Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Inin Nastain/ ilustrasi penangkapan pelaku kejahatan
Inin Nastain/ ilustrasi penangkapan pelaku kejahatan

Intinya sih...

  • Penangkapan aktivis terkait dugaan penyebaran konten hasutan saat unjuk rasa pada 29 Agustus 2025.

  • Kasus sudah dilakukan penyelidikan sejak 20 Oktober 2025 dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 24 November 2025.

  • Tim hukum menyatakan penangkapan sewenang-wenang dan melanggar prosedur KUHAP, serta akan mempertimbangkan upaya hukum untuk membela Dera dan Munif.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN TimesPolisi dari Polrestabes Semarang menangkap dua aktivis Kota Semarang, Adetya Pramandira alias Dera (26) dan Fathul Munif (28), pada Kamis (27/11/2025) dini hari sekitar pukul 04.00-05.00 WIB. Keduanya ditangkap di sebuah kos-kosan di wilayah Kecamatan Pedurungan terkait dugaan penyebaran konten hasutan saat unjuk rasa pada 29 Agustus 2025 lalu.

Dera merupakan anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah, sedangkan Munif dikenal sebagai pegiat aktif gerakan Aksi Kamisan Semarang. Keduanya dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

1. Penangkapan sudah sesuai prosedur

Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena. (Dok Humas Polrestabes Semarang)

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Semarang, AKBP Andika Dharma Sena mengonfirmasi penangkapan kedua aktivis tersebut.

"Ada dua orang yang kita tangkap. Terkait dengan rangkaian penegakan hukum yang unjuk rasa tanggal 29 Agustus kemarin," katanya.

Ia menjelaskan, unjuk rasa tersebut berhubungan dengan pergolakan yang terjadi di Jakarta setelah seorang pengendara ojek daring bernama Affan Kurniawan dilindas mobil rantis Brimob di sela-sela unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI.

Terkait perbuatan yang dilakukan keduanya, Andika menyebut, Dera dan Munif diduga menyebarkan konten yang bersifat hasutan.

"Nanti kita sampaikan peristiwanya, untuk sementara ini terkait dengan penyebaran konten yang bersifat hasutan. Dari penyelidikan semuanya ini," ungkapnya.

Andika menjelaskan, penyelidikan terhadap kasus tersebut sudah dilakukan sejak 20 Oktober 2025. Dera dan Munif kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 24 November 2025, hingga akhirnya ditangkap pada 27 November 2025.

"Pasal yang dikenakan sementara ini Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE dan atau Pasal 160 KUHP," ucapnya.

Ia menyatakan, penangkapan Dera dan Munif sudah sesuai prosedur.

"Intinya kita dalam prosesnya sudah sesuai SOP. Nanti akan kita jelaskan lebih lanjut. Ini masih dalam pemeriksaan," lanjutnya.

2. Tim hukum: penangkapan sewenang-wenang

Ilustrasi Penangkapan (IDN Times/Aditya Pratama)

Asisten Pengabdi Bantuan Hukum (APBH) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Bagas Budi Santoso, yang juga anggota Tim Hukum Suara Aksi, mengungkapkan kronologi penangkapan dari sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, sebelum ditangkap, tepatnya pada Selasa (25/11/2025), ia dan Dera sempat ke Jakarta untuk melaporkan kasus dugaan kriminalisasi sejumlah petani di beberapa daerah di Jawa Tengah ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komnas Perempuan, serta Komnas HAM.

"Sesampainya di sana seperti biasa pelaporan berjalan lancar. Kemudian sejak di Komnas HAM, warga sudah menduga ada orang yang selalu mengikuti pelaporan kita. Tapi peristiwa itu tidak terlalu kami secara serius," ujarnya.

Bagas menjelaskan, sejak di Jakarta, mereka sudah merasa dibuntuti orang tidak dikenal. Namun, situasi tersebut tidak disikapi terlalu serius.

Setelah kembali ke Semarang, mereka tiba di Kantor Walhi Jawa Tengah pada Kamis (27/11/2025) pagi dan pulang ke rumah masing-masing.

"Ketika kami sampai di Semarang, kabarnya kantor Walhi sudah dipantau oleh polisi Kemudian jam 4 atau jam 5 pagi, Dera dan Munif ditangkap di kos atas tuduhan penyebaran informasi bohong dan penghasutan," kata Bagas.

Bagas menyatakan terkejut atas penangkapan tersebut.

"Kami kaget sekali karena sehari sebelumnya Dera sudah membantu warga melapor ke Komnas HAM buntut kriminalisasi yang dialami petani, tapi kemudian sesampainya di Semarang malah Dera yang ketangkap atas tuduhan yang tidak berdasar," ungkap Bagas.

3. Dugaan pelanggaran prosedur

ilustrasi penangkapan (unsplash.com/mengmengniu)

Anggota Tim Hukum Suara Aksi, Nasrul Saftiar Dongoran mengatakan, penangkapan terhadap Dera dan Munif dilakukan secara sewenang-wenang. Menurut Nasrul, sebelum ditangkap, keduanya tidak pernah dimintai keterangan sebagai saksi.

"Dera dan Munif selaku pejuang lingkungan dan pembela HAM mengalami penangkapan sewenang-wenang dari penyidik Satreskrim Polrestabes Semarang. Penangkapan sewenang-wenang ini dilakukan tanpa pernah dipanggil sebagai saksi, tiba-tiba ditetapkan tersangka 24 November 2025," jelas Nasrul.

Nasrul berpendapat, penyidik Polrestabes Semarang sudah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia menambahkan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), SPDP harus diberikan kepada terlapor tujuh hari setelah diterbitkan.

"Dera ditangkap 27 November 2025 atas penetapan tersangka tanggal 24 November 2025. Artinya Dera lebih dulu ditetapkan tersangka tanpa pernah diperiksa sebagai saksi, sebagai terlapor. Hal ini jelas membuktikan penangkapan sewenang-wenang itu terjadi," ucapnya.

Nasrul mengungkapkan, Tim Hukum Suara Aksi akan mempertimbangkan upaya-upaya hukum untuk membela Dera dan Munif, termasuk mengajukan praperadilan.

"Karena jelas penetapan tersangka ini tidak prosedural, sewenang-wenang, dan merupakan bentuk nyata kriminalisasi yang dilakukan penyidik Polrestabes Semarang. Kita harus menempuh praperadilan karena pemberian SPDP itu melebihi tujuh hari. Dua orang ini juga ditetapkan sebagai tersangka tanpa pernah diperiksa sebagai saksi," ujarnya.

Editorial Team