Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Salah satu mahasiswa yang sedang melakukan orasi hari buruh di alun alun Purwokerto yang penuh ekspresif ikut meyuarakan isu perburuhan, Kamis (1/5/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Banyumas, IDN Times - Langit yang cerah bahkan terkesan sangat terik tidak menyurutkan semangat ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Purwokerto yang memadati kawasan Alun-alun kota Purwokerto, Kamis (1/5/2025).

Dalam suasana Hari Buruh Internasional, mereka berkumpul dalam satu suara yakni memperjuangkan keadilan bagi kaum pekerja, menolak komodifikasi tenaga kerja, dan mendesak negara agar lebih tegas terhadap kejahatan korupsi.

Aksi ini digerakkan oleh Aliansi Mahasiswa Bergerak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), gabungan dari berbagai perguruan tinggi di Banyumas Raya. Namun lebih dari sekadar demonstrasi simbolik, mimbar bebas ini merupakan ekspresi kegelisahan kolektif atas ketimpangan struktural yang semakin menancap di tubuh bangsa.

1. Mahasiswa minta pemerintah lebih responsif terhadap perburuhan

Sebuah spanduk yang menyuarakan isu perburuhan dibentangkan sejumlah mahasiswa dalam aksi demo, Kamis (1/5/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Arga menyebut aksi ini merupakan kelanjutan dari konsolidasi yang dilakukan mahasiswa bersama Pemerintah Kabupaten Banyumas. Tujuannya menekan pemerintah agar lebih responsif terhadap masalah-masalah ketenagakerjaan lokal, meskipun Purwokerto bukan pusat industri besar. “May Day bukan sekadar hari libur atau upacara rutin, Ini adalah panggilan untuk membongkar relasi kuasa yang timpang antara buruh dan pemilik modal,” seru Arga, koordinator lapangan aksi, dalam orasinya yang menggema di tengah kerumunan.

Menurut Arga, banyak mahasiswa hari ini bukan hanya menjadi pengamat akademis terhadap isu ketenagakerjaan, tetapi juga menjadi bagian langsung dari realitas. “Orang tua saya juga buruh, Kami anak-anak buruh, kami tahu rasa lapar, kami tahu rasanya orang tua pulang kerja dengan upah tak sebanding dengan tenaga,” ucapnya kepada IDN Times usai melakukan aksi bersama teman mahasiswa lainnya.

Arga juga menyebut Purwokerto bukan serti kota industri lainnya. Tapi ketidakadilan terhadap buruh itu lintas wilayah. Upah murah, kontrak kerja tanpa jaminan, dan kriminalisasi serikat buruh itu semua bisa terjadi di mana saja, termasuk di Banyumas.

2. Tolak omnibus law, desak RUU perampasan aset

Kordinator lapangan aksi mahasiswa hari buruh , Arga sebut Dua isu utama disorot tajam oleh massa aksi, Kamis (1/5/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Dua isu utama disorot tajam oleh massa aksi yani penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) dan desakan pengesahan RUU Perampasan Aset. Menurut para mahasiswa, UU Cipta Kerja telah memangkas banyak hak buruh atas nama efisiensi ekonomi dan investasi.

“Omnibus Law menggerus hak cuti, pesangon, dan mempermudah pemutusan hubungan kerja, Negara seperti menyerahkan buruh pada logika pasar semata,” jelas Arga.

Sementara itu, RUU Perampasan Aset disebut sebagai alat penting untuk menciptakan keadilan ekonomi. “RUU ini bisa jadi palu godam untuk memiskinkan koruptor. Uang negara yang dicuri harus dirampas dan dikembalikan. Jangan hanya penjara, tapi harta mereka juga harus dilucuti,” katanya disambut sorakan setuju dari peserta aksi.

3. Stop kriminalisasi terhadap buruh

Ketegangan sempat terjadi antara polisi dan mahasiswa yang berusaha memblokade jalan Sudirman namun dicegah hingga Kapolresta Banyumas ikut turun menenangkan mahasiswa, Kamis (1/5/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Aksi yang berlangsung sejak pukul 14.00 WIB ini juga sejumlah orasi disampaikan secara bergantian oleh perwakilan kampus dan komunitas. Mereka membacakan puisi, menyoroti peran negara, dan menyerukan solidaritas lintas kelas sosial.

Sempat terjadi ketegangan dan akis dorong dengan petugas Polisi saat para mahasiswa berusaha memblokade jalan Sudiman, bahkan Kapolresta Banyumas Kombes Pol Ari Wibowo nampak langsung turun mengingatkan mahasiswa untuk tidak sepenuhnya menutup pengendara yang akan melintas. Namun itu tidak berlangsung lama.

Aksi May Day ini ditutup dengan pembacaan tuntutan resmi yang ditujukan kepada pemerintah pusat dan daerah. Selain menolak UU Cipta Kerja dan mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset, mereka juga menuntut diantaranya dihentikannya kriminalisasi terhadap buruh, pengawasan ketat terhadap pelanggaran ketenagakerjaan oleh perusahaan lokal.

Meski aksi berlangsung damai, suara yang disampaikan jauh dari lunak. Di tengah gempuran krisis sosial, ekonomi, dan politik, para mahasiswa ini ingin menegaskan satu hal mereka tidak akan tinggal diam.“Kalau negara tidak berpihak pada rakyat pekerja, maka mahasiswa akan berdiri di depan, melawan,” tutup Arga, dengan suara lantang yang menembus riuh Alun-alun.

 

4. Perburuhan di Banyumas nyata

Tidak hanya di kota kota industri besar lainnya, isu perburuhan juga terjadi di Kabupaten Banyumas, Kamis (1/5/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Secara geografis dan ekonomi, Purwokerto mungkin bukan kota industri besar. Namun persoalan buruh di wilayah ini tetap nyata dari buruh toko dan pabrik kecil, hingga pekerja informal dan buruh migran yang berasal dari desa-desa sekitar.

“Ada buruh di sini yang tidak tergabung dalam serikat karena takut dipecat. Ada yang bekerja lebih dari 10 jam tapi tetap bergaji di bawah UMR, Ini bukan mitos, ini fakta,” ungkap salah satu mahasiswa lain dalam sesi mimbar bebas.

Dalam kerangka ini, mahasiswa tidak melihat perjuangan buruh sebagai isu sektoral, melainkan bagian dari perjuangan kelas yang lebih luas antara rakyat pekerja dan elite pemilik modal.

Editorial Team