Keluarga korban Ponpes Al Konziny yang ambruk pada Senin (29/09/25). (Dok. BNBP)
Gus Yusuf pun bilang saat dirinya nyantri di Lirboyo Kediri Jawa Timur sekira tahun 1985, Kiai Anwar sering dia lihat menjemur gabah setelah mengaji. Kemudian mengurusi pabrik tahu dan es batu.
"Minggu lalu saya sowan, rumahnya juga tidak berubah. Mbah War sudah selesai dengan urusan keduniaan," terangnya.
Gus Yusuf mengatakan untuk menjelaskan kepada masyarakat yang belum paham pesantren masih bisa dipahamkan. Namun kepada pihak yang tidak suka pesantren butuh kerja keras.
"Karena untuk menjelaskan kepada yang tidak suka, bisa kita ibaratkan menjelaskan indahnya pelangi kepada orang yang buta," bebernya.
Oleh karenanya, pihaknya tidak berhenti menjelaskan tradisi ponpes kepada masyarakat. Terutama untuk menangkal framing-framing jahat yang ditujukan kepada pesantren.
"Karena sebuah kebenaran jika diframing bisa akan dianggap sebagai sebuah kesalahan, begitu pula sebaliknya," jelasnya.
Gus Yusuf menegaskan santri harus selalu menjadi benteng bagi pesantren dan kiai yang selama ini memuliakan ilmu. "Memang kita harus terus menjelaskan tanpa henti, karena itu butuh pejihad-pejihad media," tambahnya.