Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
idntimes.com
Salah satu menu MBG dengan pengawasan ketat untuk meminimalisir keracunan makanan, Rabu (1/10/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Intinya sih...

  • Forkopimcam belum dilibatkan dalam program MBG di Kecamatan Jatilawang, menyebabkan keselamatan anak terancam.

  • Pengelola SPPG menegaskan kualitas menu diabaikan, namun SOP dan ahli gizi menjadi andalan dalam penyusunan menu.

  • Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) menyoroti kurangnya peran sanitarian dalam program MBG, yang berpotensi menyebabkan risiko keracunan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyumas, IDN Times - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang gadang sebagai salah satu janji politik Presiden Prabowo Subianto mulai digulirkan di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Banyumas. Program ini menjanjikan pemenuhan gizi seimbang bagi anak sekolah, balita, hingga kelompok rentan.

Namun, pantau IDN Times, Selasa (30/9/2025) menemukan bahwa pelaksanaan MBG di lapangan penuh masalah mulai dari distribusi yang tidak merata, standar keamanan pangan yang longgar, hingga munculnya dugaan keracunan massal di sekolah sekolah.

Kasus paling mencolok terjadi di kecamatan Cilongok dan Karanglewas. Data yang dihimpun mencatat 92 siswa absen karena sakit dengan gejala demam, muntah, diare, hingga sakit tenggorokan usai mengonsumsi menu MBG pada Selasa lalu.

"Kami langsung minta distribusi dihentikan sementara. Dua hari ke depan tidak ada pengiriman, sambil menunggu hasil pemeriksaan dari puskesmas,"kata Riyadi, kepala sekolah di SD Negeri Pangebatan beberapa hari sebelumnya.

1. Forkopimcam belum dilibatkan

Kecamatan Jatilawang langsung menggelar forum konsultasi publik yang salah satunya adalah membahas pengawasan MBG di tingkat kecamatan, Selasa (30/9/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Ironisnya di Kecamatan Jatilawang, program justru belum berjalan sama sekali. Camat Jatilawang, Dian Andiyono yang juga ketua Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia Kabupaten Banyumas, mengaku tak pernah diajak dalam proses persiapan.

"Koordinasi hanya di tingkat korwil. Kecamatan baru dilibatkan kalau ada kasus. Padahal keselamatan anak harus jadi prioritas,"ujarnya.

Delapan Sentra Penyediaan Pangan dan Gizi (SPPG) yang sudah disiapkan terhambat aturan baru pengelola harus memiliki sertifikat laik higiene sanitasi, Sertifikat itu hanya bisa keluar setelah pelatihan dan uji kompetensi, sehingga program di wilayah ini tersendat.

2. Suara pengelola SPPG: SOP dan ahli gizi jadi andalan

Dimas Adityo, pengelola SPPG Tunjung, yang mengaku perlunya ahli gizi dilibat, nampak Dimas saat berada di dapur SPPG tempatnya, Rabu (1/9/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Pengelola SPPG yang terletak di desa Tunjung, Jatilawang, Banyumas membantah bahwa kualitas menu diabaikan. Mereka menegaskan setiap menu disusun ahli gizi minimal 10 hari sebelumnya.

"Tidak serta merta menu langsung dipakai, ada tahap persetujuan yayasan, bahkan untuk relawan yang masak diwajibkan punya pengalaman atau sertifikasi,"ujar pengelola SPPG yang berada di Desa Tunjung, Jatilawang.

Namun, mereka mengakui tantangan terbesar ada pada penyesuaian menu untuk anak usia dini. "Mayoritas penerima di sini anak PAUD, menu pedas bisa berbahaya, itu sudah terbukti di daerah lain,"tambahnya.

3. HAKLI: Harusnya sanitarian harus dilibatkan sejak awal

Dian Andiyono ketua Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia Kabupaten Banyumas yang juga Camat Jatilawang sebut pentingnya SPPG melibatkan ahli sanitasi, Rabu (1/10/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Kritik keras datang dari Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI). Mereka menilai program MBG terlalu fokus pada ahli gizi, padahal sanitarian profesi resmi di bidang kesehatan lingkungan memegang peran vital dalam memastikan keamanan pangan.

Menurut Ketua HAKLI Kabupaten Banyumas, Dian Andiyono sanitarian berwenang ambil sampel makanan, uji laboratorium, sampai keluarkan sertifikat laik higiene.

"Kalau profesi ini tidak dilibatkan, risiko keracunan akan selalu menghantui," tegas Ketua HAKLI dalam rapat koordinasi bersama Pemkab Banyumas.

4. Pemda jalankan target atau jaga keamanan?

Forkopimda Banyumas saat menggelar rakor dan evaluasi pelaksanaan MBG di Banyumas yang belakangan muncul kasus keracunan di sejumlah sekolah di Purwokerto.(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Pemerintah daerah Banyumas berada dalam dilema, disatu sisi, MBG adalah program prioritas nasional yang harus segera terealisasi. Di sisi lain, kasus keracunan membuktikan lemahnya pengawasan.

Pemkab Banyumas mengaku sudah menyiapkan tim pengawas berbasis puskesmas, namun mekanisme teknis masih disusun.

Kepala Dinas Pendidikan Banyumas, Joko Wiyono, menegaskan sekolah harus rutin berkoordinasi dengan pengelola dapur dan puskesmas. "Kebersihan makanan dan kecukupan gizi harus jadi perhatian utama. Kalau ada masalah, berarti SOP dilanggar," tegasnya.

5. Pentingnya pengawasan lintas sektoral

Tempat SPPG yang berada di Jalan nasional di desa Tunjung Jatilawang, Rabu (1/10/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Hasil penelusuran IDN Times menunjukkan problem MBG bukan hanya soal menu atau sertifikasi dapur. Masalahnya sistemik:

1. Distribusi tak merata ada wilayah sudah jalan, ada yang belum.

2. Minim koordinasi kecamatan dan tenaga kesehatan kerap tak dilibatkan sejak awal.

3. Standar keamanan longgar sertifikat laik higiene baru diproses setelah program jalan.

4. Beban anggaran besar sementara kualitas penyajian masih jadi tanda tanya.

Jika pemerintah tidak segera memperkuat pengawasan lintas sektor mulai dari dokter, ahli gizi, hingga sanitarian program ambisius ini rawan berujung pada skandal kesehatan massal.

Editorial Team