Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic Park

Tingkat keterancaman hutan Petungkriyono tinggi karena berada di luar kawasan konservasi. KEE menjadi salah satu upaya melindungi salah satu hutan hujan tropis yang tersisa di Pulau Jawa karena kebermanfaatannya dirasakan secara nyata, baik manusia, flora fauna, juga lingkungan.
Pekalongan, IDN Times - Bagi penikmat box office, pastinya sudah tidak asing dengan film Jurassic Park. Film layar lebar karya Steven Spielberg berdurasi 127 menit itu dirilis pada 1993.
Mengangkat genre fiksi ilmiah, film Jurassic Park sukses menyabet 3 penghargaan Academy Award atau Piala Oscar pada 1994 untuk kategori Efek Visual Terbaik, Tata Suara Terbaik, dan Penyuntingan Suara Terbaik. Film tersebut diputar kembali di Amerika Serikat pada Juni 2020 .
Banyak adegan petualangan di alam terbuka pada film Jurassic Park. Seperti melewati pohon-pohon besar menjulang tinggi, dengan beragam tanaman khas serta hawa sejuk alami bak kawasan hutan hujan tropis yang masih asli. Suasana seperti itu tidak jauh berbeda dengan hutan Petungkriyono di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Lokasi hutan tersebut berada di sisi Selatan dari Kota Kajen--sebagai ibu kota kabupaten--sekitar 34 kilometer. Ketinggian hutan Petungkriyono mencapai 500--1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan masuk dalam bentang kawasan Pegunungan Dieng.
1. Aksi deforestasi masih terjadi di hutan Pekalongan
Global Forest Watch (GFW) menganalisis kondisi hutan secara keseluruhan di Kabupaten Pekalongan. Melalui kajian berdasarkan kecerdasan buatan (AI), hingga April 2021 terdapat 8,70 kilohektare (kha) hutan primer yang membentang atau sekitar 9,7 persen dari luas daratan di kabupaten itu. Hutan primer tersebut merupakan hutan hujan tropis lembab yang masih asli, belum sepenuhnya dibuka dan tumbuh secara alamiah. Salah satu diantaranya adalah hutan Petungkriyono.
Sepanjang tahun 2020, GFW mencatat hutan tersebut kehilangan 4,12 hektare atau setara dengan 2,10 kiloton (kt) emisi karbon dioksida (CO₂).
Kemudian dalam kurun waktu 18 tahun terakhir atau sejak 2002 sampai 2020, di Kabupaten Pekalongan sudah kehilangan 50 ha wilayah hutan hujan tropis. Pada periode yang sama tersebut, luasan hutan hujan tropis menurun 0,58 persen.
Adapun sejak 2001-2020, tutupan pohon yang hilang di kabupaten tersebut berjumlah 2,32 kha atau setara dengan 1,14 juta ton emisi CO₂. Masih dalam waktu itu, sebanyak 1,14 juta ton CO₂ atau setara 56,9 kt per tahun telah dilepaskan ke atmosfer sebagai dampak dari hilangnya tutupan pohon.
GFW memberikan uraian bahwa hilangnya tutupan pohon (tree cover loss) tersebut terjadi karena berbagai faktor. Seperti deforestasi, kebakaran, dan penebangan yang dilakukan secara berkelanjutan. Sebab, dalam hutan yang dikelola secara lestari, hilangnya tutupan pohon karena penebangan yang berkelanjutan justru memberikan manfaat karena pohon-pohon yang berusia muda dapat menjadi besar membentuk atap atau kanopi hutan.
Alat Global Land Analysis and Discovery (GLAD) yang dikembangkan oleh University of Maryland dan Google melaporkan aksi deforestasi yang masih terjadi pada 3 bulan awal tahun 2021 di Kabupaten Pekalongan. GLAD mendeteksi gangguan hutan tersebut menggunakan citra Landsat setiap minggu pada resolusi 30 meter. Sedikitnya ada dua kali peringatan dari GLAD yaitu pada Minggu, 22 Februari 2021 (8 peringatan) dan Minggu, 15 Maret 2021 (64 peringatan).
Dari sejarahnya, Hutan Petungkriyono menjadi salah satu prototipe hutan hujan tropis dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Jawa. Administratur KPH Pekalongan Timur, Didiet Widhy Hidayat menyebut kondisi hutan tersebut sudah cukup baik dari sisi vegetasi maupun biofisik. Tetapi, ia tidak menampik historis hutan itu pernah terganggu akibat aksi ilegal.
"Sudah boleh dikatakan hampir mendekati nihil (aksi perusakan hutan), artinya sampai saat ini kami sebagai pengelola tidak lagi mendapati laporan atau menemukan hal-hal seperti pembalakan liar, eksploitasi satwa kemudian kerusakan-kerusakan alam. Malah sebaliknya masyarakat sadar bahwa (hutan) Petungkriyono harus dipertahankan sebagai salah satu ekosistem yang penting di Pulau Jawa, representasi hutan hujan tropis dataran rendah yang masih asri," ujarnya ketika ditemui IDN Times di kantornya Jalan Jenderal Sudirman Nomor 21 Podosugih Kota Pekalongan, 11 November 2020.