Hasil produksi kopi Desa Mijen, Boyolali. (Dok/Istimewa)
Pendampingan yang dilakukan LPTP dan AQUA Klaten tidak sampai di situ. Pada tahun 2017, warga di Desa Mriyan ini juga dibimbing untuk mengembangkan budidaya tanaman kopi di lereng-lereng Merapi di luar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Selain untuk konservasi air dan mencegah longsornya tanah, menurutnya, dari tanaman kopi tersebut, bijinya bisa diolah sendiri dengan memberdayakan pemuda-pemuda yang tinggal di Desa Mriyan.
“Karenanya, Alhamdulillah pemuda di sini itu gak ada yang merantau, gak ada yang ke luar desa. Tetap masih konsisten dengan pekerjaannya sebagai tani, sebagai anak desa,” jelasnya.
Saat ini, para pemuda desa Mriyan ini bahkan sudah mendirikan Kedai Kopi Gumuk di desanya. Parli, salah satu barista dalam kedai Kopi Gumuk mengatakan dulu sebelum didampingi LPTP dan AQUA Klaten, kopi di desa Mriyan ini hanya dikonsumsi di rumah-rumah saja dan belum dikenal orang.
“Tapi, dengan adanya pendampingan dari AQUA Klaten, kopi kita sekarang bisa dikenal di daerah-daerah lain. Apalagi kalau setiap Sabtu dan Minggu itu biasanya para gowes pada mampir minum kopi di Kedai Kopi Gumuk ini. Kami juga diberi pelatihan untuk bisa menjadi barista yang baik. Dari pelatihan itu, kami sudah bisa roasting kopi sekarang,” katanya.
Hingga kini, kopi dari desa Mriyan ini sudah banyak dipesan dari daerah-daerah lainnya seperti Jakarta, Bandung, Jogja, dan Klaten.