Ilustrasi Koperasi Kelurahan Merah Putih di Gedawang, Kota Semarang. (dok. Pemprov Jateng)
Meski sebagian pengurus KMP di berbagai daerah mengaku kesulitan menjalankan Koperasi Merah Putih, namun di beberapa daerah KMP telah beroperasi bahkan menjadi percontohan bagi daerah lainnya. Rerata koperasi yang sudah berjalan merupakan koperasi yang telah lama terbentuk dan berganti wajah menjadi KMP.
Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih Gadungan di Bali misalnya. Awalnya, kata Ketua Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih Gadungan, Bali, Ketut Sukalaksana (68), koperasi ini bernama Koperasi Sari Gadung. Berdiri sejak 15 tahun lalu, saat itu koperasi hanya berfokus pada unit simpan pinjam beranggotakan 878 orang. Anggota itu ada yang berasal dari Desa Gadungan dan desa tetangga, seperti Desa Gadung Sari serta Desa Dalang.
Koperasi itu kemudian berganti nama menjadi Kopdes Merah Putih Gadungan dengan jumlah anggota sebanyak 1.118 orang. Kopdes Merah Putih Gadungan mengelola modal sebesar Rp9,4 miliar. Sumber modal itu berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan wajib khusus, simpanan sukarela, deposito, dan penyertaan dari Gapoktan atau Gabungan Kelompok Tani.
Dana penyertaan dari Gapoktan Desa Gadungan juga ada yakni sebesar Rp100 juta. Kata dia, dana itu berasal dari insentif Kementerian Pertanian RI tahun 2009 lalu.
Melalui perubahan anggaran dasar (PAD), rekening dan namanya telah diubah menjadi atas nama Kopdes Merah Putih Gadungan. “Karena kami sudah berdiri 15 tahun yang lalu, dari modal itu cukup sebenarnya untuk memulai gerai-gerai itu. Artinya, sementara waktu, kami belum mengajukan pinjaman, dari modal kami sendiri saja,” kata dia.
Lewat modal itu, unit usaha tambahnya berupa gerai yang menjual sembako, LPG, dan pupuk. Pihaknya merencanakan pengajuan pinjaman modal jika usaha kian berkembang, dan mengarah ke bidang pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Untuk SDM Sukalaksana memaparkan SDM di Kopdes Merah Putih Gadungan terbagi atas pengawas, pengurus, dan pengelola. Ada tiga orang pengawas dan lima orang pengurus. Sementara pengelola ada di unit simpan pinjam sekitar enam orang, dan unit gerai sembako tiga orang.
Pengelolaan KMP yang dinilai telah berjalan juga ada di Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Semolowaru, Surabaya. Koperasi Semolowaru sudah berdiri sejak tahun 2020. Awalnya Koperasi Simpan Pinjam bernama 'Koperasi Barokah Sejahtera' dengan anggota 50 orang. Modal awal koperasi berdiri adalah dari anggota. Uang simpanan anggota terus diputar.Niat awal berdirinya koperasi tersebut agar warga tak terjerat pinjaman 'bank titil' atau renternir.
Setelah program Koperasi Kelurahan Merah Putih masuk, barulah 'Koperasi Barokah Sejahterah' berubah dari yang awalnya simpan pinjam menjadi koperasi konsumen. Konsep koperasi tersebut adalah pinjaman bahan pokok kepada anggotanya. "Kita beralih ke pinjaman barang dagangan, karena kita ini usaha untuk anggota," sebut Nanik yang menjabat sebagai bendahara koperasi.
Tetapi koperasi juga membebaskan anggota untuk membeli bahan pokok tanpa konsep pinjaman. "Ada penjual nasi misalnya, saya mau beli saja tidak pinjam karena kalau pinjam nanti ribet ngitungnya, ya wis enak beli aja," ucap Nanik.
Harga bahan pokok di koperasi tersebut pun diklaim lebih murah dari harga di luar. Harga yang lebih miring itu karena koperasi bekerja masa mitra-mitra yang telah ditunjuk oleh pemerintah. "Kita mesti selisih Rp1000 sampai Rp2000 dari barang-barang di luar," kata dia.
Seiring berjalannya waktu, tata kelolah koperasi semakin baik, jumlah anggota pun kian bertambah. Kini menjadi 130 orang, mayoritas dari mereka adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berada di pasar Kelurahan Semolowaru. "Dari 130 anggota, sekitar 50 orang yang berdagang di pasar," tutur Nanik.
Koperasi semakin ke sini semakin tertata, usaha semakin jalan. Alhasil, keuntungan mereka lebih banyak 70 persen dibandingkan sebelum KKMP. "Uangnya anggota kita putar, kita kembalikan ke anggota sendiri, SHU (Sisa Hasil Usaha) kita kembalikan ke mereka," jelasnya.
Di Jogja Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Bangunharjo di Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul yang sempat buka tutup karena kesulitan modal kini kembali beroperasi penuh. Berlokasi di Jalan Parangtritis KM 5, KDMP Bangunharjo saat ini telah buka setiap hari dengan empat gerai yang aktif, yaitu gerai perkantoran, sembako, gas elpiji, dan pupuk.
Sementara itu, tiga gerai lainnya—yakni gerai klinik kesehatan, apotek, serta simpan pinjam—masih belum beroperasi karena terkendala perizinan, sumber daya manusia, dan permodalan yang cukup besar.
Ketua KDMP Kalurahan Bangunharjo, Yeri Widarnanto, mengakui bahwa pada masa awal peluncuran, KDMP Bangunharjo sempat beberapa kali buka tutup. Kondisi itu membuat sebagian masyarakat kecewa karena gerai kerap tidak beroperasi.
"Kondisi awal KDMP dibuka masih ada kendala karyawan yang jaga di gerai hingga adanya keterbatasan modal," ungkapnya, Jumat (17/10/2025).
Menurut Yeri, setelah melalui perjuangan panjang untuk memenuhi syarat pinjaman modal dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) melalui Bank Mandiri sebesar Rp320 juta, akhirnya pinjaman tersebut terealisasi. Dana itu membuat tiga gerai KDMP dapat beroperasi secara normal dan mampu merekrut dua karyawan untuk menjaga gerai.
"Jadi saat ini setiap hari tiga gerai plus gerai perkantoran sudah buka setiap hari," tuturnya.
Untuk gerai gas elpiji, KDMP setiap minggu mendapat jatah 65 tabung gas ukuran tiga kilogram atau sekitar 250 tabung. Namun, jumlah itu masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat.
Sementara gerai pupuk juga terus buka karena stok pupuk selalu tersedia di gudang. Jika persediaan di gerai menipis, pengiriman akan dilakukan langsung dari gudang.
Adapun gerai sembako tetap beroperasi setiap hari, meski sempat terkendala pasokan dari distributor. Pihaknya harus mencari alternatif pasokan agar harga tetap terjangkau bagi warga.
"Jadi itu yang kita alami untuk gerai sembako. Termasuk juga pasokan gas elpiji yang masih mengandalkan dari agen bukan SPBE sehingga harga jual akan jadi masalah," tuturnya.