Mata publik tiba-tiba terbelalak ketika Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno merilis data mengenai prospek bisnis transportasi online pada 10 Oktober 2022.
Dalam keterangannya, Djoko menyebutkan bisnis transportasi daring atau dikenal ojek online merupakan sebuah kegagalan. "Drivernya kerap mengeluh dan demo. Sementara pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar," ungkap Djoko dalam keterangan yang dinukil IDN Times.
Ia berpendapat kalau kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh driver ojek online. Untuk sekarang pendapatan rata-rata driver ojek online di bawah Rp3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8-12 jam sehari dan selama 30 hari kerja sebulan tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan ketenagakerjaan sesuai peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
Ia juga mengutarakan jika dari segi pendapatan, para driver ojek online rata-rata masih sebatas kurang dari Rp3,5 juta per bulan. Sehingga tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp8 juta per bulan.
"Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand," cetusnya.
Merujuk dari data survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selama 13-20 September 2022, pengemudi didominasi oleh pria (81 persen) dengan usia terbanyak 20 – 30 tahun (40,63 persen) serta lama bergabung menjadi pengemudi ojek online terbanyak kurang dari 1 tahun (39,38 persen). Status sebagai pekerjaan utama 54 persen dan sebagai pekerjaan sampingan 46 persen.
Untuk pendapatan per hari pengemudi hampir sama dengan biaya operasionalnya. Terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp50 ribu-Rp100 ribu (50,10 persen) dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu (44,10 persen).
Banyaknya pesanan sebelum pemberlakuan tarif baru 5-10 kali (46,88 persen) dan sesudah pemberlakuan tarif kurang dari 5 kali (55,65 persen).
Pengemudi mengaku jarang mendapatkan bonus (52,08 persen) dari aplikator dan sebagian besar menyatakan tidak pernah (37,40 persen) mendapatkan bonus dari aplikator. Sementara untuk mendapatkan tip dari penumpang juga jarang (75,79 persen).
Pria yang dikenal sebagai akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu juga menguraikan bahwa para driver ojek online hidup dalam ketidakpastian, status keren sebagai mitra akan tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas.
Jika ingin sebagai angkutan umum, menurutnya otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku bagi angkutan umum juga berlaku bagi sepeda motor yang berfungsi sebagai angkutan umum. Contohnya wajib melakukan uji berkala (kir), wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, plat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum atas persetujuan pemerintah.