Berkas asli persidangan soal gugatan batas usia capres/cawapres di MK. (IDN Times/Larasati Rey)
Menurut Arif, menjelaskan jika sidang dilaksanakan secara online, sejak pendaftaran hingga putusan. Dokumen fisik dikirim melalui kantor pos, sementara soft file dikirim melalui email atau online. Ia mengaku pengirim melalui email ke MK sempat mengalami kendala teknis.
"Alurnya begini, karena sidang online. Kan ada ngirim (berkas) lewat online maupun lewat Pos. Kita ngirim mulai tanggal 13 lewat email, tidak masuk. Tanggal 19, tidak masuk. Tanggal 20, masuk lewat email, Itu lengkap tanda tangan," jelasnya.
Karena gagal beberapa kali mengirim berkas perbaikan lewat email, akhirnya Arif menghubungi MK sebelum sidang digelar.
"Baru tanggal 19 dikontak dari MK karena nunggu email belum masuk, disuruh ngirim lewat WA Pusdik (Pusat Pendidik). Itu WA resmi, kan Hotline tidak mungkin ada tanda tangannya," jelasnya.
Arif juga menepis tudingan tersebut tidak menandatangani berkas perbaikan gugatan tersebut. Terkait dokumen MS Word yang tidak ditanda tangani, ia mengaku jika Word memang tidak bisa ditanda tangani, terlebih ia sudah mengirimkan dokumen berupa file PDF yang sudah ditanda tangani.
"Pasti (yang dimasalahkan) adalah file yang MS Word. Karena tidak mungkin ada tandatangannya. Kenapa di Ms. Word tidak bisa ditandatangani, yang bisa menjawab yang membuat sistem. Setahu saya berkas MS Word tidak bisa ditandatangi, bisanya (scan) PDF," kata Arif.
Terkait penggunaan tanda tangan digital, Arif menuturkan, yang diminta adalah tanda tangan basah. "Kalau dikatakan tidak ditandatangani pemohon, ini secara hukum acara saja pertanyaannya sudah salah kok. Apa mungkin pemohon menandatangani (berkas) perbaikan? Kan ada kuasa hukum. Dipermohonan pertama saja pemohon tidak tanda tangan apalagi diperbaikan," imbuhnya.