumah sangat penting dalam upaya peningkatan literasi,” tegasnya.

Dengan demikian, untuk meredam fenomena kecanduan gawai pada anak-anak yang di dalamnya terdapat konten video, visual atau gambar secara berlebihan itu harus mulai dari ruang keluarga. 

4. Perkuat ekosistem literasi

Perpustakaan, klub baca, gerakan literasi
Anak-anak mengikuti klub baca di Perpustakaan Ajar di rumah pegiat literasi Heri Condro Santoso di di Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Anggun P)

“Kecanduan gawai ini dapat mengurangi kemampuan anak untuk memahami teks tertulis dan mengembangkan kemampuan analisis. Maka itu, orangtua perlu mengenalkan anak pada bacaan sejak dini ketika usia semakin meningkat, disiplinkan anak untuk membaca. Kalau perlu ada jam-jam tertentu untuk membaca bersama di ruang keluarga,” jelas ayah dari dua anak ini.

Dalam saat kegiatan itu, lanjut Heri, singkirkan atau jauhkan segala perangkat digital. Ia meyakini pembatasan interaksi anak-anak dengan gawai dapat membantu mengembalikan kendali atas waktu, perhatian, konsentrasi, fokus pada tujuan. Termasuk dalam upaya meningkatkan minat baca.

Sementara bagi pemerintah, Heri berharap agar pemerintah memperkuat ekosistem literasi. Sebab, literasi butuh gerakan bersama.

“Pemerintah punya perangkat kebijakan atau political will yang bisa mengatur untuk memperkuat ekosistem literasi. Kemudian, benahi kembali gerakan literasi di sekolah dan kesadaran literasi keluarga. Lalu, bangun gerakan bersama dengan pegiat literasi di berbagai daerah,” tandas Heri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
Dhana Kencana
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us