Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
antarafoto-sidang-vonis-kasus-pemerasan-mahasiswa-ppds-undip-1759314582.jpg
Terdakwa kasus pemerasan terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anastesi (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), Taufik Eko Nugroho menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (1/10/2025). (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Intinya sih...

  • Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan

  • Relasi kuasa menjadi faktor utama

  • Zara divonis 9 bulan penjara

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times – Ketua Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr Taufik Eko Nugroho, dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (1/10/2025). Ia terbukti bersalah dalam perkara pemerasan terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi pada periode 2018--2023.

1. Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan

Terdakwa kasus dugaan perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (UNDIP) Taufik Eko Nugroho (kiri) dan Zara Yupita Azra (kanan) mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/9/2025). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Muhammad Djohan Arifin lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut tiga tahun penjara.

“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 Ayat 2 tentang pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut,” kata Hakim Djohan saat membacakan putusan.

Hakim menilai Taufik terbukti memerintahkan mahasiswa residen untuk menyetorkan sejumlah uang yang disebut sebagai biaya operasional pendidikan dengan dalih untuk kebutuhan ujian. Total uang yang terkumpul dari praktik itu mencapai Rp2,49 miliar.

2. Relasi kuasa menjadi faktor utama

Terdakwa kasus kasus pemerasan terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anastesi (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), Zara Yupita Azra (kanan) dan Sri Maryani (kiri) usai mendengarkan pembacaan putusan dalam sidang di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (1/10/2025). (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Majelis hakim menilai adanya relasi kuasa yang bersifat hirarkis antara dosen dan mahasiswa residen. Kondisi itu membuat para mahasiswa tidak mampu menolak permintaan setoran tersebut.

“Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang ramah dan terjangkau. Terdakwa juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan,” tambah hakim.

Selain Taufik, pengadilan juga menjatuhkan hukuman kepada dua terdakwa lain yang terlibat. Sri Maryani, staf administrasi Prodi Anestesiologi yang bertugas menerima setoran uang, divonis 9 bulan penjara.

3. Zara divonis 9 bulan penjara

Terdakwa kasus kasus pemerasan terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anastesi (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), Zara Yupita Azra (kiri) berdialog dengan kuasa hukum usai pembacaan vonis dalam sidang di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (1/10/2025). (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Sementara itu, terdakwa lainnya yakni dr Zara Yupita Azra, senior korban yang turut terlibat dalam praktik pemerasan sekaligus perundungan terhadap mahasiswi, juga mendapat hukuman 9 bulan penjara.

“Menyatakan Terdakwa dr Zara Yupita Azra Binti Yulastono dan Sri Maryani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana masing-masing 9 bulan penjara,” ucap hakim anggota dalam persidangan.

Majelis hakim menyebut, hal yang memberatkan adalah perbuatan para terdakwa telah meresahkan masyarakat dan mencederai dunia pendidikan kedokteran.

Adapun yang meringankan, terdakwa dinilai sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Editorial Team